MOJOK.CO – Madiun menjadi tempat kelahiran banyak perguruan pencak silat. Selain PSHT, wilayah ini juga jadi tempat kelahiran Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKSPI) Kera Sakti. Sesuai namanya, logo perguruan ini berlambang pendekar dan seekor kera.
Umurnya memang terbilang muda ketimbang sejumlah perguruan pencak silat di Indonesia. IKSPI Kera Sakti berdiri pada 15 Januari 1980 di Kota Madiun. Sosok pencetusnya yakni lelaki bernama Raden Totong Kiemdarto. Orang di perguruan ini menyebutnya sebagai Guru Besar.
Totong Kiemdarto lahir di Madiun pada 20 Oktober 1950. Ia merupakan keturunan pasangan Raden Mas Sukiman Prawirosuyo dan Raden Ayu Supanti. Ibunya merupakan trah keturunan bangsawan Mangkunegara.
Namun ada kisah unik dalam perjalanan hidup Totong yang membuatnya menciptakan pencak silat yang kental nuansa Kungfu. Ketua Umum IKSPI Kera Sakti, Bambang Sunarja mengungkapkan bahwa Guru Besar sejak kecil dititipkan ke saudara ibunya yang bernama Raden Mas Sentardi.
“Raden Mas Sentardi itu punya seorang istri keturunan Tionghoa bernama Oi Kiem Lian Niu,” terangnya pada video profil perguruan di kanal YouTube Balaekor.
Nama Raden Totong Kiemdarto juga merupakan pemberian dari orang tua angkatnya tersebut. Tumbuh di keluarga yang kental dengan budaya Tionghoa banyak memengaruhi hidup Guru Besar.
Sejak kecil ia memang punya ketertarikan kepada olahraga beladiri. Hal lain yang memperkuat hobi tersebut adalah kegemarannya menonton film-film Kungfu yang kala itu banyak diputar di bioskop sekitar Madiun.
“Beliau memang pernah ikut beberapa beladiri di Madiun seperi kempo, pencak silat, dan beberapa perguruan lain. Namun belum pernah sah menjadi anggota salah satu perguruan itu,” terang Bambang.
Kera sakti memiliki sebuah padepokan megah di Madiun
Totong juga sempat mendalami ilmu beladiri di berbagai kota selain Madiun. Ia belajar beragam ilmu termasuk kanuragan ke berbagai kiai.
Sampai akhirnya ia pulang ke kampung halaman untuk membuka latihan beladiri di rumah pribadinya. Mulanya, ajaran Kera Sakti hanya untuk kalangan kerabat dan orang dari lingkungan sekitar Totong. Banyaknya peminat, akhirnya membuat para murid yang telah menimba ilmu ia izinkan untuk membuka perguruan serupa di tempat lain.
“Perlahan perguruan ini mendapat penerimaan masyarakat,” terang lelaki yang sudah bergabung Kera Sakti sejak usia SMP tersebut.
Pada hakikatnya, banyak ilmu dari Kera Sakti yang mengambil referensi dari ajaran Islam. Namun Bambang menerangkan bahwa hal itu berada pada tataran keilmuan, bukan ajaran. Sehingga perguruan ini terbuka untuk semua kalangan agama.
Penggunaan nama dan logo yang melambangkan sosok kera punya latar belakang filosofis. Bambang berujar bahwa ada jurus bernama kera sakti di perguruan ini. Selain itu, kera memang terkenal sebagai hewan yang cerdik.
“Sementara di cerita pewayangan, (kera) Hanoman itu Senopati yang bisa mengalahkan Dasamuka. Dan gerakan yang diambil, berdasarkan kecerdasan dan kegesitan kera,” jelasnya.
Perjalanan perguruan ini terus berlanjut, bahkan sampai sosok pendirinya meninggal. Raden Totong Kiemdarto meninggal pada 24 Desember 1997. Beberapa hari setelah momen besar perguruan ini terjadi.
“Pada 21 Desember itu ada Mubes Kedua perguruan ini. Saat itu saya terpilih menjadi ketua harian untuk kedua kalinya. Beberapa hari kemudian, Pak Totong itu sakit. Tanggal 24 malam beliau meninggal dunia,” terangnya.
Setelah beliau meninggal, Bambang melanjutkan perkembangan perguruan. Salah satu tonggaknya ditandai dengan berdirinya sebuah padepokan megah di Madiun. Padepokan pencak silat yang menurut Bambang tergolong paling megah di Indonesia.
Sebagai informasi, perguruan ini memiliki lima tingkatan yakni tingkat dasar I sabuk hitam dengan lama latihan enam bulan, tingkat dasar II sabuk kuning dengan lama latihan enam bulan, warga tingkat I sabuk biru dengan lama latihan satu tahun, warga tingkat II sabuk merah, dan warga tingkat III sabuk merah strip merah.
Penulis: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi