Barangkali karena krisis iklem global yang makin tak terkendali (emisi gas karbon dan lain-lain), iklim di berbagai belahan dunia pun menjadi tak menentu. Termasuk juga di Indonesia. Hujan-kemarau bisa tiba-tiba datang sebelum musimnya. Bisa lebih panjang pula dari seharusnya. Alhasil, banyak daerah di Indonesia rentan terkena risiko bencana, sehingga perlu siaga. Itulah yang dilakukan Kota Semarang: siaga bencana.
Kota Semarang tak mau lengah dengan potensi bencana
BMKG memprediksi puncak musim penghujan akan terjadi pada akhir 2025 hingga awal 2026, dengan potensi anomali cuaca yang semakin sulit diprediksi.
Oleh karenanya, Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng, mempersiapkan segala aspek agar Kota Semarang tak terimbas serius kondisi cuaca ekstrem seperti curah hujan tinggi yang menyebabkan banjir.
Belum lama ini Agustina membangun rumah pompa baru di Jalan Petudungan, Kecamatan Semarang Tengah sebagai salah satu mitigasi. Lalu pada Kamis (11/9/2025), ia mengukuhkan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kota Semarang periode 2025–2028 dalam apel gladi lapang kesiapsiagaan menghadapi musim penghujan.

Sarana hadapi hujan deras dan banjir di Kota Semarang
Demi menunjang kesiapsiagaan menghadapi potensi banjir, berbagai sarana prasarana disiagakan. Mulai dari armada penyelamatan, perahu karet, hingga tim medis dan logistik.
Agustina memimpin langsung kegiatan tersebut, yang diikuti oleh diikuti ratusan personel dari BPBD, TNI, Polri, relawan kebencanaan (Tagana, MDMC, LPBI, hingga komunitas pemuda peduli bencana), serta perwakilan organisasi masyarakat.
Hadir pula jajaran Forkopimda Kota Semarang, Kepala BPBD Provinsi Jawa Tengah, pimpinan perguruan tinggi di Semarang, hingga perwakilan organisasi sosial.

Fondasi tangguh bencana
Dalam apel pagi itu, BPBD Kota Semarang menurunkan 75 anggota dengan peralatan lengkap mulai dari truk, mobil ATV, perahu karet, hingga peralatan selam. TNI dan Polri, selain mengerahkan pasukan, juga menyiapkan armada SAR, truk rescue, serta unit Brimob.
Tidak hanya itu, Dinas Pemadam Kebakaran menyiagakan armada pemadam, Dinas Kesehatan menurunkan ambulans beserta tenaga medis. Sementara PMI Kota Semarang menghadirkan tim lengkap dengan perahu karet.
“Kebersamaan yang kita wujudkan pada pagi ini merupakan modal besar. Kita tidak boleh lengah, karena bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, maupun angin puting beliung bisa datang kapan saja,” ujar Agustina.
Dengan hadirnya FPRB, Agustina berharap akan lahir inovasi baru untuk memperkuat program-program seperti Kelurahan Tangguh Bencana (Katana) dan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
“Upaya ini adalah fondasi untuk membangun Semarang sebagai kota yang semakin tangguh bencana,” lanjutnya.
Simulasi penanganan bencana
Apel pagi itu tak sekadar seremoni penuh kata-kata. Tapi konkret dengan simulasi lapangan. Ratusan relawan kebencanaan tampak antusias mengikuti simulasi lapangan yang menampilkan skenario penanganan banjir, tanah longsor, serta evakuasi korban bencana.
“Simulasi lapangan ini bukan sekadar seremoni. Kita ingin memastikan seluruh armada, personel, dan sarana prasarana betul-betul siap digunakan saat kondisi darurat,” ujar Agustina.
“Latihan seperti ini penting untuk melatih koordinasi lintas instansi, sehingga ketika bencana terjadi, kita bisa bergerak cepat, tepat, dan terukur,” tegasnya.***(Adv)
BACA JUGA: Mengenal “Keluarga Cemara” Kota Semarang, Inovasi Tuntaskan Stunting atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan












