MOJOK.CO – Siapa sangka Ancol yang indah itu dulunya pernah jadi tempat jin buang anak hingga tempat pembantaian oleh tentara Jepang?
Siapa yang tak tahu Ancol dan Dufan? Taman hiburan yang terletak di Jakarta Utara ini kerap jadi rujukan utama anak sekolah di Jabodetabek saat berwisata. Bagi kalangan umum, Ancol dan Dufan jadi tempat berlibur di akhir pekan bersama keluarga, teman, pacar, hingga teman rasa pacar.
Ancol ialah tempat wisata legendaris. Menurut Sugianto Sastrosoemarto dan Budiono dalam Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol, sejatinya sejak awal abad ke-17 kawasan Ancol telah menjadi daerah wisata. Kaum elite Belanda kalau ingin berlibur mengunjungi kawasan pantai Ancol yang kala itu indah dan bersih.
Dari tempat favorit kaum elite Belanda jadi suwung karena wabah malaria
Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-25 Adrian Valckenier (1737-1741) bahkan memiliki rumah peristirahatan yang besar dengan taman yang luas di sana. Selain rumah sang gubernur, berdiri pula rumah-rumah peristirahatan lain milik kaum londo.
Situasi agak sedikit berubah kala malaria melanda Batavia pada awal abad ke-19. Warga Belanda tak berani berkunjung ke Ancol apalagi tinggal di sana. Ahli Sejarah Jakarta, Ahli Shahab menulis bahwa kala itu Ancol berubah menjadi hutan belukar dan sarang monyet.
Kala malam tiba, kawasan itu menjadi tempat prostitusi di mana orang kaya kerap bersenang-senang di sana bersama pekerja seks komersial.
Pernah jadi tempat eksekusi dan kuburan massal anak bangsa
Beralih ke masa penjajahan Jepang, kawasan Ancol menjadi tempat eksekusi dan kuburan massal bagi para penentang tantara Dai Nippon. Pada 14 September 1946, terjadi pemakaman ulang korban pembantaian tersebut di Pemakaman Ancol. Tercatat ada 2.000 ribu korban jiwa yang kebanyakan dari mereka tak terketahui namanya.
Selepas merdeka, Jakarta berbenah. Kawasan yang sebelumnya terkenal dengan sebutan tempat “jin buang anak” berubah menjadi tempat wisata lewat Keputusan Presiden mengenai Panitia Pembangunan Proyek Ancol dan Peraturan pemerintah No.51 Tahun 1960. Sukarno yang menunjuk langsung Gubernur DKI Jakarta Soemarno Sosroatmodjo menjadi pelaksana mega proyek wisata ini.
“Marno, sebagai pemimpin, kamu harus mampu berpikir tentang apa yang bisa kamu perbuat untuk rakyatmu lima puluh tahun yang akan datang. Kamu harus mampu membayangkan apa yang dibutuhkan oleh rakyatmu, rakyat Jakarta… Bagaimana kamu bisa memberikan tempat yang bisa membahagiakan rakyat Jakarta agar penduduknya menikmati hawa segar laut, bisa melihat cerianya anak-anak bermain di pantai, ditingkahi debur ombak, dan tiupan angin yang semilir,” pesan Sukarno kepada Soemarno yang terekam dalam ingatan Soekardjo–mengutip Historia.id.
Ide membuat Ancol muncul setelah Sukarno pulang dari AS
Ancol merupakan proyek ambisius Sukarno. Keputusan membuat taman wisata muncul sepulang presiden dari Amerika Serikat. Sukarno mengunjungi Disneyland, Hollywood dan tempat hiburan lainnya dalam lawatan ke negeri Paman Sam yang berlangsung kurang lebih tiga pekan.
Soekardjo Hardjosoewirjo merupakan tokoh penting dalam realisasi proyek Ancol. Dia kemudian menjabat sebagai Direktur PT Taman Impian Jaya Ancol. Proyek ini merupakan proyek mandataris yang pendanaannya tak membebani anggaran negara atau daerah. Untuk memenuhi kebutuhan dana, proyek ini meminjam dana dari swasta.
Sedangkan proyek pengerjaan Ancol tahap pertama menggunakan kontraktor Perancis, Compagnic Industriale de Travaux (Citra). Tahap pertama pembangunan oleh Citra meliputi penimbunan rawa-rawa, empang, hutan belukar, dan pembebasan tanah seluas 552 hektar. Pembangunan tahap pertama ini selesai pada Februari 1966. Estafet pembangunan proyek kemudian berpindah dari Soemarno ke Ali Sadikin. Gubernur DKI Jakarta tersebut kemudian menunjuk PT Pembangunan Jaya untuk melanjutkan proyek.
“Jadikan Ancol setaraf Disneyland-nya Amerika,” kata Ali Sadikin kepada Ciputra CEO PT Pembangunan Jaya dalam Ciputra Quantum Leap.
Ciputra lalu menyodorkan rencana. Pemerintah setuju dan segera mengirimkan tim Ancol ke AS guna mempelajari Disneyland agar nantinya mereka bisa menuangkan hasil amatannya dengan wujud yang baru bernama Dunia Fantasi. Pada 17 September 1982, batu pertama pembangunan Dufan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, R. Soeprapto.
Pembiayaan pembangunan di atas lahan seluas 9,5 hektar meminjam dana dari Bank BNI 1946. Tiga tahun berselang, tepatnya pada 29 Agustus 1985 Dufan resmi membuka diri untuk umum. Hingga saat ini, Ancol dan Dunia Fantasinya masih eksis dan menjadi rujukan orang kala hendak berlibur. Tak hanya wisatawan domestik, melainkan juga dari luar negeri.
Penulis: Iradat Ungkai
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mencermati Logo Baru Ancol yang (Katanya) Nggak Ancol-ancol Banget
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News