Konser lagu anak-anak alias lagu dolanan bertajuk “Kumandang Kidung Bocah” di Jogja siapa nyana begitu membeludak. Konser orkestra tersebut sampai membuat puluhan orang terpaksa pulang karena gagal bernostalgia.
***
“Konser sudah penuh, konser sudah full!” Demikian teriak dua orang satpam saling bersahut-sahutan di halaman Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Selasa (23/7/2024) malam WIB. Pukul 19.00 WIB, orang-orang yang berdatangan makin banyak.
Jika membaca dari poster yang beredar, konser lagu anak-anak “Kumandang Kidung Bocah” memang tak dipungut biaya untuk tiket, alias gratis. Oleh karena itu, pihak penyelenggara menyarankan agar datang jauh sebelum acara dimulai.
Sebab jika Concert Hall TBY (lokasi konser) sudah penuh, maka ruangan akan ditutup. Tidak ada yang bisa masuk lagi. Tapi saya tidak berekspektasi kalau penonton yang datang benar-benar semembludak malam tadi.
Pantauan langsung di lapangan, dua tangga menuju ruangan Concert Hall penuh sesak oleh antrean. Padahal sudah dipastikan mereka tidak akan bisa masuk.
Di area luar pun banyak calon penonton yang memilih pasrah. Mungkin sama seperti saya, mereka tidak berekspektasi kalau konser lagu anak-anak alias lagu dolanan Kumandang Kidung Bocah malam itu bakal membeludak.
Mengenalkan anak dengan lagu anak-anak tempo dulu
Satu per satu calon penonton “berguguran”: memilih tak lanjut mangantre karena sudah putus asa di tengah puluhan orang yang berdesak-desakan.
Satu di antaranya adalah Supana (40). Ia datang dengan istri dan dua anaknya.
“Lagu-lagu dolanan zaman dulu itu punya nilai. Sekarang kan sudah nggak ada. Ngajak anak-anak ke sini sebenarnya ya untuk edukasi juga,” ujarnya saat saya ajak berbincang di area luar gedung Concert Hall.
Pria asli Jogja itu tentu agak kaget melihat kondisi TBY malam tadi. Pasalnya, karena bertema lagu ana-anak, dalam bayangannya yang hadir adalah orang-orang berkeluarga sepertinya.
Ternyata ia keliru. Sebab yang memadati TBY malam tadi hampir separuhnya justru dari kalangan anak-anak muda.
“Bahkan ada yang datang sama pacarnya. Tapi itu bagus. Biasanya ajak pacar konser koplo atau band, tapi ini ngajak konser lagu-lagu dolanan,” sambung pria ramah tersebut.
Kecewa tentu iya, karena Supana tak bisa mengajak anak dan istrinya untuk menyaksikan kemeriahan konser lagu anak-anak Kumandang Kidung Bocah. Tapi mau bagaimana lagi, kondisinya tidak memungkinkan. Maka ia memutuskan untuk mengajak anak dan istrinya pulang.
Ajang nostalgia orang-orang tua
Selain Supana, saya sempat berbincang pula dengan Widyati (60). Ia datang bersama anak, menantu dan cucunya.
Sebenarnya Widyati—yang juga asli Jogja—tak tahu kalau ada konser lagu anak-anak alias lagu dolanan tersebut. Ia baru tahu beberapa menit sebelum anak, menantu, dan cucunya berangkat.
“Lagu-lagu dolanan itu di zaman saya kecil kan sudah ada. Ikut nonton buat jadi obat kangen (nostalgia),” beber Widyati sembari tertawa kecil.
Hal senada juga diungkapkan oleh anak dan menantu Widyati. Selain mengenalkan lagu dolanan tempo dulu pada sang anak, mereka juga berniat untuk nostalgia ke masa kecil.
Sebab, lagu-lagu dolanan tersebut lah yang menemani mereka bertumbuh, yang semakin ke sini semakin lenyap lantaran dominasi lagu-lagu dangdut koplo.
“Ini pasti nggak bisa masuk ya, Buk?” tanya saya pada Widyati.
“Sepertinya begitu e, Mas. Tapi katanya bisa lihat di YouTube,” jawabnya.
Anak laki-laki Widyati lalu menunjukkan kanal YouTube Taman Budaya Yogyakarta. Ah iya, ternyata masih bisa dinikmati dari YouTube.
Kabar tersebut lalu menyebar di tengah calon penonton yang masih “memaksakan diri” mengantre untuk masuk. Lalu satu per satu mulai putar balik.
“Nonton YouTube wae wis, pada wae (Nonton YouTube udah, sama aja),” samar-samar begitu yang saya dengar.
Konser lagu anak-anak untuk menentang dominasi konten dewasa
Konser lagu anak-anak alias lagu dolanan Kumandang Kidung Bocah di Jogja diinisasi oleh komposer Guntur Nur Puspito dan Bagas Arga.
Guntur sendiri merupakan arranger dan orchestrator music director, serta associate arranger dan konduktor Ahmad Dhani Philharmonic Orchestra DEWA19-A Night At The Orchestra.
Dalam Kumandang Kidung Bocah, ia mengaransemen ulang 19 lagu anak-anak tempo dulu agar bisa dinikmati lintas zaman. Di antara 19 lagu tersebut antara lain, Padang Bulan, Cublak-cublak Suweng, Sluku-sluku Bathok, Gambang Suling, Gregeting Murid, E Dayohe Teka, Aja Rame-rame, Dhondhong Apa Salak, Lir-ilir, Pitik Walik Jambul, Kidang Talun, Menthok-menthok, Jaranan, Kodhok Ngorek, Kembang Jagung, Prahu Layar, Buto-buto Galak, dan Tak Lela Lela Ledhung.
“Ide ini berawal dari kegelisahan saya melihat anak-anak mengonsumsi konten dewasa hampir setiap hari melalui ponsel mereka,” ujar Guntur dalam konferensi pers yang berlangsung Jumat (19/7/2024). Oleh karena itu, bertepatan dengan Hari Anak Nasional 2024, Guntur mempersembahkan orkestra bertajuk “Kumandang Kidung Bocah”.
Turut memeriahkan konser tersebut di antaranya Doni Saputro, Okky Kumala, Paksi Raras Alit, Pandika Kamajaya, Silir Wangi, Asita Kaladewa, Kinanti Sekar Rahina, dan melibatkan 30 anak dari Art for Children (AFC) binaan TBY.
“Dengan gelaran ini, setidaknya ada upaya untuk revitalisasi lagu anak yang unik dan tak kalah menarik untuk disajikan di masa kini,” sementata begitulah ujar Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Purwiati.
Saya berkesempatan nonton secara langsung dari awal hingga konser berakhir. Benar-benar konser yang memukau dan tak mengecewakan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.