MOJOK.CO – Bagi William Shakespeare, perkara nama itu hal sepele. Bagi Hanan Attaki mungkin iya, tapi tidak bagi Sandiaga Uno dan Ahmad Dhani.
“Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia akan tetap berbau wangi.”
Begitu kata pujangga William Shakespeare. Seorang sastrawan berkebangsaan Inggris yang sewaktu dikasih nama oleh orang tuanya nggak pakai syukuran pakai bubur merah-bubur putih.
Dari perkara nama jugalah Ustaz Hanan Attaki jadi kena cap sesat. Sebab selama ini Hanan Attaki memang membangun dirinya dengan merek dagang “Ustaz Gaul”. Konsistensinya ditandai dengan sering berceramah pakai diksi-diksi kekinian untuk mengajak hijrah hamba-hamba Allah yang baper. Lalu ada selentingan bahwa kata “gaul” berasal dari “ghoul” yang mana dalam bahasa Arab berarti hantu atau syaithon, yang berarti ustaz gaul adalah…
Saya pikir selera humor kita sudah lebih dari itu untuk menyambut Pilpres 2019 tahun depan. Lha kok ini malah balik lagi ke “Pokemon = Aku Yahudi” dalam bahasa Syriac? Padahal, bagi Wibu atawa penggemar Jejepangan, Pokemon tetaplah Pokemon yang kepanjangannya adalah Pocket Monster. Kalau dalam bahasa Suryani artinya “Aku Yahudi”, ya nggak peduli, Bos. Yang penting main Pokemon GO, cari Dragonite sampai dapat, biar bisa nguasai gym.
Lantas, haruskah kita serta-merta mengamini bahwa gaul = ghoul = setan? Yang bener aja dong. Bisa-bisa nanti kita harus menjauhi pergaulan di lingkungan kita, karena bisa diartikan “pergaulan” adalah “persetanan”. Apalagi pergaulan bebas. Udah setan, bebas lagi.
Padahal dalam berbahasa Indonesia, kita udah kenal apa itu homonim, homofon, dan homograf. Sebagai pengingat saja saya coba jelaskan lagi satu-satu. Homonim seperti yang kita tahu merupakan dua kata yang memiliki penulisan dan pelafalan yang sama tapi artinya beda. Contohnya kata “bisa” yang bermakna ganda, bisa “ular berbisa” dan “SMK Bisa!”. Yang satu bermakna racun, satunya lagi bermakna kemampuan.
Sedangkan homograf kalau kamu ingat merupakan dua kata yang penulisannya sama tapi berbeda ketika dilafalkan. Contohnya, kata “mental”. Diucapkan dengan e taling, “Revolusi Mental” adalah revolusi yang digalakkan oleh Presiden Jokowi untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Namun, apabila diucapkan dengan e pepet, “Revolusi Mental” jadi revolusi yang gagal. Tuh lihat, beda cara pelafalan satu huruf saja bisa menentukan nasib sebuah bangsa.
Sedangkan homofon adalah dua kata yang penulisannya berbeda, tapi pelafalannya sama. Misalnya, kata “masa” yang artinya jangka waktu dan “massa” yang artinya sekumpulan orang. Ah, masa~
Nah, anggap sajalah “gaul” dan “ghoul” ini termasuk homofon lintas bahasa. Walaupun dilafalkan sama, didengar oleh telinga pun tiada beda, tetap saja artinya berlainan. Kembali lagi ke quote Shakespeare, “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama setan untuk ustaz, ia kan tetap seorang pendakwah.”
Meski begitu, tidak semua orang bisa sepakat dengan Shakespeare yang cuek dengan sebuah nama. Sandiaga Uno misalnya, yang menganggap nama adalah doa. Hal itulah yang menjadi dasar penyataan beliau ketika berkelakar menyalahkan warga sekitar tentang Kali Item yang airnya butek.
Menurutnya, penyebab Kali Sentiong menjadi Kali Item adalah karena warga menjuluki kali tak berdosa tersebut dengan menyebutnya; kali (yang) item. Saya kira air kali jadi kotor karena masyarakat yang buang sampah sembarangan dan pemerintah yang mengabaikannya sebelum ada Asian Games 2018, eh, ternyata selama ini saya yang keliru.
“Jadi sebut saja Kali Sentiong. Itu kan kalau disebut Kali Item, ya item terus,” kritik Sandiaga Uno kepada warganya.
Saya jadi bingung, mana yang sebenarnya lebih dulu, Kali Sentiong dijuluki Kali Item lalu beneran jadi kali item, atau jadi item dulu lantas disebut Kali Item? Inilah misteri yang sama misteriusnya seperti duluan mana antara ayam atau telur.
Sandiaga sepertinya lupa kalau kadang-kadang nama yang tercetus itu muncul karena kebiasaan penyebutan. Opie Kumis disebut Opie Kumis karena selama ini istikomah berkumis. Saya jadi bertanya-tanya; apakah Opie tidak akan dipanggil Opie Kumis lagi ketika sudah mencukur habis kumisnya karena jadi brand ambassador pisau cukur Gillette—misalnya?
Ah, saya rasa dia akan tetap menjadi Opie Kumis, dengan atau tanpa kumis. Sama seperti kita menghargai masa lalu Gugun Gondrong dengan memanggilnya demikian kendati kini beliau sudah cepak.
Meski begitu, perihal ketidaksepakatan dengan Shakespeare tidak hanya dari Sandiaga Uno, melainkan juga muncul dari Ahmad Dani. Bahkan untuk perihal nama, saya rasa tidak ada yang lebih niat daripada Ahmad Dhani.
Bersama sang istri, Ahmad Dhani sampai mengajukan permohonan ganti nama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara istrinya mengganti nama Raden Wulansari jadi Mulan Jameela, Dhani mengganti namanya dari Dhani Ahmad Prasetyo menjadi Ahmad Dhani Prasetyo.
Lah? Cuma memindahkan letak nama gitu? Kalau begitu doang sih nggak perlu ke pengadilan, rename di Facebook aja, Mas. Repot amat.
Atau jangan-jangan ini adalah cara Ahmad Dhani melupakan masa lalunya bersama Maia Estianty? Sebab saat Dhani masih menyandang nama Dhani Ahmad, Maia juga kerap disapa Maia Ahmad. Ya kale ada Maia Dhani~
Bahkan, dulu Ahmad Dhani sempat bikin band dengan nama Ahmad Band. Nama band tersebut menandakan dirinya memang musisi paling egois dan arogan setanah air. Padahal personilnya bukan Ahmad Dhani doang, tapi yang dipakai cuma nama dia. Ternyata sifat tersebut nular ke sesama punggawa Dewa 19, yaitu Andra yang mendirikan band Andra and the Backbone. Buah emang jatuh nggak jauh dari temannya.
Kebiasaan soal pengabadian nama sendiri ini pun juga nular ke tiga anak cowok Dhani sendiri (yang dari Maia) dalam The Lucky Laki. Setelah sempat keluar beberapa lagu, El dan Dul yang ditinggalkan Al bersolo karier, kompak bikin band “Ahmad Bersaudara”. Hal ini mengingatkan kita dengan band legendaris Koes Bersaudara yang nantinya ganti nama jadi Koes Plus. Mungkin ketika ada perombakan dan disusupi personil bukan keturunan Ahmad Dhani, band Ahmad Bersaudara pun bakal ikutan ganti nama jadi Ahmad Plus.
Saking nggak sepakatnya Ahmad Dhani dengan Shakespeare soal nama, Dhani sampai repot-repot memindahkan nama Ahmad sebagai nama depan untuk nama sesuai KTP. Apakah benar cuma masalah buat Pemilu 2019 karena dirinya nyaleg saja alasannya? Biar pemilihnya nanti nggak bingung waktu lihat kertas suara, “Ini siapa sih Dhani Ahmad? Keknya kenal. Kalau Ahmad Dhani tahu aku, alien yang nggantiin musisi Ahmad Dhani Dewa 19 yang diculik UFO sebelum Pilpres 2014 itu kan?”
Atau jangan-jangan sebenarnya Ahmad Dhani nggak pengen-pengen banget ganti nama? Tapi demi memberi nama akhiran buat sang istri, ya diotak-atik dikit lah. Biar jadi Mulan Dhani gitu, ya kale Mulan Ahmad, mirip-mirip sama yang punya Maia dulu dong.