MOJOK.CO – Balasan untuk tulisan Iqbal Aji Daryono yang merasa Pandji Pragiwaksono tidak salah-salah amat soal FPI, NU, dan Muhammadiyah.
Pertama-tama saya harus menyampaikan disclaimer. Saya simpatisan Muhammadiyah yang kebetulan tinggal di Indonesia. Saya juga tidak pernah terlibat twitwar dengan Pandji Pragiwaksono (Ya mau gimana nggak pernah ditanggapi. Idih, sebel!).
Disclaimer ini penting saya utarakan agar pembaca sekalian tidak kaget kenapa saya kelewat semongkoo menanggapi paparan Mas Iqbal Aji Daryono. Kamu bisa baca paparan itu di sini.
Ada persoalan serius yang mesti ditanggapi dari paparan Mas Iqbal Aji Daryono. Saya pribadi sempat kaget kenapa eks supir truk ini nggak ikut-ikutan misuh sama Pandji Pragiwaksono.
Sebagai seleb-fesbuk semestinya beliau berada di garda terdepan menumpas segala kekeliruan. Mungkin obsesi mencari pandangan yang berbeda dengan harapan naskahnya masuk Mojok telah membuatnya mengaburkan persoalan.
Dalam paparannya, Mas Iqbal mempertanyakan kenapa sasaran tembak amukan warganet Muhammadiyah dan NU malah jatuh kepada Pandji Pragiwaksono dan bukan Pak Thamrin Amal Tomagola?
Pria kelahiran Bantul itu menulis bahwa semua orang telah mafhum peran dua ormas Islam terbesar itu di level akar rumput, dan semua sepakat bahwa tuduhan elitis itu ngawur.
Dirinya juga setuju bahwa Pak Thamrin Sosiolog UI itu keliru menilai Muhammadiyah dan NU tidak berbaur dengan masyarakat. Terus di mana letak kesalahan Pandji Pragiwaksono, hingga menurut saya pantas mendapat amukan netizen?
Ya, Anda betul! Letak kesalahannya adalah Pandji telah mengutip pendapat yang jelas-jelas keliru! Sekiranya Pandji hanya membicarakan FPI dan tidak terkesan menjatuhkan Muhammadiyah-NU, mungkin nggak akan mendapat serangan berlipat-lipat dari netizen.
Perkara banding-membandingkan kerja dan kontribusi bagi negeri ini emang persoalan yang agak-agak sensitif. Siapa-siapa yang mengangkat persoalan sensitif maka bersiap-siaplah mendapat teguran.
Teguran akan lebih keras lagi bila memunculkan persoalan sensitif yang ditopang dari data yang tidak tepat. Mas Iqbal mungkin akan berkilah, ‘Yowes kalau gitu tegur Pak Thamrin dong! Beliau ‘kan sumber pertama!’
Bukan seperti itu cara melihat persoalan ini, Mas Iqbal.
Begini, meskipun kutipan Pak Thamrin, namun sejatinya pandangan yang mengatakan bahwa Muhammadiyah dan NU terlalu elitis itu juga pandangan Pandji. Mas Iqbal mungkin akan protes keras, ‘Lha kenapa bisa begitu, kan Pandji Pragiwaksono cuman ngutip Pak Thamrin? Nggak hubungannya dong sama Pandji! Wong itu kutipan thok.’
Yaa… iya, Mas Iqbal.
Jangan terlalu polos, deh. Coba perhatikan dengan saksama omongan Pandji ini. Dalam paparannya, terdapat persetujuan tidak langsung antara penyataan Pak Thamrin dan bangunan argumen Pandji.
Pengutipan itu dilakukan untuk memperkuat hipotesis Pandji bahwa “betapa merakyatnya FPI” dan “elitisnya Muhammadiyah-NU”. Saya kira keliru bila dikatakan ini sama sekali bukan termasuk pandangan Pandji Pragiwaksono.
Kalau saya ngomong begitu langsung ke Mas Iqbal, mungkin blio akan tanya balik sambil merasa gusar, “Pondja-pandji-pondja-pandji terus, Pak Thamrin-nya mannaaaa??”
Begini, Mas Iqbal.
Orang yang pertama kali mengutarakan dan bikin ramai itu Pandji bukan Pak Thamrin. Publik juga belum mendengar atau membaca langsung paparan Pak Thamrin. Kita juga nggak tahu argumen utuh dari Pak Thamrin sampai memiliki kesimpulan yang terkesan menihilkan peran Muhammadiyah-NU di tengah masyarakat.
Makanya, saya heran aja gitu sama Mas Iqbal, letak salahnya di mana kalau Pandji jadi sasaran tembak?
Betul dengan fakta bahwa Pandji lebih populer dari Pak Thamrin. Mencatut nama Pandji Pragiwaksono memang menawarkan traffic yang cukup tinggi dan menjanjikan clicking money yang lumayan banyak. Beberapa media sudah pasti paham betul kesempatan emas ini.
Tapi sebenarnya, ini teguran bagus agar micro-seleb dan influencer kita tidak nebeng serta tidak menjadi “humas”-nya pandangan yang tidak menggambarkan realitas utuh di lapangan. Oleh karena itu, netizen yang menanggapi pernyataan Pandji Pragiwaksono itu sebenarnya tidak salah tembak, Mas Iqbal. Mereka ini justru tepat sasaran.
Pandji emang pantas mendapatkannya. Membuat dirinya sulit tidur dan kehilangan nafsu makan gegara persoalan ini mungkin harga yang sepadan.
Mengerikan sekali bila Pandji aman-aman saja lantaran berlindung di balik kesimpulan seorang pakar sosiologi. Sebab bukan kali ini saja penjaja nasionalis ini mengutarakan pernyataan yang dangkal, pembacaan data yang keliru, dan kesimpulan over-generalisir.
Nah, sekiranya moncong amukan dan buli dari netizen dialihkan pada Pak Thamrin, sebagaimana saran Mas Iqbal, saya pikir justru keadaan bakal semakin runyaaam dan ra mashoook.
“Haduh rusak negara ini. Pandangan pakar bukannya diuji tapi malah dibuli!”
BACA JUGA 777 Kesamaan Jonru Ginting dengan Iqbal Aji Daryono dan tulisan Ilham Ibrahim lainnya.