MOJOK.CO– Perselingkuhan kembali hangat diperbincangkan di media sosial. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir, kata “Selingkuh” masuk dalam jajaran kata yang paling banyak disebut di Twitter, hingga 72.200 cuitan.
Meringkas tulisan ilmiah berjudul “Ketidaksetiaan : Eksplorasi Ilmiah tentang Perselingkuhan” yang ditulis oleh Rinanda Rizky Amalia Shaleha dan Iis Kurniasih, perselingkuhan adalah pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang, baik secara fisik maupun emosional, terhadap komitmen yang telah dijalani dengan pasangan. Perilaku ini menandakan kurangnya komitmen pada hubungan yang sedang dijalani.
Dalam kasus pasangan yang sudah menikah, perselingkuhan kerap kali berujung pada perceraian. Mengutip Katadata, “meninggalkan salah satu pihak” menduduki peringkat tiga teratas alasan pasangan bercerai sepanjang tahun 2020. Angkanya mencapai 34.671 kasus. Adapun sepanjang tahun itu terdapat 291.677 kasus pasangan yang bercerai.
Alasan
Tulisan ilmiah yang dimuat dalam Buletin Psikologi itu menjelaskan, secara umum alasan individu berselingkuh karena memiliki kesempatan, bosan dan tidak bahagia dalam hubungan yang sedang dijalani, maupun tidak tertarik dan tidak senang dengan pasangan. Beberapa orang lainnya tidak memiliki alasan yang pasti.
Walau prevalensi menunjukkan laki-laki lebih banyak menjadi pelaku, penulis melihat, sebenarnya siapa saja bisa berselingkuh. Akan tetapi, ada perbedaan jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Perempuan cenderung berselingkuh karena ketidakpuasan secara emosional. Sementara laki-laki berselingkuh karena aktivitas seksual.
Termasuk dalam kategori perselingkuhan emosional adalah menipu pasangan tentang perasaan dirinya terhadap orang lain, mendedikasikan diri secara emosional pada orang lain, tidak memuaskan pasangan secara emosional dibandingkan pada orang lain, jatuh cinta dengan orang lain, berbohong terhadap pasangan, membahas hubungan dengan orang lain, dan memiliki perasaan romantis kepada orang lain di luar pasangan.
Sementara, yang termasuk dalam perselingkuhan seksual seperti memiliki niat melakukan hubungan seksual dengan orang lain, melakukan perilaku semu seksual (menggoda), melakukan aktivitas seksual dan keintiman dengan orang lain, baik melakukan secara langsung maupun melalui alat-alat elektronik dengan berbagi hal-hal yang bersifat erotis.
Cyber affair
Seiring berkembangnya teknologi, pola komunikasi manusia juga berubah. Kondisi ini ternyata menjadi tantangan baru bagi pasangan yang sudah berkomitmen. Internet membuka peluang besar untuk membangun hubungan dengan orang lain secara mudah. Termasuk, hubungan pribadi yang mengarah pada perselingkuhan atau cyber affair.
Cyber affair didefinisikan sebagai hubungan romantis dan/atau seksual yang dibangun secara online dan dilakukan melalui beberapa bentuk kontak virtual. Energi dan waktu biasanya akan terbagi, sehingga pelaku mulai mengabaikan hubungannya dengan pasangan utamanya dan mengganggu stabilitas serta kualitas hubungan utama.
Studi menunjukkan, 5%-12% pelaku pelaku cyber affair adalah mereka memiliki tingkat kepuasan hubungan yang rendah, ambivalensi hubungan, dan kecemasan akan keterikatan dengan pasangan utama.
“Cyber affair menjadi hal yang mengkhawatirkan mengingat meningkatnya penggunaan internet di Indonesia yang di dalamnya mencakup juga penggunaan media sosial,” jelas penulis dalam penelitian tersebut.
Berdampak ke psikologis pelaku maupun korban
Korban biasanya mengalami berbagai tekanan emosional dan psikologis setelah diselingkuhi, seperti kecemasan, penurunan kepercayaan diri dan seksual, serta penurunan harga diri. Kondisi ini juga memungkinkan berujung pada depresi serta gangguan kecemasan.
Tidak hanya korban, pelaku juga bisa terdampak secara psikologis. Penelitian mencatat, pelaku menunjukkan gejala depresi dan penurunan kesejahteraan daripada orang lain yang tidak berselingkuh. Ini ditunjukkan dengan adanya rasa malu, rasa bersalah terhadap pasangan yang setia, dan ketakutan tidak akan mendapatkan pengampunan dari pasangan yang telah dikhianatinya
“Perselingkuhan merupakan sebuah peristiwa yang menimbulkan dampak negatif dan traumatis terhadap psikologis seseorang, baik korban maupun pelaku,” seperti yang tertulis.
Sumber: Katadata.co, Buletin Psikologi Volume 29, Nomor 2, tahun 2021
Penulis: Kenia Intan