MOJOK.CO – Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta India mencontoh Indonesia dalam membangun toleransi dan moderasi beragama.
Konflik sektarian horizontal yang melibatkan dua kelompok umat beragama, Islam dan Hindu, di India pasca Pengesahan Amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan India pada Desember lalu mendapatkan banyak perhatian dari dunia internasional. UU tersebut memang kontroversial dan oleh banyak pihak dianggap mendiskrimasi warga Muslim
Per akhir Februari kemarin, jumlah korban tewas akibat kerusahan dan bentrokan sudah mencapai 27 orang. Jumlah korban yang mengalami luka-luka pun sudah mencapai ratusan. Jumlah tersebut berpotensi masih akan terus bertambah mengingat kerusuhan masih terus terjadi di beberapa titik.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar pun tentu ikut bersuara.
Menteri Agama Fachrul Razi beberapa waktu yang lewat mengaku prihatin dan mengecam keras terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi di India. Dirinya meminta kepada segenap pemeluk agama di Indonesia tidak merusak nilai-nilai kemanusiaan dan sejauh mungkin menghindari kekerasan.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta India untuk bisa mencontoh Indonesia.
“Kita menginginkan agar India bersikap seperti kita Indonesia yaitu membangun toleransi, moderasi di dalam beragama. Sebagai negara yang sama-sama majemuk, saya harap India itu seperti yang kita lakukan,” terang Ma’ruf Amin di Kantor Wakil Presiden pada 4 Maret yang lalu.
Lebih lanjut, Ma’ruf Amin juga meminta kepada seluruh pemeluk agama di dunia bisa bersikap moderat. Menurutnya, itu adalah cara terbaik untuk bisa meredam konflik-konflik utamanya yang berbasis agama.
“Tak hanya bisa rukun tapi bisa merukunkan konflik-konflik di dunia yang terjadi. Saya kira itu konsep kita. Kita ingin negara lain seperti Indonesia lah,” terang Ma’ruf Amin.
Pernyataan Ma’ruf Amin tersebut dianggap cukup ironi, mengingat di Indonesia sendiri, angka kekerasan berbasis agama sebenarnya juga masih sangat tinggi.
Koordinator KontraS, Yati Andriyani, akhir tahun lalu sempat mengatakan bahwa pihaknya banyak menerima dan menelusuri laporan soal kekerasan atas nama agama selama lima tahun terakhir.
“Dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, kami menemukan bahwa angka kekerasan yang mengatasnamakan agama masih tinggi,” terang Yati dalam laporan resmi yang dirilis oleh KontraS.
KontraS pun merinci mayoritas pelaku kekerasan dilakukan oleh sesama masyarakat sipil (163 kasus), kemudian Pemerintah (177 kasus), Ormas (148 kasus), dan Polisi (92 kasus).
Yah, negara kita memang punya kemampuan yang baik untuk melihat jauh ke depan dan ke luar, tapi sering tidak melihat jauh ke dalam.