MOJOK.CO – Beberapa hari terakhir DIY kembali dihebohkan dengan aksi warganet yang sembarangan mengunggah konten di media sosial (medsos). Kali ini seorang perawat yang diketahui merupakan mahasiswa Universitas Aisyiyah Yogyakarta (Unisa) mengunggah konten yang dianggap sebagai pelecehan kepada pasiennya.
Dalam video yang diunggahnya, pemilik akun @Moditabok tersebut membuat video yang membahas terkait pemasangan kateter urin untuk pasien prianya.
“Ketika aku harus masang kateter urin/DC untuk pasien cowok. Mana udah cakep, seumuran lagi. Tapi tetep harus profesional,” ujar akun tersebut dalam unggahannya.
Sontak video yang dibuat di RSUD Wonosari tersebut pun mendapatkan berbagai komentar dari warganet. Banyak diantara mereka yang menyayangkan unggahan tersebut karena terkesan perawat tersebut melakukan pelecehan kepada pasiennya dan menyalahi kode etik pekerjaannya.
RSUD Wonosari menyampaikan klarifikasi dan menegaskan perempuan tersebut bukanlah perawat mereka. Namun mahasiswa Unisa yang tengah mengikuti praktik di RS tersebut.
“Menanggapi konten video yang sedang viral di media. Kami dari RSUD Wonosari menyampaikan bahwa yang bersangkutan bukan merupakan pegawai RSUD Wonosari, tetapi mahasiswa dari Universitas X yang sedang praktik di RSUD Wonosari.Kejadian ini akan segera ditindaklanjuti oleh manajemen RSUD Wonosari. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” ujar PPID RSUD Wonosari dalam akun Instagramnya, Rabu (01/06/2022).
Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DIY, Tri Prabowo saat dimintai komentarnya terkait aksi viral tersebut, Kamis (02/06/2022) menyampaikan keprihatinannya. PPNI menyebut, perawat tersebut telah melanggar kode etik profesi.
“Padahal kita sudah selalu mengingatkan (kode etik profesi perawat) karena memang ranah kita dalam hal ini kan terkait etik ya. Kalau etik itu menjadi ranahnya organisasi profesi jadi kami selaku organisasi profesi selalu menyampaikan supaya di dalam memberikan pelayanan itu selalu senantiasa memegang teguh etika profesi,” paparnya.
Menurut Tri, sesuai kode etik profesi, saat perawat memberikan pelayanan seharusnya merahasiakan identitas. Layanan kesehatan yang diberikan pada pasiennya pun tidak boleh diungkapkan ke publik apapun alasannya.
Apalagi dalam pembelajaran pembekalan institusi pendidikan maupun organisasi profesi kepada mahasiswa selalu ditekankan saat melakukan pemeriksaan pasien, perawat tidak boleh diiringi tertawa. Hal itu sebagai bentuk prinsip etik yang harus diterapkan.
Karenanya klarifikasi perawat yang menyatakan kontennya tersebut sebagai edukasi tidaklah tepat. Sebab edukasi tentang kesehatan sifatnya tidak seperti yang dilakukan perawat itu.
“Edukasi bisa jadi saya satu kelompok praktik dengan teman saya, kebetulan dengan teman saya itu ada serangkaian kompetensi yang harus dicapai, misalnya salah satunya pemasangan kateter. Bisa saja saya diskusi dengan teman-teman, tapi tidak untuk publikasi di media sosial,” ungkapnya.
Tri menduga, perawat tersebut terlalu bersemangat dan tertarik mendapatkan pengalaman untuk membantu kateter. Akibatnya dia justru lupa dengan poin penting dalam layanan kesehatan tersebut.
Karenanya bila kampus memberikan sanksi skor kepada perawat mahasiswa tersebut, Tri menyebutnya sebagai konsekuensi yang harus diterima. Hal itu sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai perawat maupun kampus yang bersangkutan.
“Yang bersangkutan masih belajar, artinya menjadi tangung jawab dari institusi pendidikan. Maka kewajiban institusi pendidikan untuk bisa memperingatkan dan menegur terkait dengan konten yang dibuat. Kalau memberikan sanksi yang lainnya, itu tentunya sudah ada aturan-aturan dari institusi. Karena setiap orang yang praktik itu kan ada tata tertib dan sebaginya, yang mungkin harus ditaati dan sebagainya,” paparnya.
Sementara terkait dugaan pelecehan seksual yang banyak disebut warganet dalam kasus tersebut, Tri justru tidak sepakat. Sebab konten bisa disebut mengandung unsur pelecehan bila berisi siapa yang dilecehkan berikut bunyi kalimat atau tindak pelecehannya.
Namun dalam kasus mahasiswa perawat tersebut, unggahan yang dibuat hanya sebagai ungkapan pribadinya. Tri meyakini saat ini mahasiswa tersebut menyesal saat ini.
“Itu sebenarnya ungkapan dia saja. Kalau kami lihat pelecehan dan sebagainya, itu ada unsur kesengajaan. Coba kalau kita perhatikan anak ini, saya yakin yang bersangkutan pasti sangat menyesal,” tandasnya.
Unisa Klarifikasi dan tarik mahasiswanya
Sebelumnya Kepala BHP Unisa, Sinta Maharani menyampaikan klarifikasinya terkait kasus mahasiswanya tersebut. Sinta menyatakan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kaprodi Keperawatan dan Dekanat Fakultas Ilmu Kesehatan.
“Benar itu mahasiswa unisa yogya (yang viral di medsos),” ujarnya.
Menurut Sinta, Prodi sudah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi masalah tersebut. Antara lain memperingatkan dan menegur mahasiswa yang bersangkutan terkait konten yang telah dibuat.
Kampus juga telah menarik mahasiswa tersebut dari tempat praktik kliniknya. Kampus pun sudah memohon maaf ke RSUD Wonosari yang merupakan tempat praktik klinik.
“Permintaan maaf secara non formal dilakukan melalui pertemuan dengan direktur dan kadiklat rumah sakit tersebut,” jelasnya.
Sinta menyatakan, pada prinsipnya sebelum terjun di klinik, mahasiswa Unisa yogyakarta sudah melakukan janji Pra Ners dan telah diberikan pembekalan dengan pembekalan PANUM. Ini merupakan pembekalan etik, termasuk menjaga privasi klien, keselamatan kerja, keselamatan pasien.
“Mereka (mahasiswa) sudah melakukan uji praklinik,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA KPK Tangkap Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti dan kabar terbaru lainnya di KILAS.