MOJOK.CO – Kita sibuk berdebat soal siapa yang punya privilege dan siapa yang tidak punya. Padahal aslinya kita semua punya dan bisa punya. Masalahnya, cuma hak itu mau dipake apa nggak, kan.
Tema privilege, privilese, alias hak istimewa kembali jadi polemik setelah Presiden Jokowi menunjuk Putri Tanjung sebagai staf khusus presiden. Hak prerogatif sang kepala negara ini hanya menambah keresahan netizen saja. Sebelumnya, ada kisah sukses pemudi berusia 27 tahun yang jadi rektor lantaran bapaknya yang empunya kampus. Ditambah ada putri pemilik MNC Group yang jadi wakil menteri, terus dihubungkan dengan bapaknya yang punya partai.
Kisah-kisah sukses macam itu bukannya menginspirasi rakyat, justru mengintimidasi. Orang biasa tanpa privilege jadi rendah diri, bisakah ia sesukses mereka yang dikaruniai hak istimewa sejak lahir?
Perihal privilege, sebenarnya kita semua punya kok. Yang punya privilege bisa memulai perjuangannya dari tengah. Di saat yang lain memulai dari bawah.
Sementara orang yang nggak punya privilege bisa mengecilkan usaha mereka yang punya privilege, lalu dijadikan alasan mengapa diri sendiri masih begini-begini saja. Mengomentari mereka yang orang tuanya kaya tapi berasa paling capek sedunia, itu juga privilege bagi rakyat jelata. Tapi tentunya kita tidak perlu mengambil privilege ini karena cuma bikin capek.
Sama seperti anak orang miskin yang nggak ingin didiskriminasi di lingkungan sosial, anak orang kaya pun demikian. Putri Tanjung saja ingin lepas dari bayang-bayang Chairul Tanjung sang ayah. Ia ingin pencapaiannya diakui sebagai usahanya sendiri.
Ibarat main gim petualangan, orang biasa memulai permainan dengan dibekali tiga nyawa. Kalau di tengah permainan, nyawanya habis, ia harus memulai dari awal. Orang dengan privilege pun dapat tiga nyawa. Namun, ia masih punya sekeranjang gems yang dibeli pakai uang. Kalau nyawanya habis, gems bisa ditukar untuk mendapatkan nyawa tambahan. Selama masih punya gems, ia bisa melanjutkan permainan hingga tamat.
Yang dilupakan oleh anak muda sukses dengan privilege ini adalah kondisi ekonomi keluarganya mendukung dirinya untuk berkarier di bidang yang disukai. Jadi, kalaupun jatuh, orang tuanya sudah siapkan matras yang empuk. Ia tidak menyadari jutaan orang seusianya tidak seberuntung dirinya.
Banyak anak muda yang terpaksa melupakan mimpinya karena harus bersikap realistis. Berkompromi dengan nasib, mereka mengambil pekerjaan yang tak sesuai passion, asalkan berpenghasilan. Supaya bisa meringankan beban orang tua dan bantu membiayai sekolah adik-adik yang masih kecil. Lantas ketika sudah berkeluarga pun nantinya harus menjadi generasi sandwich.
Namun, harapan masih ada, kawan-kawan. Di negara yang menganut sistem ekonomi kerakyatan seperti Indonesia, setiap warga negara punya kesempatan yang sama untuk bisa sejahtera. Teorinya sih begitu.
Jika kita tidak termotivasi oleh Putri Tanjung yang bisa jadi staf khusus termuda di Istana, mungkin kita bisa meneladani bapaknya, Chairul Tanjung. Sebelum jadi konglomerat seperti sekarang, sang bos CT Corp itu memulainya dari nol. Jadilah seperti Si Anak Singkong. Biar nanti anakmu bisa jadi Si Singkong Keju.
Mewariskan privilege kepada anak itu termasuk kewajiban seorang bapak. Sebab privilege itu penting. Tanpanya, kamu tidak akan bisa jadi tokoh di novel-novelnya Ika Natassa. Nggak tahu kalau novelnya Eka Kurniawan.
BACA JUGA Privilege Anak Orang Kaya yang Terkesan Hitam Putih atau komentar baru lainnya di rubrik POJOKAN.