MOJOK.CO – FPI mengaku tak perlu perpanjang SKT Ormas, nggak ada gunanya. Bahkan “malas,” katanya. Ngabalin ingatkan kalau FPI tak tinggal di gurun pasir.
Front Pembela Islam (FPI) mengaku santai saja menanggapi surat keterangan terdaftar (SKT) ormas yang belum beres. Ketua Tim Bantuan Hukum FPI, Sugito Atmo Prawiro, bahkan merasa tidak masalah jika SKT tidak juga keluar.
“Jadi kalau SKT tidak keluar ya nggak apa-apa, organisasi tetap jalan. Selama tidak melanggar hukum nggak ada masalah,” kata Sugito.
Salah satu alasan kenapa merasa selo dengan SKT yang tak juga diperpanjang adalah karena ormas yang dikomando oleh Habib Rizieq Shihab ini merasa tidak ada gunanya menjadi organisasi yang diakui oleh pemerintah. Buat apaan juga sih?
Apalagi, FPI merasa sudah punya iktikad baik untuk memperpanjang SKT, meski masih enggan untuk melakukan beberapa revisi. Beberapa hal yang menurut Mendagri, Tito Karnavian, agak bermasalah adalah mengenai AD/ART.
Di dalam AD/ART ormas FPI, terdapat pasal-pasal mengenai khilafah Islamiyah. Menurut Tito, hal ini perlu direvisi kalau tetap mau mendapatkan SKT dari Kemendagri. Namun, sepertina FPI tetap kukuh tak ingin mengubah isi di dalam AD/ART-nya.
“Selama ini tetap seperti yang kemarin, yang jelas kita tetap sebagai ormas. Tapi karena kita sudah punya iktikad baik, rupanya sudah tidak keluar SKT-nya ya sudah. Yang penting kita sudah punya kemauan untuk melengkapi dokumen yang terkai dengan SKT,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketum FPI sempat mengaku malas memperpanjang SKT karena merasa surat keterangan seperti itu tak begitu signifikan.
“FPI tidak perlu memperpanjang rekomendasi, bahkan malas memperpanjang rekomendasi. Toh, nggak ada gunanya,” kata Ahmad Sobri, Ketum FPI.
Mendengar pernyataan “malas” dari FPI tersebut, Ali Mochtar Ngabali menegur FPI untuk tetap mengikuti aturan main ormas di Indonesia.
“Ya terserah dia. Dia mau hidup, ya tidak, ya terserah dia. Yang penting negeri ini ada aturannya. Bukan hukum rimba. Ada sejumlah regulasi-regulasi yang mengatur tentang ormas, perkempulan, dan lain-lain. Kalau tidak peduli, kalimat ap aitu yang dipakai, ente tinggal di gurun pasir atau tinggal di mana,” kata Ngabalin, Tenaga Ahli Utama KSP.
“Republik ini kan namanya negara. Pengurus pusatnya namanya pemerintah. Ketua umumnya Jokowi. Kalau ente nggak mau diurus pemerintah dengan persyaratan-persyaratan negara, artinya rakyat Indonesia bisa memberikan penilaian,” tegas Ngabalin.
Bahkan Ngabalin juga menyindir salah satu ormas Islam yang cukup keras kepada Jokowi ini bahwa mereka tinggal di Indonesia, bukan di negara lain.
“Ente nggak tinggal di gurun pasir, Bung! Ente tinggal di satu wilayah yang punya komunikasi, punya hubungan sosial dengan masyarakat yang lain. Jangan begitu dong,” tambah Ngabalin.
Ngabalin bahkan mengingatkan agar FPI tetap menghormati negara Indonesia. Jangan karena pemerintah sekarang dipimpin oleh pihak yang tidak didukung saat Pilpres 2019 kemarin lalu jadi mengabaikan aturan-aturan yang berlaku.
“Iyalah. Kalau tinggal di republik ini. Kecuali tinggal di Lebanon atau di Yaman atau tinggal di mana. Ini kan Republik Indonesia. Aturannya, aturan Indonesia. Gitu dong. Masa sih belum move on. Move on. Sudah selesai,” kata Ngabalin.
Mungkin FPI sebenarnya tidak malas Pak Ngabalin, tapi memang sedang mempraktikkan pepatah fardhu kifayah di seberang lautan tampak, fardhu ain di pelupuk mata tak tampak. (D/F)
BACA JUGA 3 Kemungkinan Arab Saudi Butuh Mencekal Habib Rizieq atau tulisan rubrik KILAS lainnya.