MOJOK.CO – Cerita ini terjadi beberapa tahun yang lalu, ketika penghuni kos menghilang dibawa pergi kuntilanak hijau yang suka menari.
Desas-desus cewek cantik masuk kawasan kosan pria milik Pak Japardi santer diperbincangkan warga sekitar. Warga berkata, tindakan asusila yang melenceng dari norma harus segera ditindak. Apalagi, ini adalah kompleks kosan pria yang terkenal beradab sejak dulu. Mahasiswanya pun berasal dari kampus berbasis keagamaan. Tidak pernah ada kasus sebelumnya. Apalagi tindakan asusila seperti ini.
Tidak ada yang mengira kalau cewek itu ternyata kuntilanak legendaris….
Pak Japardi, selaku pemilik kosan pun muntab. Dia tidak terima anak-anak kos ada yang berani bertingkah. Tapi, apa mau dikata, Bu Ety melihat sendiri seorang wanita masuk ke dalam kosan milik Pak Japardi. “Cantik banget, Pak. Kulitnya putih kayak orang Timur dan pakai gaun panjang warna hijau.”
Pak Japardi curiga pada satu nama. Adalah Toni, remaja begajulan anak Fakultas Filsafat tahun akhir. Ia anak baru bekas usiran kos sebelumnya.
“Senakal-nakalnya saya, palingan cuma onani di kamar, Pak. Serius, Pak. Saya nggak berani bawa cewek masuk kos. Saya nggak punya pacar, Pak, sungguh. Saya juga mikir-mikir kalau bawa cewek, setidaknya kosannya harus kamar mandi dalam….”
“Lha kamu kenapa diusir dari kosan sebelumnya?”
Sambil cengengesan Toni menjawab, “Nah, masalahnya, kosan saya yang sebelumnya itu fasilitasnya kamar mandi dalam, Pak.”
“Wooo, bocah edan.”
Esoknya Pak Japardi memasang CCTV. Selama ini, CCTV adalah hal yang paling Pak Japardi hindari lantaran dirinya selalu berusaha percaya sama anak-anak kos. Sejak kejadian ini, Pak Japardi, dengan terpaksa, pasang CCTV. “Untuk menghindari fitnah,” kata Pak Japardi di depan anak-anak kos.
Pergunjingan tindakan asusila di kos Pak Japardi bergulir bagai bola panas. Hingga pada akhirnya, ada lagi yang melihat cewek cantik masuk ke kos pada malam hari. Katanya, setelah wanita itu masuk, terdengar suara gamelan.
“Serius, Bu?” Tanya Pak Japardi kaget setelah mendapat laporan dari Bu Ningsih.
“Serius, Pak, ngapain bohong. Ceweknya cantik, sama kayak yang diceritain Bu Ety, pakai gaun warna hijau. Tapi, Pak….” Bu Ningsih berhenti bercerita. Dia memegang tangannya dan menggosok-gosok seperti sedang ketakutan.
“Tapi apa, Bu? Toni, ya? Masuk ke kosnya Toni, ya? Kos paling pojok itu?”
“Bukan, Pak. Ada suara gamelan. Saya dekati to pintu pagar kosan, ternyata wanita berpakain hijau itu sedang menari di tengah halaman, Pak. Dia melirik ke saya, wajahnya pucat. Mak tratap saya lari.”
Pak Japardi merasa ada yang aneh di sini. Ada yang nggak pas. Kalau memang cewek itu dibawa salah satu anak kos, ngapain malam-malam menari di tengah halaman. “Apa ya halaman kosku itu kelihatan kayak panggung wayang orang. Ada-ada saja.”
Tapi tetap saja, rasa curiga Pak Japardi ke Toni tetap ada. Paling tidak, dia merasa harus memastikan kebenaran soal cewek masuk kosan.
Pak Japardi mengajak Toni menuju ruang tamu untuk nobar rekaman CCTV. Rekaman dimulai, berkali-kali diputar, hanya ada Bu Ningsih yang terlihat kaget dan lari tunggang-langgang.
“Ini kita mau bahas janda satu anak itu, Pak?” Tanya Toni kebingungan.
“Hush, ngawur!”
“Lha nggak ada siapa-siapa selain Bu Ningsih, Pak.”
Pak Japardi masih agak bingung, tetapi tidak lagi terlalu kaget. Memang ada yang aneh di kosnya.
Akhir pekan itu kosan Pak Japardi sepi. Beberapa anak kos ada pulang, yang lain lagi main karena libur.
Pak Japardi terus memperhatikan rekaman video. Hingga pada suatu bagian, Bu Ningsih jringat kaget dan lari macam dikejar setan. “Loh, Bu Ningsih larinya kok seperti itu?” Gumam Pak Japardi.
Ketika asyik mengamati rekaman video itu, aroma bunga melati berganti-gantian dengan bau bangkai tercium. Pak Japardi melihat ke Toni, yang sama-sama kaget karena bau asing yang tiba-tiba datang.
“Bapak cium juga?”
“Iya! Kamu juga, kan?”
Toni tidak menjawab. Aroma bunga melati dan bau bangkai itu sebetulnya tipis saja. Namun, kata orang, kalau baunya tipis, kuntilanak yang membawa aroma itu justru sangat dekat. Konon katanya, jaraknya cuma sekian milimeter saja.
Tiba-tiba saja terdengar suara gamelan. Toni njondil dan mencoba membuka pintu ruang tamu kosan. Wajah Pak Japardi pucat bukan main.
Pak Japardi yang ketakutan dan kakinya ngewel pun mencoba mengikuti Toni yang pergi ke jendela. “Pak… ada cewek, Pak,” kata Toni.
Posisi Toni dan Pak Japardi belum sampai ke jendela. Jadi, keduanya melihat kejadian itu persis dari tengah ruang tamu. Keduanya melihat seorang wanita, menggunakan gaun hijau, di tengah halaman, sedang menari mengikuti suara gamelan.
Wajah kuntilanak itu tidak terlihat karena sedang memunggungi mereka. Mulut Pak Japardi menganga, wajahnya semakin pucat.
“Bajunya… hijau,” kata Pak Japardi lirih.
Toni sebetulnya takut juga. Namun, entah kenapa dia bisa setenang itu.
“Buka saja, Pak, pintunya. Takutnya orang gila… masak Pak Japardi takut.”
Pak Japardi agak kesal dengan perkataan Toni. Pak Japardi terkenal sebagai sosok agamis di kampung. Masak takut sama kuntilanak. Malu, dong.
Dengan hati yang bergejolak, Pak Japardi membuka pintu. Kreeekkk… suara pintu yang sudah reot itu terdengar nyaring.
Kuntilanak itu tiba-tiba bergerak cepat mengarah ke Pak Japardi. Kaget, Pak Japardi terjengkang. Mata kuntilanak itu sepenuhnya putih. Dari dekat, terlihat ada bercak-bercak darah di gaunnya yang berwarna hijau.
Pak Japardi tak bisa berdiri. Kakinya lemas. Dia hanya bisa mendaraskan doa. Mendengar doa Pak Japardi, kuntilanak hijau itu malah tersenyum lalu menari. Saking takutnya melihat senyum kuntilanak yang sedang menari, Pak Japardi sampai ngompol.
Sadar doa-doanya tidak manjur, Pak Japardi memilih mengumpat. “Asu! Bajingan! Minggat!”
Toni cuma bisa melongo melihat Pak Japardi yang misuh-misuh, ngompol, dan menangis secara bersamaan. Kuntilanak hijau itu terus menari sambil tersenyum ke arah Pak Japardi. Seperti penari profesional yang sedang menghibur tuan tanah saja. Konon, kuntilanak hijau adalah seorang wanita yang mati mengenaskan.
Setelah puas menari di depan Pak Japardi, kuntilanak itu mengalihkan pandangan ke arah Toni. Kaget, Toni bergegas lari ke arah kamarnya.
Kuntilanak hijau itu mengikuti Toni. Tidak ada lagi sosok cantik. Wajah kuntilanak hijau itu berubah menyeramkan. Lidah panjang terjulur, wajah putihnya menjadi pucat dan basah. Bau amis tercium.
Dengan cepat, Toni membuka pintu kamar kosnya. Telat. Kuntilanak hijau itu sudah dekat, lidahnya terjulur tepat di depan wajah Toni.
Anehnya, rasa takut malah tidak terlihat di wajah Toni. Toni berbisik, “Monggo… silakan masuk, Nyai….”
Kuntilanak hijau itu pun masuk ke kamar Toni yang sudah penuh dengan asap dupa. Toni dan suara gamelan hilang.
Pak Japardi menyaksikan pemandangan itu dengan mata terbelalak. Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Bingung dan takut jadi satu.
Hingga kini, Toni menghilang dan belum ditemukan. Kamar penuh asap dupa itu tiba-tiba bersih. Tidak ada lagi bau melati dan bangkai. Tidak ada lagi suara gamelan.
Kos-kosan itu masih buka sampai sekarang. Tidak ada lagi gangguan. Tidak ada lagi keanehan. Satu-satunya perasaan aneh yang tertinggal di antara penghuni dan pemilik kos adalah nasib Toni setelah masuk ke kamar bersama kuntilanak hijau itu.
*Cerita ini berdasarkan kisah nyata, yang dituturkan kembali dengan bahasa penulis atas seizin yang punya cerita dengan sedikit bumbu-bumbu drama.
BACA JUGA Penampakan Kuntilanak Hantu Goyang di Rumah Pakdhe dan kisah mistis lainnya di rubrik MALAM JUMAT.