MOJOK.CO – Jogja tidak pernah kekurangan kedai dan warung kopi. Ada yang memberikan predikat “Kota Seribu Kedai Kopi”. Sebab terdapat banyak sekali pilihan, baik dari segi harga maupun fasilitas.
Pada 2022 lalu, Komunitas Kopi Nusantara mencatat ada 3.000 lebih warung kopi dengan beragam konsep di Jogja. Selama pandemi yang mendera beberapa tahun belakangan, mereka mencatat ada peningkatan jumlah yang signifikan.
Menariknya, perkiraan perputaran uang dalam bisnis perkopian di DIY mencapai lebih dari Rp360 miliar per tahun. Bisnis ini tumbuh, salah satunya berkat banyaknya kalangan pelajar hingga wisatawan meramaikan wilayah Jogja.
Di antara banyaknya jumlah warung kopi, sebagian masih bisa dinikmati dengan harga yang relatif terjangkau. Kali ini Mojok akan memberikan rekomendasi warung kopi yang murah sekaligus punya beberapa keunikan.
#1 Mato Kopi
Mato kopi terbilang tongkrongan yang cukup legendaris di Jogja. Warung ini menyediakan berbagai menu kopi yang terjangkau, mulai dari Rp6 ribu saja sudah bisa mendapatkan secangkir minuman yang hangat, pekat, sekaligus nikmat. Selain itu ada juga beragam menu kudapan hingga makanan berat.
Pemilik Mato Kopi, Hanafi Baedhowi bercerita kalau warung ini sudah ia rintis sejak masih menjadi mahasiswa di UIN Jogja. Tepatnya pada 2005 silam dan bermula dari kios kecil di Sleman.
“Dulu awal buka itu sampai diusir-usir tetangga karena ramai. Mato Kopi awalnya hanya kopi hitam, beberapa minuman sachet, dan mie instan,” kenangnya.
Mato Kopi terkenal dengan areanya yang luas, terdiri dari deretan kursi maupun tempat lesehan. Terdapat pula jaringan WiFi sehingga pelanggan betah berlama-lama di sini. Bahkan, sering terlihat pelanggan yang datang untuk beristirahat hingga terlelap.
“Memang kaya gitu di warung saya itu. Mungkin nyaman ya. Harga saya rasa sama lah dengan yang lain juga. Tapi saya lebih senang kalau buat nyaman,” kata sosok yang akrab disapa Cak Hanafi. Saat ini warung ini memiliki cabang di Selokan Mataram, Maguwoharjo, Condongcatur, dan Kaliurang.
#2 Secangkir Jawa
Warung Secangkir Jawa memiliki dua cabang di Sorowajan, Bantul dan Maguwoharjo, Sleman. Konsepnya mirip dengan mato baik dari segi menu, fasilitas, hingga pelayanan.
Bukannya meniru, kedua warung kopi ini memang punya pemilik yang sama. Jika berkunjung ke Secangkir Jawa, pelanggan bakalan mendapati pelayan yang kental dengan aksen Madura. Di sini juga kalian bisa menjumpai pelanggan yang singgah untuk beristirahat.
#3 Blandongan
Blandongan terletak di Jalan Sorowajan, Bantul. Warung ini berdiri sejak 2000. Pendirinya adalah sosok kelahiran Gresik bernama Nasrudin, banyak orang menyapanya Cak Badrun.
Warung ini juga identik dengan harga terjangkau. Konon, Blandongan merupakan pionir kopi pekat dengan penyajian menggunakan cangkir. Badrun bercerita kalau karakter warung ini terpinspirasi dari budaya ngopi di kampung halamannya.
“Kopi yang kusajikan di Warung Kopi Blandongan ini sebetulnya bentuk kopi rumahan di rumahku. Kopi tempat di rumahku tak bawa ke sini,” kata Cak Badrun kepada Mojok.
#4 Basa-basi
Basa-basi merupakan warung milik sosok penguasaha bernama Edi Mulyono. Cabang Basa-basi sudah tersebar di berbagai titik dekat kampus-kampus besar di Jogja.
Sebenarnya, warung ini punya sajian dengan harga dan karakter yang mirip seperti beberapa warung pada pembahasan sebelumnya. Basa-basi juga menawarkan ruang yang lapang serta jaringan WiFi yang membuat nyaman pelanggan.
Menariknya, warung kopi ini kerap mengadakan agenda-agenda seperti diskusi hingga salawat. Di samping area kasir juga terdapat perpustakaan dengan beragam koleksi buku yang bisa dibaca para pelanggan.
#5 Kopi Lemah Abang
Kopi Lemah Abang terletak agak jauh dari keramaian kota, tepatnya di Gedongan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Lokasinya menawarkan panorama persawahan dan perbukitan yang memanjakan mata.
Salah satu menu andalannya adalah kopi luwak robusta dan arabika. Selain itu juga terdapat beragam masakan khas Jogja seperti mangut lele.
Satu hal yang unik, warung ini tidak menggunakan aliran listrik dari PLN. Pemilik Kopi Lemah Abang, Nining Sugiatmini bercerita kalau ia menggunakan tenaga surya berdaya 1300 watt agar ramah lingkungan.
Penulis: Hammam Izzudin
Editor: Purnawan Setyo Adi