MOJOK.CO – Serangan siber dan upaya peretasan menjadi isu yang banyak dibicarakan beberapa waktu belakangan. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyebut sepanjang 2021 terjadi 1,6 miliar serangan siber di Indonesia.
Bentuk serangan siber yang terjadi cukup beragam. Namun didominasi oleh anomali traffic dengan dengan kategori terbanyak yakni malware.
“Seiring dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, spektrum ancaman semakin luas, karena itu Indonesia juga harus tanggap dan siap menghadapi perang siber,” kata Direktur Keamanan Siber dan Sandi Teknologi Informasi dan Komunikasi, Media, dan Transportasi, Deputi IV BSSN, Rinaldy, di Padang, Selasa (27/9/2022).
Menurut Rinaldy, selain malware, anomali yang terbanyak dialami adalah aktivitas trojan. Aktivitas pengumpulan informasi untuk mengetahui celah keamanan juga kerap dirasakan. Hal itu disampaikan dalam peluncuran Computer Security Incident Response Team (CSIRT) atau Tim Tanggap Insiden Siber Pemerintah Padang dengan nama Padang-CSIRT.
Anomali ini ia analogikan ibarat rumah di mana biasanya orang yang berlalu-lalang di depan hanya satu atau dua orang saja namun tiba-tiba lebih dari 10 orang yang lewat setiap saat.
“Yang tadinya sepi tiba-tiba sekarang jadi ramai sehingga perlu menjadi perhatian tim tanggap insiden siber” ujarnya.
Kemudian level berikutnya setelah anomali adalah serangan siber. Serangan ini menurutnya bisa diibaratkan bahwa dari sekian banyak yang hilir mudik di depan rumah ada yang bawa obeng hingga tang untuk mencoba mencongkel pintu rumah.
“Saat diserang kalau pintu rumah tidak kuat bisa masuk, namun kalau pakai pintu besi dan kuat penyerang tidak bisa masuk,” ujarnya.
Berikutnya tingkat yang paling tinggi adalah insiden yaitu penyerang sudah bisa masuk dan mengambil beberapa barang yang ada dalam rumah. Rinaldy menyampaikan serangan siber terus menjadi perhatian BSSN.
“Yang terus mengalami peningkatan adalah banyaknya serangan kebocoran data dilakukan oleh aktor pengancam yang mayoritas dilatarbelakangi motif untuk mendapatkan data milik pemerintah,” ujarnya.
Menurut dia, hal itu menjadi ancaman serius terhadap ruang siber yang bersifat teknis. Selain serangan siber yang bersifat teknis, menurutnya terdapat juga kemungkinan serangan siber yang bersifat sosial dengan salah satu target upaya mempengaruhi manusia melalui ruang siber yang erat kaitan dengan perang politik, perang informasi, perang psikologi,dan propaganda.
Ia menyampaikan dalam pidato kenegaraan, Presiden Jokowi telah berpesan Indonesia harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber, termasuk kejahatan penyalahgunaan data. Pada sisi lain melihat dalam membangun keamanan siber, dibutuhkan kombinasi tiga aspek yang saling terkait dan mendukung satu sama lain yaitu SDM, proses dan teknologi.
“SDM memegang peranan krusial dalam membangun keamanan siber, dengan melakukan upaya-upaya penguatan dari aspek proses dan teknologi,” ujarnya.
Sumber: Antara
Penulis: Hammam Izzudin