MOJOK.CO – Bos First Resources, Ciliandra Fangiono, didaulat sebagai orang terkaya termuda di Indonesia versi Forbes. Pengusaha 46 tahun, yang menjalankan bisnis di sektor kelapa sawit dan kimia oleo ini, memiliki kekayaan mencapai 2,2 miliar dolar AS atau setara Rp34,41 triliun. Bagaimana rekam jejaknya di dunia bisnis?
Melansir Forbes, Ciliandra menempati posisi 20 orang terkaya dalam daftar bertajuk “2022 Indonesia’s 50 Richest” tersebut. Ia naik empat peringkat dari tahun sebelumnya, yang mana saat itu nilai kekayaannya mencapai 1,83 miliar dolar AS.
Pria yang mendapat julukan sebagai “Crazy Rich Indonesia” ini menjabat sebagai CEO First Resources. Bersama keluarganya, Ciliandra memegang saham mayoritas di perusahaan yang didirikan oleh ayahnya, Martias, pada 1992 silam ini.
First Resources sendiri merupakan salah satu perusahaan kelapa sawit yang saat ini beroperasi di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Pada akhir tahun 2013, perusahaan perkebunan ini tercatat telah memiliki luas areal 170.596 hektare, yang terdiri atas kebun inti 148.727 hektar dan plasma 21.869 hektar, serta mengoperasikan 12 pabrik kelapa sawit di Indonesia.
Mengutip laman resmi perusahaan, kegiatan utama First Resource yakni memproduksi tandan buah segar, kemudian memposesnya menjadi minyak mentah kelapa sawit (CPO) dan inti sawit untuk penjualan lokal dan ekspor.
Tak hanya perkebunan dan pabrik kelapa sawit, First Resources, melalui pabrik penyulingan, juga memproduksi crude palm oil (CPO) dan inti sawit menjadi produk berbasis kelapa sawit. Sebut saja biodiesel, minyak inti sawit, bleached and deodorzed olein, dan RBD stearin. Dari hasil produksi inilah, kekayaan Ciliandra terkumpul.
Sementara itu, sebelum bergabung dengan bisnis keluarga, Ciliandra bekerja di divisi perbankan investasi Merrill Lynch di Singapura, selama beberapa tahun. Setelah menamatkan karirnya di negeri singa tersebut, ia masuk ke First Resources.
Berbekal pengetahuan soal merger, akuisisi, dan pengetahuan bisnis umum, baik di sekolah maupun tempat kerjanya, ia berhasil tampil cemerlang di First Resources. Hingga akhirnya pada 2007, ia sudah dipercaya duduk di jajaran dewan direksi perusahaan. Selama duduk di posisi itu, ia berhasil memainkan peranan kunci dalam memetakan arah dan strategi bisnis perusahaan.
Di bawah komandonya juga, perusahaan berhasil memperluas aset. Lahan perkebunan yang tadinya hanya seluas 146 ribu hektare berhasil meningkat jadi 247 ribu hektare. Selama masa kepemimpinannya juga, dia berhasil membangun Ciliandra Perkasa. Perusahaan itu fokus di sektor pengilangan dan produksi minyak sawit.
Kendati punya karir cemerlang, Ciliandra Fangiono melalui korporasi Ciliandra Perkasa juga punya rekam jejak yang problematis. Di samping konflik lahan dengan masyarakat adat, yang menjadi perhatian lain tentunya terkait luas lahan perkebunan sawit miliknya.
Menurut laporan Mongabay, Ciliandra Perkasa banyak “mencaplok” wilayah hutan yang sebenarnya bukan termasuk areal hak guna usaha (HGU) mereka. Misalnya, di wilayah Kampar, Riau, menurut temuan tersebut diketahui bahwa banyak mess perusahaan berdiri di areal hutan konversi. Parahnya lagi, sawit-sawit yang ditanam dan panen, juga berada di kawasan hutan.
Area HGU Ciliandra Perkasa, yang seluas 3.787 hektar, sebenarnya terindikasi beririsan cuma sekitar 54 hektar dengan kawasan hutan di Kampar. Hasil intepretasi citra satelit terhadap penampakan tutupan sawit di sekitar “kebun resmi” perusahaan mengindikasikan, Ciliandra telah membangun perkebunan di luar HGU.
Atas polemik itu juga lah, yang membuat sejumlah mahasiswa dan aktivis lingkungan di Riau pada September lalu menuntut agar perusahaan ini diperiksa, karena telah menanam sawit di kawasan hutan.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi