MOJOK.CO – Bioskop Senopati pernah jaya pada masanya. Lokasi ini dulu adalah tempat nongkrong anak muda Jogja yang sangat populer.
Pada masa 1980-an, tidak sulit untuk menjumpai gedung bioskop di Kota Jogja. Kala itu, ada belasan hingga puluhan bioskop yang tersebar. Lokasinya pun berdekatan, menyesaki kota yang saat itu muda-mudinya sedang gandrung dengan persinemaan.
Bagaimana tidak, pada era ini Warkop DKI memang sedang di puncak masa jayanya, Suzzana pun lagi serem-seremnya. Dan yang jelas, distribusi film-film panas—baik lokal maupun mancanegara—juga lagi masif-masifnya. Inilah alasan kenapa bioskop akhirnya jadi tempat nongkrong favorit para remaja.
Salah satu yang populer pada saat itu adalah Bioskop Senopati atau Senopati Theatre. Terletak di Jalan Panembahan Senopati, Kota Jogja, lokasinya kini sudah berubah rupa jadi Taman Pintar dan lapak jualan buku bernama Shopping Center.
Meskipun tinggal nama, kenangan para pengunjung setianya nyatanya masih membekas hingga hari ini.
Salah satunya Deni Respati (58), warga asli Jogja yang kini sudah berkeluarga dan tinggal di Magelang, Jawa Tengah.
Kepada saya, Deni mengaku kalau Bioskop Senopati sudah jadi rumah keduanya saat itu. Tempat ini menjadi lingkungan yang mengenalkannya pada “dunia kenakalan remaja saat itu”.
Kata dia, hampir semua laku nakalnya, seperti bolos sekolah, merokok, hingga perkenalannya dengan alkohol, berawal dari tempat ini.
“SMP-ku ‘kan dekat, kalau ke Senopati tinggal nyebrang, jadi enggak kehitung berapa kali bolos. Sekolah ‘tuh cuma kayak hari Senin, soalnya upacara, sisanya ya nongkrong di Senopati,” kata pria yang sekarang bekerja sebagai guru les vokal ini, Senin (14/8/2023) malam itu.
Kelompok anak kaya dan rakyat jelata
Dengan seksama, Deni berusaha memberi alasan mengapa Bioskop Senopati bisa jadi tongkrongan favorit muda-mudi Jogja pada masa itu.
Kalau kata Deni, yang pertama karena lokasinya strategis. Saat itu, Bioskop Senopati dekat dengan pusat keramaian, seperti pasar dan terminal bus antarkota. Jadi, tempat ini akan selalu ramai dan secara akses pun mudah dijangkau oleh masyarakat luas
Lalu, yang kedua, ada banyak wahana permainan yang ada di tempat ini. Tak hanya memutar film, di Lantai 2 juga tersedia wahana permainan Dingdong yang sangat ngetren pada saat itu.
Menurut penuturan Deni, saat sore hari kita bakal dengan mudah menjumpai remaja-remaja berseragam SMP dan SMA membanjiri Lantai 2.
“Tapi aku jarang main, sih. Soalnya sekali main [tarifnya] Rp150. Aku ‘kan rakyat jelata, mana mampu,” kata Deni dengan nada bercanda.
“Biasanya yang main anak-anak orang kaya saja,” lanjutnya.
Seperti diakui Deni, gedung Bioskop Senopati memang seolah menunjukkan kelas sosial seorang remaja kala itu. Kata dia, yang sering main di Lantai 2 pastilah anak-anak orang kaya.
Sementara yang cuma jalan-jalan di Lantai 1, seperti ia dan kawan-kawannya, adalah golongan yang ia sebut “rakyat jelata”.
“Lantai 1 satu dulu ada lapak kaset. Tapi karena enggak punya duit buat beli, kita seringnya cuman lihat-lihat aja. Syukur-syukur kalau ada kaset yang disetel, bisa ‘tuh dengerin musik gratis,” katanya.