MOJOK.CO – Koran tertua di Yogyakarta ternyata bukanlah Kedaulatan Rakyat yang tahun ini berusia 78 tahun. Namun, sebuah koran yang berdiri 146 tahun yang lalu.
Masyarakat Yogyakarta mungkin sudah sangat akrab dengan koran Kedaulatan Rakyat. Surat kabar yang pertama kali terbit 40 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini boleh dibilang jadi koran paling legend di kota gudeg. Bahkan statusnya kini adalah koran paling tua di Indonesia yang masih hidup.
Bagaimana tidak, surat kabar ini punya peran penting sepanjang masa revolusi fisik (1945-1949). Dalam situasi perang, Kedaulatan Rakyat jadi media terdepan dalam memberitakan situasi, kondisi, dan keadaan yang sedang terjadi di Yogyakarta.Â
Editorialnya juga cukup ampuh untuk mempropaganda semangat pejuang dalam usahanya melawan Belanda.
Tak hanya itu, seiring perkembangan waktu, ia juga menjelma sebagai perantara masyarakat dengan pemerintah dalam penyampaian aspirasi dan pendapat–selain sebagai sarana penyiaran dan penyebaran informasi. Kedaulatan Rakyat pun menjadi andalan bagi masyarakat Yogyakarta.
Namun, jika berbicara surat kabar di Yogyakarta, tahukah kalian koran apa yang pertama kali ada di kota ini?
Surat kabar terbit perdana satu setengah abad lalu
Berdasarkan penelusuran saya, surat kabar pertama di Yogyakarta bernama “Mataram” yang terbit perdana pada 15 Januari 1877. Hal ini bisa ditelusuri dari laporan Bataviaasch handelsblad edisi 20 Januari 1877 yang memberitakan soal launching surat kabar Mataram.
Saat itu, sebagaimana surat kabar di kota lain yang sudah eksis lebih dulu, Mataram menggunakan bahasa Belanda dalam tulisan-tulisannya. Namun, terlepas dari hal tersebut, secara penamaan sebenarnya surat kabar ini cukup unik.
Sebagai informasi, kala itu pemberian nama surat kabar menyesuaikan dengan lingkup sirkulasinya. Surat kabarnya pun namanya menggunakan dengan bahasa Belanda.
Misalnya, di Batavia ada Bataviasche koloniale courant, surat kabar tertua di Hindia Belanda yang terbit pertama pada 1810. Selain itu, ada juga Preanger Bode di Bandung atau Deli courant di Medan. Sementara alih-alih pakai nama, misalnya, “Djocjakarta courant” atau “Djocjakarta nieuwsblad”, surat kabar ini justru memilih nama Mataram.
Pemimpin redaksi pertama Koran Mataram adalah jurnalis berkebangsaan Belanda W. Halkena. Koran Mataram sendiri dibentuk karena semakin banyaknya populasi orang Belanda di wilayah vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta).
Isi pemberitaan Koran Mataram
Dalam halaman editorial pada terbitan perdananya, Mataram menyebut mulainya era baru di wilayah Yogyakarta. Yogyakarta yang selama ini hanya muncul di kolom kecil surat kabar Batavia, Semarang, maupun Surabaya, akan mendapat porsi pemberitaan yang cukup besar.
Koran ini pun juga menyampaikan bahwa mereka akan terbit dua kali dalam sepekan. Halkena, sang Pemred, juga menegaskan bahwa pihaknya ingin membuka semua kolom tanpa perbedaan apa pun, untuk membahas semua hal terkait kepentingan publik, bermanfaat, dan perlu.
Ia juga menegaskan kalau Mataram akan menahan diri untuk tidak membahas hal-hal yang bersifat pribadi.Â
Dua tahun setelah terbitnya Mataram, jurnalis Belanda MH Buning kemudian menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa. Koran ini bernama Darmowarsito, yang menjadi surat kabar berbahasa Jawa pertama di Yogyakarta.Salah satu alasan dibentuknya koran berbahasa Jawa karena bahasa Melayu belum terlalu umum di Yogyakarta. Darmowarsito sendiri mulai terbit perdana pada April 1879 dengan biaya langganan 12 gulden per tahun.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Kisah Loper Koran, Terus Bertahan Demi Sesuap Nasi Meski Sepi Pembeli
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News