Kata Jomblo sudah kepalang berlebihan untuk bisa dimaknai secara filosofis. Saya menyalahkan Raditya Dika dan gerombolan stand up comedian miskin ide sebagai biang kerok semua ini.
Padahal Indonesia punya banyak catatan sejarah perihal jomblo-jomblo ideologis yang membangun negara ini dengan air mata dan kesunyian. Sebut saja Tan Malaka atau Amir Syarifudin yang hingga ajal konsisten bersetia pada prinsip dan tidak menikah, meski tentu saja pernah jatuh cinta.
Jomblo semestinya sakral, seperti akal sehat, ia adalah hal yang membuat manusia menjadi manusia. Tapi ya itu, zaman lantas menjadi keji, jomblo diserupakan dengan mediokritas. Padahal menjadi jomblo bukan perkara mudah, ia adalah ranah filsafati yang sunyi. Jomblo adalah kemewahan terakhir manusia yang dikelilingi teror pertanyaan kapan nikah dan sejenisnya. Maka hanya kaum pemberani saja yang memutuskan tidak takut sendiri, saat separuh penduduk bumi memilih bersama ketimpang menyepi.
Namun bukan berarti hidup jomblo itu gampang. Tidak ada yang mudah dengan menjomblo. Selain pranata sosial, tekanan keluarga dan kesunyian, menjadi jomblo adalah perkara bersetia pada cita cita. Misalnya cita-cita punya pacar cantik, kaya, setia, dan mau dimadu. Atau cerdas, manis, marxis, dan lucu. Atau bahkan berkesenian, urban, modern, hipster, dan edgy. Ini perkara cita-cita lho, bukan soal kriteria gadis idaman.
Nah, ada kabar gembira bagi sekalian ladies di luar sana. Lupakan Hitman System dan filosofi misoginis mereka. Kini Mojok.co telah memiliki rekomendasi jodoh untuk kalian semua. Setelah melalui seleksi yang ketat, lebih ketat daripada seleksi menteri-menteri Jokowi. Maka Mojok.co dengan bangga mempersembahkan lima jomblo berkualitas tinggi untuk anda dekati. Ingat, dekati saja, jangan dipacari. Biarkan mereka tetap sendiri agar bisa jadi filsuf atau bahkan kaum revolusioner macam Jonru.
5. Ardi Wilda
Ardi Wilda adalah seorang musisi berbakat yang sangat artsy. Menggemari studi urban, opak, dan kerap ditemukan sedang ndlangop di taman Suropati sendirian. Dikenal dengan nama panggung Awe Mayer, ia baru-baru ini mengaku jomblo. Salah satu lulusan terbaik dari Komunikasi UGM ini percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, hobi menonton film, dan tidak gemar berbohong. Bercita-cita punya pacar arsitek dan penggemar Everton, membuat Awe konsisten sendiri. Konon katanya ia tidak akan mau punya pacar jika Lala Karmela tidak mempersuntingnya.
Sebagai pemuda harapan bangsa, Awe telah menelurkan beberapa single dan juga pernah berkarya sebagai guru di pedalaman Sumatera. Bisa dihubungi di akun twitternya @ardiwilda.
4. Beni Satriyo
Jomblo kita yang satu ini adalah gabungan filsuf mahsyur Schopenhauer dan Basiyo. Tercatat masih menjabat sebagai Ketua Umum organisasi progresif revolusioner Jaringan Kesenian Rakyat, Bensat begitu ia disapa, konsisten menjadi penyair. Berbeda dengan rekan sezamannya Chairil Anwar atau Goenawan Mohammad, Bensat lebih menyukai proses puitik dalam medium haiku.
Pernah menjadi mahasiswa filsafat UGM membuat Bensat pandai menabung dan membatik. Sesekali ia masih konsisten memperjuangkan Manikebu ditengah garangnya Liga Tarkam di kampungnya Purwokerto sana. Ia berprinsip “Ora Ngapak, Ora Well.” Bisa dihubungi di @benisatryo.
3. Windu Jusuf
Pria yang lebih fasih berbahasa Prancis daripada bahasa kalbu ini memiliki semboyan, A grands maux, grands remèdes. Yang artinya ‘tak ada pacar, kakak-adikan pun jadi’.
Tercatat masih menjadi redaktur di sebuah kanal media paling kiri di Nusantara. Windu, begitu ia disapa, dikenal menguasai par excellence studi Marxist, strukturalisme Perancis, noir cinema, dan juga kemampuan mengoplos ciu dengan autan. Dengan wajah yang mirip perpaduan antara Michel Foucault dan Farhat Abbas, sudah barang tentu Windu punya kualitas idola.
Jika Anda tertarik untuk berbincang perihal sejarah peradaban dunia dan kaitannya dengan populasi ubur-ubur di pantai selatan Yogyakarta, Anda bisa menghubunginya di @windujusuf.
2. Mohammad Manan Rasudi
Tanyakan pada jagat paguyuban musik hipster indie kekinian di seluruh kabupaten dan kota di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta siapa Manan dan primitif zine. Niscaya anda akan menemukan seorang sosok cult yang mendekati wali yang kaffah nan zuhud.
Manan adalah salah seorang pegiat Gerakan Nasional Pacar Asuh (GNPA) yang konsisten menyendiri sampai Coheed and Cambria konser di Indonesia. Seluruh komunitas musik dan zine dari pantai utara dan selatan jawa telah menganggap sosok Manan sebagai seorang pinisepuh yang pengetahuan soal musiknya hanya bisa ditandingi oleh Google dan Internet Explorer.
Jika konon Gembira Putra Agam adalah sosok Nabi Indie, maka Manan adalah sosok Wali yang meluruskan shaf para indie-indie snobs yang gagal paham soal noise, delay, dan emo. Secara khusus pria lulusan UI ini memiliki darah biru dari Cirebon yang jika ditelusuri akan nyambung hingga nabi Adam. Kegemarannya merajut dan minum susu sesungguhnya adalah satu kualitas wahid yang menarik untuk dijadikan pacar. Anda bisa menghubungi beliau di @kelakardewa.
1. Nody Arizona
Susah menjelaskan Kanda Guru saya yang satu ini. Sebagai seorang penulis yang pernah menjadi pimred dua periode sebuah media radikal di Jember, ia telah sukses menjadi editor 80 buku, dan menanti 20 lainnya, dari berbagai bidang mulai dari filsafat, ilmu sosial sampai dengan tata boga.
Dikenal berwajah seperti pinang dibelah dua dengan Rangga dalam Ada Apa dengan Cinta, Nody justru memilihi untuk selalu mengakrabi kesunyian. Apakah karena ia malu menjadi pria yang kurus kering dan susah makan? Entahlah. Tapi dari beberapa sumber terpercaya, konon Nody sedang melakukan tirakat khusus untuk mencapai taraf makrifat seorang sufi.
Bercita-cita menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, Nody gemar melakukan angkat barbel sambil merokok. Pria yang punya prinsip “Kretek warisan nusantara, Pewarisku lahir dari kamu” ini bisa ditemui di @macan_remrem.
0. Saya sendiri
Karena hidup adalah kosong. Kosong adalah isi, isi adalah kosong.
Tabique.