MOJOK.CO – Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X akhirnya angkat bicara terkait penangkapan mantan Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menilai penangkapan tersebut jadi pintu masuk penyelidikan selanjutnya.
“Tanggapan saya ya dihadapi saja proses hukumnya kalau memang melakukan [korupsi]. Jadi apapun yang dilakukan KPK ya proses hukum dihadapi saja,” tandasnya menyikapi Haryadi Suyuti yang terjerat dugaan suap Apartemen Royal Kedhaton. Kasus tersebut membuktikan Haryadi melanggar komitmennya sendiri.
Haryadi disebut telah menandatangani pakta integritas antikorupsi. Padahal Kota Yogyakarta sudah menerapkan zona integritas di lingkungan pemerintahan sejak dirinya dilantik sebagai Walikota Yogyakarta periode pertama pada 2012 silam.
“Karena Mas Haryadi [suyuti] sendiri melanggar janjinya sendiri, kan juga menandatangani pakta integritas antikorupsi,” papar Sultan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Senin (06/06/2022) sore.
Sultan mempertanyakan Haryadi masih saja menggunakan rumah dinas Walikota dalam pertemuan dengan tersangka lainnya saat ditangkap tangan oleh KPK. Padahal jelas-jelas dia sudah tidak lagi menjabat sebagai Walikota Yogyakarta pada 22 Mei 2022 lalu. Apalagi dalam kasus tersebut terjadi transaksi suap dengan barang bukti sekitar 27.258 dolar Amerika Serikat yang dikemas dalam tas goodie bag diterima Haryadi melalui ajudannya.
“Hanya masalahnya kan beliau [Haryadi Suyuti] sudah pensiun [dari walikota], kenapa pertemuan [saat tangkap tangan] ada di rumah dinas walikota, yang sebenarnya kan beliau [seharusnya] sudah tidak ada di situ. Tapi ini kan masalah teknis ya,” ungkapnya.
Atas perbuatan Haryadi dan sejumlah kepala dinas yang ikut diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, Sri Sultan mempersilahkan KPK dan penegak hukum lainnya melanjutkan proses hukum.
Namun, hingga kini Sri Sultan belum mengetahui secara detail kasus yang dihadapi Haryadi dalam dugaan kasus suap izin pembangunan apartemen Royal Kedaton di Yogyakarta di Jalan Kemetiran Lor, Kelurahan Pringgokusuman Kecamatan Gedongtengen atau sekitar 500 meter di barat Jalan Malioboro Yogyakarta.Â
Dalam kasus tersebut, Haryadi menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk lahan apartemen setinggi 40 meter dengan 14 lantai. Diduga suap yang diterima oleh Haryadi Suyuti bersama dua kepala dinas (kadinas) yag dibawa KPK ke Jakarta, yakni Kadinas Pekerjaan Umum (PU), Muh Nur Faiq dan Kadinas Penanaman Modal dan Perijinan, Nur Widhi.
Dalam kasus tersebut, tujuh orang ikut ditangkap KPK. Sebut saja TBY, Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Suyuti, NH, staf pada Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta, MNF, staf pada Dinas PUPR Pemkot Yogyakarta ON, Vice President Real Estate PT SA Tbk, DD Manager Perizinan PT SA Tbk, AK Head Of Finance PT SA Tbk serta SW yang merupakan Direktur PT GS.
Terkait rencana pembangunan pembangunan apartemen yang menyalahi aturan kawasan Malioboro sebagai cagar budaya, Sri Sultan belum mengetahui detail kasus tersebut. Namun bila benar IMB diterbitkan, Sri Sultan mempertanyakan tindakan Haryadi yang kemungkinan tidak melaporkannya kepada Balai Arkeologi Yogyakarta ataupun Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY.
Untuk itu penangkapan Haryadi diharapkan Sri Sultan menjadi pintu masuk untuk penyelidikan selanjutnya. Apalagi ada sejumlah kepala dinas yang diduga ikut bermain dalam kasus korupsi tersebut.
Sri Sultan pun meminta penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta, Sumadi untuk mengkaji IMB lainnya. Sehingag kedepan tidak akan lagi terjadi penyalahgunaan wewenang di Pemkot Yogyakarta.
“Dengan kantor [walikota] ditutup dan sebagainya, [KPK] membawa surat lain, perijinan dan lainnya itu, apa itu hanya salah satu untuk masuk [penyelidikan selanjutnya], apa saja yang terjadi,” ungkapnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono