Beda pelayanan di rumah sakit milik pemerintah dan swasta
Usai melewati prosedur dari awal, Oki akhirnya mengurus kembali pengklaiman BPJS-nya. Namun, dia mengaku terkejut setelah mendengar penjelasan dari casemix di rumah sakit milik pemerintah.
Pasalnya, selama ini Oki memahami bahwa pasien dengan jenis penyakit yang sama akan diberi pelayanan yang sama pula, meskipun tingkat kelas BPJS-nya berbeda. Misalnya saja dari segi pembiayaan untuk tindakan pengobatan.
Sesuai informasi yang dia dapatkan sebelumnya dan berdasarkan sumber dari internet yang umumnya sudah diketahui publik, yang membedakan BPJS kelas 1 hingga 3 hanyalah besaran iuran dan fasilitas rawat inapnya.
“Saat menggunakan BPJS kelas 1 itu ternyata tidak dimintakan biaya untuk tindakan operasinya sama sekali, tapi untuk kelas 2 dan 3 itu masih dikenakan cost sharing,” ujarnya.
Artinya, keluarga pasien kelas 2 dan 3 masih diminta untuk mengeluarkan biaya tambahan sebesar nilai tertentu untuk tindakan operasi. Selain itu, dia merasa pelayanan dan fasilitas rumah sakit milik swasta lebih baik dibandingkan dengan milik pemerintah, bahkan dari segi kebersihannya.
Plus minus BPJS menjadi KRIS
Menurut Dosen Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Ernawaty, BPJS sebetulnya punya semangat yang positif yakni meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Perubahan kelas BPJS menjadi KRIS, kata Erna, tidak mengubah semangat tersebut. Malah bisa menghapus stigma kelas sosial di masyarakat.
“Sisi baiknya adalah tidak ada perbedaan antara orang kaya dan miskin dalam mengakses rawat inap,” ujar Erna dikutip dari laman resmi Unair, Jumat (10/1/2025).
Namun, dia khawatir terjadi penurunan jumlah tempat tidur di rumah sakit, sehingga memengaruhi pemenuhan kebutuhan rawat inap. Terlebih saat ini masih terdapat perbedaan ruangan dan fasilitas rumah sakit di Indonesia.
Lembaga penelitian dan advokasi kebijakan, The PRAKARSA, menambahkan adanya penerapan KRIS memunculkan risiko kenaikan iuran dan hilangnya peserta BPJS Kesehatan.
“Terutama yang sudah bergabung di kelas 1 sebelumnya,” ucap Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan dikutip dari laman resmi The PRAKARSA, Jumat (10/1/2025).
Sepakat tidak sepakat biaya iuran dipukul rata
Berkaca dari pengalaman Oki, dia ragu jika penerapan KRIS mampu menghapus diskriminasi pelayanan kesehatan yang selama ini terjadi. Pasalnya, rumah sakit belum memiliki fasilitas yang merata.
“Cuman memang yang jadi masalah utama saat ruangannya penuh, akhirnya kita diturunkan ke kelas 2 atau 3,” ucapnya.
Oki mungkin belum merasakan kejadian itu secara langsung, tapi saat merawat ibunya di rumah sakit dan bercengkrama dengan keluarga pasien lainnya, dia jadi tahu beberapa pengalaman diskriminasi yang dialami oleh penerima BPJS lain.
Yang jelas, Oki sepakat apabila perubahan kelas BPJS ke KRIS bisa menghapus diskriminasi antara si kaya dan si miskin. Sebab, kata dia, setiap orang berhak mendapatkan fasilitas kesehatan yang sama.
“Setiap orang yang sakit berhak mendapatkan pelayanan yang tepat, cepat, dan ramah,” ucapnya.
Begitu juga menurut Febriana (25) yang merupakan penerima BPJS kelas 3. Dia menilai kenijakan tersebut justru memberatkan dirinya sebagai kelompok menengah ke bawah.
“Aku malah makin merasa nggak butuh banget BPJS, karena saat adanya perbedaan kelas pun pihak rumah sakit memberatkan, apalagi saat sudah disamaratakan,” ucap Febriana.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Daftar 21 Penyakit yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan, Pasien Masih Sering Salah Mengira atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.