MOJOK.CO – Pengumpulan data statistik dilakukan door to door selama ini. Petugas mengumpulkan data ke lapangan dari rumah ke rumah atau dari satu perusahaan lain. Cara ini dinilai tak efektif di era digitalisasi informasi saat ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk memanfaatkan big data dalam rangka pencapaian pembangunan nasional yang didesain lebih inklusif untuk kesejahteraan masyarakat.
“Big data menyediakan data statistik yang lebih cepat dan lebih detail, tetapi yang lebih penting adalah melakukan analisa dari big data tersebut yang merupakan kebutuhan bagi bisnis di era digital saat ini,” papar Airlangga secara virtual dalam “7th International Conference on Big Data and Data Science for Official Statistics” di Yogyakarta, Senin (07/11/2022).
Oleh karena itu, Airlangga meminta BPS berperan mendukung pemerintah dalam menyediakan indikator strategis yang dapat digunakan untuk melihat berbagai fenomena dan gejolak sosial-ekonomi Indonesia. Selain data PDB dan inflasi, BPS juga merilis data secara bulanan yakni data ekspor, impor, dan tingkat penghunian perhotelan dan lainnya.
BPS sebagai instansi penyedia data harus bertugas secara independen. Dengan demikan data yang dihasilkan dapat digunakan oleh pemangku kepentingan untuk menghasilkan kebijakan yang tepat sasaran.
“BPS diharapkan dapat meningkatkan frekuensi kecepatan waktu rilis data, menyediakan estimasi hingga wilayah yang lebih kecil, mengurangi efek dari non-response, serta mampu menyediakan informasi sebagai pembanding,” paparnya.
Sementara Deputi Metodologi dan Informasi Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Imam Machdi mengungkapkan pertemuan bersama 98 delegasi dari sekitar 40 negara dilakukan untuk pengoptimalan Big Data di berbagai sektor. Sebab belum semua negara memanfaatkan konsep Big Data secara optimal.
“Terlebih big data masih terbilang sebagai teknologi baru. Terutama dalam menghasilkan data statistik yang komprehensif,” ungkapnya.
Imam menambahkan, salah satu sumber data yang bisa diakses saat ini adalah internet. Dalam konteks kecepatan, sumber ini sangatlah membantu pengumpulan data.
Namun di sisi lain ada potensi informasi palsu atau hoax. Karenanya upaya mengantisipasi hoaks menjadi peran semua pijak, tidak hanya pemerintah namun juga masyarakat.
BPS saat ini memanfaatkan kemajuan teknologi Big Data. Salah satunya untuk memantau pergerakan wisatawan. Caranya dengan memanfaatkan keberadaan gawai di setiap lokasi wisata.
Penggunaan teknologi tersebut membuat BPS hanya membutuhkan waktu 2 bulan untuk mengumpulkan data. Padahal sebelumnya dengan metode konvensional membutuhkan waktu 6 bulan.
“Sekarang menggunakan mobile positioning data dengan memanfaatkan pergerakan mobile phone. Bisa tahu berapa lama kunjungan, lalu terpusat dimana. Data bisa dimanfaatkan pada mengambil keputusan kebijakan pemerintah,” jelasnya.
Deputy Stastistician General, South Africa and acting chair of UNCEBD Ashwell Jenneker menambahkan, pemanfaatan Big Data di negaranya optimal dalam penanganan COVID-19. Negara tersebut dapat memetakan zona hijau hingga merah penulaan COVID-19 di seluruh wilayah Afrika Selatan.
“Strategi yang digunakan adalah pemanfaatan keberadaan gawai. Sama halnya Indonesia dengan teknik mobile positioning data. Sehingga mampu mendeteksi pergerakan manusia secara faktual,” imbuhnya.