MOJOK.CO– Ekonom DIY, Edy Suandi Hamid menyatakan, stempel DIY sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi sebenarnya sudah terjadi bertahun-tahun lamanya. Ia curiga ada politisasi soal tingkat kemiskinan ini.
“Stempel Jogja persentase kemiskinan tingginya kan sudah puluhan tahun. Kok sekarang ramai, khawatir saya dipolitisasi, saya sebagai ekonom tahu,” ujar Edy di Yogyakarta, Senin (23/01/2023).
Berdasarkan data BPS, jumlah warga miskin di DIY mencapai 463.630 jiwa atau 11,494 persen. Angka tersebut dari hitungan quarter per quarter atau tiga bulan. Pada Maret 2022, angka penduduk miskin di DIY sebesar 11,34 persen atau sebanyak 454,76 ribu orang. Angka ini naik menjadi 11,49 persen atau ada sebanyak 463,63 ribu orang pada tahun ini.
Menurut mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut, adanya data tersebut tidak lantas menjadikan DIY sebagai provinsi termiskin di Jawa. Namun, provinsi ini memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi.
Sebab indikator kemiskinan seharusnya juga berasal dari hitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari usia harapan hidup, angka kebahagiaan, angka harapan rata-rata lama sekolah, dan indeks kesejahteraan. Pada 2022 lalu, IPM DIY mencapai 80,64 persen atau nomor dua setelah DKI Jakarta di Indonesia
“Itu data statistik, jadi itu persentase penduduk miskinnya terbanyak, jadi bukan provinsi termiskin (di Jawa). Pendapatan per kapitanya pun menunjukkan ada kenaikan. Jadi ini adalah masalah ukuran, tapi, apapun itu ukuran data BPS. Kita harus berjuang menurunkan angka kemiskinan itu,” tandasnya.
Anggota Parampara Praja atau Dewan Pertimbangan Pemda DIY itu berharap, daripada mempersoalkan predikat miskin, melakukan upaya pengentasan kemiskinan lebih mendesak. Karena, masalah tingginya persentase warga miskin di kota ini sudah bertahun-tahun tanpa solusi untuk menyelesaikannya.
Semua pihak harus menguatkan kerjasama untuk menurunkan persentase jumlah warga miskin di DIY. Berbagai upaya yang terukur dan terstruktur dari masing-masing kabupaten harus dilakukan untuk mengatasi kemiskinan.
Penting peran perguruan tinggi
Namun, persoalan itu tidak bisa diserahkan pada penduduk miskin sendiri atau pun pemerintah saja karena jadi tanggungjawab bersama. Sangat perlu, peran serta perguruan tinggi (PT) untuk terjun mendampingi desa-desa dan penduduk miskin.
“Kan tidak banyak, hanya setengah juta (penduduk miskin DIY). Masak puluhan tahun tidak hilang (kemiskinan),” ungkapnya.
Butuf penanganan yang fokut untuk mengatasi kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo dan Gunungkidul yang tingkat kemiskinannya tertinggi dari lima kabupaten/kota di DIY. “Perguruan tinggi punya peran besar. Salah satunya lewat Kuliah Kerja Nyata,” lanjut Rektor Universitas Widya Mataram tersebut.
Kampus bisa mendampingi, mendukung, dan mengedukasi masyarakat miskin. Hal itu penting karena sebenarnya dana bantuan pengentasan kemiskinan bagi warga miskin dari pemerintah cukup banyak. Namun, masih sulit mengatasi persoalan kemiskinan di level masyarakat
“Perlu kita kaji kenapa masalah kemiskinan masih saja ada. Mari kita pecahkan dan apakah masyarakat justru manja karena mau mendapatkan (bantuan) terus, ini kan masih dugaan. Perlu kajian, kami ajak kampus untuk mari sama-sama memecahkan kemiskinan di DIY supaya stempel penduduk miskin di DIY tidak ada lagi,” paparnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Miskin tapi Hidup Bahagia, Pemda DIY dan Masyarakat Jangan Terlena dan artikel menarik lainnya di rubrik Kilas.Â