MOJOK.CO – Sempat menjadi partai Islam yang besar, Masyumi dibubarkan pemerintah pada 1960-an dan dihidupkan lagi pada 2020 lalu. Sayangnya, mereka tetap gagal mendaftar sebagai peserta Pemilu 2024. Bagaimana perjalanannya?
Pada awal November 2020 lalu, sekelompok aktivis Islam yang dipimpin oleh mantan pemimpin Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Cholil Ridwan mengumumkan kebangkitan Partai Masyumi.
Seperti diketahui, Masyumi merupakan partai politik Islam dengan massa yang cukup besar. Pada Pemilu 1955, bahkan mereka berhasil memenangkan 20 persen suara. Asal tahu saja, sampai saat ini, belum ada lagi partai Islam yang bisa meraih suara sebanyak itu. Itulah mengapa Masyumi menjadi standar tinggi bagi partai politik Islam di Indonesia.
Sayangnya, memasuki 1960-an Masyumi dibubarkan oleh Sukarno karena dianggap terlibat dalam pemberontakan.
Akhirnya, pada 7 November 2020 lalu, bertepatan dengan 75 tahun usia partai itu, Masyumi kembali dideklarasikan. Banyak yang menyebut bahwa partai yang dideklarasikan ulang ini sebagai “Masyumi Reborn”.
Sempat digadang-gadang jadi jagoan di Pemilu 2024
Kelahiran kembali Masyumi menarik perhatian sejumlah pengamat politik. Bahkan, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, sempat menilai bahwa partai-lama-tapi-baru ini bisa menjadi jagoan dalam Pemilu 2024.
“Kalau bicara peluang, tentu sangar besar karena identitas kepartaian (party ID) kita masih rendah. Ceruk pemilih masih banyak yang bisa dikapitalisasi,” ujar Adi kepada Tempo kala itu.
Berdasarkan survei Parameter Politik Indonesia yang ia paparkan, pada Februari dan Agustus 2020, hampir 80 persen rakyat belum memiliki identitas kepartaian.
Dengan demikian, segmen pemilih ini yang mesti diraup dan diyakinkan oleh Masyumi agar mendapat dukungan yang besar dari masyarakat.
“Problemnya, apa bisa Masyumi Reborn mencuri simpati pemilih? Harus ada jenis kelamin politik yang menjadi pembeda dengan partai lain kalau mau didukung rakyat,” sambungnya.
Peluang Masyumi juga sempat ditegaskan oleh profesor politik La Trobe University Dirk Tomsa. Dalam paparannya di The Conversation, Tomsa menyebut bahwa Masyumi Reborn dapat menjadi oposisi kuat pemerintah, dengan membawa Islam sebagai identitas utama partai.
Menurutnya, meski saat ini di Indonesia sudah ada parpol agama-konservatif seperti PKS dan PPP, sebagian pemilih Islam masih merasa kurang terwakili oleh partai politik tersebut. Salah satu penyebabnya karena parpol-parpol Islam tersebut juga terlibat dalam politik transaksional, dan mulai mengikis nilai-nilai ideologis Islam.
“Apakah Masyumi Reborn akan mengisi kekosongan itu? Kita harus masih melihat perkembangannya,” tulisnya.
Tetapi, gagal jadi peserta pemilu
Pada 14 Agustus 2022 lalu, Masyumi resmi mendaftarkan dirinya ke KPU sebagai peserta Pemilu 2024. Akan tetapi, partai ini dinyatakan tidak lolos pendaftaran karena belum memenuhi beberapa syarat.
Salah satunya adalah Masyumi diketahui belum menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dalam mengatur proses pendaftaran parpol. Padahal, menurut aturan di Peraturan KPU, Sipol—platform yang disediakan KPU bagi partai untuk mengunggah dokumen syarat pendaftarannya—ini wajib digunakan.
Alhasil, Masyumi gagal mendaftar dan tidak bisa lanjut ke tahap berikutnya, yakni verifikasi.
Terkait putusan ini, pihak Masyumi sendiri merasa dirugikan. Pasalnya, berbagai ketentuan yang ada di Peraturan KPU dianggap telah merugikan hak konstitusionalnya Masyumi untuk ikut menjadi peserta Pemilu 2024.
Misalnya, aturan yang mewajibkan calon parpol peserta Pemilu Serentak 2024 menggunakan sistem informasi partai politik (Sipol) sebagai instrumen pendaftaran.
“Ketentuan Pasal 10 PKPU 4/2022 [terkiat penggunaan Sipol], jelas membuat norma baru yang tidak diperintahkan oleh UU Pemilu. Sementara KPU menjadikan sipol sebagai syarat mutlak untuk menerima pendaftaran partai politik peserta pemilu 2024,” tutur Ketum Masyumi, Ahmad Yani, kala itu.
Lebih buruknya, lanjut Yani, PKPU 4/2022 baru diundangkan pada tanggal 20 Juli 2022, sementara akses untuk masuk sipol dibuka pada 24 Juni 2022.
“Darimana dasar hukum Sipol itu dijadikan sebagai instrumen sebelum keluarnya PKPU. Ini double pelanggaran, yaitu membuat tindakan hukum di luar dari perintah peraturan perundang-undangan dan melakukan tindakan hukum sebelum peraturan perundang-undangan itu disahkan dan diundangkan,” sambungnya.
Pada awal Desember 2022 pun, Masyumi secara resmi menggugat Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 ke Mahkamah Agung (MA).
Selanjutnya, mereka juga diketahui menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada awal tahun ini.
Dalam gugatan terbarunya ini, Masyumi meminta majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan seluruh gugatan mereka. Termasuk meminta PTUN Jakarta menyatakan batal/tidak sah Keputusan KPU RI Nomor 518 Tahun 2022 tentang penetapan partai politik.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda