Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas Memori

Menelusuri Asal-Usul Pertokoan di Malioboro Jogja: Kapan Toko Pertama Berdiri?

Ahmad Effendi oleh Ahmad Effendi
8 Oktober 2023
A A
Menelusuri Asal-Usul Malioboro Jogja Sebagai Jalan Pertokoan: Kapan Toko Pertama Berdiri? MOJOK.CO

Jalan Malioboro di malam hari. Dulunya jalan ini belum ada pertokoan. (Hammam Izzuddin/Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Pada awal abad ke-20, Malioboro merujuk pada nama kawasan yang berada di sekitar Keraton Yogyakarta. Berdasarkan sejumlah artikel surat kabar yang terbit pada masa kolonial, kawasan ini merujuk ke sebuah jalanan sepanjang 2 kilometer dari utara keraton sampai ke Tugu, yang terdiri dari beberapa ruas jalan.

Antara lain Kadaster Straat (sekarang Jalan Pangurakan), Residentielaan dan Patjinan (Jalan Margo Mulyo), Jalan Malioboro hari ini, dan Toegoe Weg (Jalan Margo Utomo).

Kurang jelas memang sejak kapan istilah “Malioboro” muncul. Secara asal usul kata, punya banyak versi. Misalnya, ada yang menyebut bahwa nama Malioboro berasal dari satu pesanggrahan Jayengrana dalam roman Jawa-Islam populer. 

Sementara pendapat lain menyebut bahwa Malioboro berasal dari kata “Marlborough”.  Gelar Jenderal John Churchill (1650-1722) dari Inggris, yang pengucapannya sekilas memang terdengar hampir sama.

Terlepas dari itu, Malioboro pada awalnya merupakan jalan yang eksklusif. Sebelum akhirnya tumbuh berbagai pertokoan seperti yang kita kenal sekarang ini.

Awalnya adalah “jalan kerajaan”

Jalan Malioboro (yang saat itu belum dinamai demikian) diperkirakan sudah ada bersamaan dengan pembangunan Keraton Yogyakarta pada 7 Oktober 1756. Sejarawan Peter Carey dalam penelitiannya di Jurnal Archipel (1984) menyebut bahwa saat itu Malioboro masih sangat eksklusif sebagai rajamarga alias “jalan kerajaan”.

Oleh karena eksklusivitasnya sebagai jalan kerajaan, fungsinya pun juga terbatas untuk seremoni-seremoni yang berhubungan dengan keraton. 

Misalnya, melalui jalan inilah rombongan Kerajaan Mataram Islam dari Kartasura–yang membawa jenazah raja atau keluarga kerajaan untuk disemayamkan di Imogiri–melintas. Mereka biasanya akan singgah terlebih dahulu di Pesanggrahan Garjitawati sebelum meneruskan perjalanan ke Imogiri.

Di era yang lebih modern, jalan ini juga menjadi saksi bisu prosesi kedatangan para gubernur jenderal, pejabat Eropa dan tamu kerajaan lain. Rutenya dari arah utara menuju keraton melintasi jalan ini, sebelum disambut sultan dan para prajurit bersenjata gerbang Alun-alun Utara.

Sebelum munculnya toko-toko modern di Malioboro

Sepanjang abad ke-19, kawasan di sekitaran Malioboro sudah mulai ramai. Masyarakat Jawa, Belanda, dan para pedagang India, Arab, serta Tionghoa sudah hidup berdampingan. Namun, pada masa ini belum ada pertokoan di kawasan ini.

Menurut penelitian Siti M. Nur Fauziah berjudul “Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941”, kala itu aktivitas perbelanjaan masih dipusatkan di Pasar Gedhe (sekarang Pasar Beringharjo). Letaknya tak jauh dari keraton. Selain Pasar Gedhe, bangunan-bangunan lain mulai berdiri seiring dengan semakin banyak dan beragamnya penduduk.

Dalam penelitian itu, beberapa fasilitas kolonial seperti benteng, kediaman residen, dan kantor residen di ruas Residentielaan (Jalan Margo Mulyo) mulai mereka bangun. Kemudian disusul kompleks pemakaman Eropa di timur Pasar Gedhe.

Memasuki 1770-an, benteng direnovasi menjadi bangunan permanen untuk pemukiman Eropa. Setelah itu, bangunan-bangunan lain mengikuti. Mulai dari pembangunan Protestansche Kerk (sekarang GPIB Margo Mulyo) untuk mengakomodir jemaat protestan Eropa; pembangunan Loji Setan (Gedung DPRD DIY) bagi anggota tarekat mason, gedung societeit yang sekarang menjadi TBY, serta sejumlah gudang dan kantor administratif lainnya.

Pertokoan di Jalan Malioboro mulai berdiri

Selama kurun 1870-1920-an, sejumlah fasilitas dibangun lagi di kawasan ini guna menunjang perekonomian Yogyakarta.

Iklan

Mulai dari Stasiun Tugu (1887) dengan jalur rel kereta api yang membentang dari barat ke timur melintasi kawasan Malioboro, De Javasche Bank Kantor Cabang Yogyakarta (sekarang Bank Indonesia), Post Telegraaf en Telefoon Kantoor atau PTT (sekarang Kantor Pos Besar Yogyakarta), Kantor Asisten Residen (sekarang menjadi markas Korem 072 Pamungkas), Pegadaian Ngupasan, gedung perkantoran NILLMij (sekarang menjadi gedung Bank BNI ’46), dan lain sebagainya.

Jalanan yang awalnya relatif sepi, dengan pepohonan tumbuh di kanan kirinya, mulai menjadi pusat perekonomian yang penting. Pasar Gedhe, bahkan jadi sangat ramai dan menarik para pengusaha dan pedagang Tionghoa untuk membuka warung serta toko-toko dekat pasar. 

Toko-toko ini juga mulai tumbuh dan meluas hingga ke Tugu, Pasar Kranggan, hingga ke sebelah selatan rel kereta api di wilayah Kota Yogyakarta. Mereka menjual makanan, tembakau, bunga, kain, sepatu, opium, hingga membuka jasa-jasa seperti barbershop, mebel, jahit, dan sebagainya.

Kala itu, toko-toko orang Eropa banyak terdapat di ruas Malioboro. Sedang ruko-ruko Tionghoa banyak terdapat di ruas Patjinan (Jalan Margo Mulyo). Selebihnya, baik toko Jepang, India, maupun Pribumi tersebar di sepanjang ruas Toegoe Weg (Jalan Margo Utomo) hingga Patjinan–berada di antara toko-toko Eropa dan Tionghoa.

Namun, untuk menemukan apa toko pertama di Malioboro sampai saat ini saya belum menemukan bukti kuat.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Jejak Klub Sosial Anak Muda di Jogja yang Menginspirasi Pembentukan Boedi Oetomo

Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News

 

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2023 oleh

Tags: Jogjamalioborotoko pertama di malioboro
Ahmad Effendi

Ahmad Effendi

Reporter Mojok.co

Artikel Terkait

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO
Esai

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UMP Jogja bikin miris, mending kerja di Jakarta. MOJOK.CO
Ragam

Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal

17 Desember 2025
Berantas topeng monyet. MOJOK.CO
Liputan

Nasib Monyet Ekor Panjang yang Terancam Punah tapi Tak Ada Payung Hukum yang Melindunginya

15 Desember 2025
Peringatan Hari Monyet Ekor Panjang Sedunia di Jogja. MOJOK.CO
Bidikan

Pilu di Balik Atraksi Topeng Monyet Ekor Panjang, Hari-hari Diburu, Disiksa, hingga Terancam Punah

15 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Pasar Petamburan di Jakarta Barat jadi siksu perjuangan gen Z lulusan SMA. MOJOK.CO

Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah

19 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas

20 Desember 2025
Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025
Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
UGM.MOJOK.CO

UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

18 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.