MOJOK.CO – Sampah menjadi salah satu persoalan serius di Yogyakarta. Jalur menuju Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan ditutup oleh warga karena menilai pemerintah daerah tidak berupaya serius menangani dampak lingkungan yang diakibatkan.
Akibat penutupan jalan menuju TPST Piyungan, tumpukan sampah banyak terjadi di Kota Yogyakarta, Sleman dan Bantul. Penutupan kembali TPST Piyungan terjadi sejak Sabtu (07/05/2022) lalu.
Pemblokiran jalan masuk TPST dilakukan warga setempat dalam aksi “Banyakan Menolak Banyakan Melawan” dengan alasan pemda tidak pernah memperhatikan dampak lingkungan dari aktivitas pembuangan sampah. Akibatnya limbah dari TPST Piyungan mencemari sumur milik warga.
Aksi penutupan TPST Piyungan ini masih berlanjut hingga Senin (09/05/2022). Akibatnya sejumlah depo atau tempat pembuangan sampah penuh dengan tumpukan sampah. Petugas tidak bisa mengambil sampah untuk dikirim ke TPST Piyungan karena penutupan akses jalan masuk.
Bila kondisi ini terus berlanjut maka dikhawatirkan Yogyakarta akan mengalami darurat sampah. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY mencatat, selama libur Lebaran 2022 ini, sampah yang masuk ke TPST Piyungan mencapai 900 ton lebih per hari. Sebelumnya pada hari-hari biasanya mencapai 500-600 ton per hari.
Apalagi selama libur Lebaran, banyak wisatawan yang tidak memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya. Sebut saja di kawasan Malioboro yang banyak sampah berserakan selama libur Lebaran meski sudah disediakan tempat sampah.
Alih-alih dilakukan pemilahan sampah organik dan non organik, sampah dibuang sembarangan. Akibatnya tak hanya depo yang penuh dengan tumpukan sampah, ruang-ruang publik pun kotor dengan beragam sampah yang dihasilkan masyarakat.
Fery, salah seorang warga yang tinggal di kawasan Depo Kotabaru, Senin (09/05/2022) mengungkapkan kekhawatirannya akan penutupan TPST Piyungan yang berkepanjangan. Laki-laki yang berjualan angkringan di dekat depo tersebut merasa terganggu dengan banyaknya sampah yang menumpuk di depo hingga ke badan jalan sejak Sabtu (07/05/2022) lalu.
“Sabtu kemarin sudah ditutup. Tapi resminya baru hari ini tadi petugas membawa spanduk penutupan depo,” ungkapnya.
Menurut Fery, sampah yang mengendap tiga hari sudah mengeluarkan bau dan air yang tidak enak di sekitar depo tersebut. Apalagi beberapa hari terakhir turun hujan sehingga menambah kotor dan bau kawasan tersebut.
Beberapa warga pun masih nekat membuang sampah ke depo tersebut meski sudah sampah sudah membludak. Fery pun hanya mengingatkan mereka untuk tidak lagi membuang sampah di depo karena sudah membludak.
“Kalau sampah kemana-mana kan kasihan warga di sini yang kena dampaknya,” jelasnya.
Sebelum ditutup, lanjut Fery, biasanya petugas dari DLH mengambil sampah dari depo tersebut ke TPST Piyungan setiap pagi pukul 06.00 hingga 10.00 WIB. Namun aktivitas tersebut berhenti total pascapenutupan paksa TPST Piyungan.
Karenanya dia berharap ada solusi dari pemerintah setempat untuk mengatasasi masalah sampah. Sehingga tumpukan sampah di depo-depo tidak berdampak pada warga, termasuk mengganggu kesehatan mereka.
“Ya semoga bisa normal lagi biar tidak mengganggu sampahnya,” ujarnya.
Secara terpisah Sekretaris Daerah (sekda) DIY, Baskara Aji di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, mengungkapkan Pemda mengklaim bukan tak ingin memenuhi tuntutan warga sekitar TPST Piyungan. Namun hingga saat ini hanya TPST tersebut yang bisa digunakan untuk menampung sampah-sampah dari Sleman, Kota Yogyakarta dan Bantul.
Untuk mengatasi persoalan membludaknya sampah pascalebaran, Pemda meminta Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan DLHK DIY memperpanjang usia daya tampung di tempat pembuangan lama. Hal ini dilakukan sembari menunggu kesiapan tempat pengolahan sampah melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang digulirkan pemerintah untuk pengelolaan sampah.
Pemda menyediakan lahan sekitar 6 hektar untuk didirikan pabrik pengelolaan sampah di kawasan tersebut. Sehingga sampah di TPST Piyungan bisa dikelola dan diolah lagi agar bermanfaat.
“Kita menunggu KPBU untuk mengolah dan mengelola [sampah tpst piyungan] agar lebih baik. Namun saat ini Kota, Sleman dan Bantul tidak ada alternatif lain kecuali dikirim ke [tpst] piyungan,” tandasnya.
Aji menambahkan, Pemda kesulitan untuk memenuhi beberapa tuntutan warga TPST Piyungan seperti penutupan secara permanen. Namun, untuk pengelolaan air lindi (air sampah) dan pembangunan talud akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Kalau keluhan terkait ari lindi, kemudian talud dan lainnya 2022 sudah kita alokasikan untuk bisa diperbaiki. Kemudian juga pemadatan terhadap sampah kita lalukan sehingga umur tempat penguangan akan lebih lama,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Hepatitis Akut Misterius Menyeruak di Indonesia, Epidemiolog Minta Masyarakat Tak Panik dan kabar terbaru lainnya di KILAS.