MOJOK.CO – Keterlibatan perempuan di parlemen menjadi salah satu pembentuk Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Kontribusinya perlu diperkuat mengingat angkanya menjadi yang terendah dibanding komponen lain.
Melansir riset KOMPAS, keterlibatan perempuan di parlemen menempati posisi terendah dengan angka 21,09 persen. Angka itu menjadi yang terendah dibanding kompenen lain. Komponen sumbangan pendapatan perempuan dan perempuan sebagai tenaga profesional mencetak angka masing-masing 37,26 persen dan 48,76 persen.
Melihat catatan itu, keterlibatan perempuan di parlemen perlu didorong agar semakin banyak perempuan ambil bagian dalam ranah politik.
“Hal tersebut penting agar perempuan semakin memiliki posisi tawar yang kuat dalam mengawal kebijakan-kebijakan, khususnya bagi pembangunan kaumnya,” tulis MB Dewi Pancawati seperti dikutip dari riset Kompas berjudul “Pemilu 2024, Momentum Meningkatkan Keberdayaan Perempuan” Senin, (19/12/2022).
Sebenarnya upaya untuk meningkatkan peran perempuan sudah ada dengan munculnya UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Kebijakan itu memuat keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam pendirian ataupun kepengurusan partai politik di tingkat pusat. Sayangnya, kuota 30 persen di parlemen itu belum pernah tercapai.
Persentase keterlibatan perempuan di parlemen menurut provinsi
Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan, keterwakilan perempuan di parlemen terus meningkat dari Pemilu 1999 hingga 2019. Dari semula hanya 9 persen kini menjadi 20,9 persen. Keterwakilan perempuan di parlemen yang masih di bawah 30 persen tidak terlepas dari rendahnya capaian keterwakilan perempuan di tingkat provinsi.
Tercatat,kontribusi keterlibatan perempuan di parlemen masih di bawah garis pencapaian nasional. Kalimantan Tengah menjadi satu-satunya provinsi yang sudah memenuhi kuota dengan angka 33,33 persen. Sembilan provinsi lain, walau belum memenuhi angka 30 persen, tapi sudah berada di atas capaian nasional.
Sembilan provinsi itu adalah Sumatera Selatan (21,62 persen), DKI Jakarta (21,70 persen), Maluku (23,26 persen), Gorontalo (26.67 persen), Sulawesi Tengah (26,67 persen), Maluku Utara (26,67 persen), Sulawesi Selatan (28,40 persen), Sulawesi Utara (29,27 oersen), dan Kalimantan Tengah (33,33 persen).
Sementara itu, tiga provinsi menunjukkan keterlibatan perempuan yang sangat rendah, seperti Nusa Tenggara Barat (1,56 persen), Kepulauan Bangka Belitung (4,44 persen), dan Sumatera Barat (4,62 persen).
Melihat kondisi tersebut, kontestasi politik 2024 menjadi momentum penting untuk mengatasi ketertinggalan peran serta perempuan dalam dunia perpolitikan nasional. Perempuan yang semakin berdaya akan mendorong meningkatnya capaian Indeks Pemberdayaan Gender.
Oleh karena itu, diperlukan penguatan gerakan politik agar semakin banyak perempuan yang melek politik dan turut serta berperan aktif dalam parlemen untuk memperjuangkan aspirasi dari kaum perempuan bagi kemajuan bangsa. Di sisi lain, dukungan dari sesama perempuan untuk memilih perempuan calon legislatif agar keterwakilan perempuan semakin banyak.
“Pada akhirnya, yang terpenting adalah dibutuhkan upaya dan komitmen kuat dari pemerintah untuk mendorong partai politik benar-benar bisa mewujudkan keterwakilan perempuan di parlemen sebagaimana diamanatkan undang-undang,” jelas dia.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Purnawan Setyo Adi