MOJOK.CO – Setidaknya ada empat hal yang menjadikan Ikatan Cinta berbeda dari sinetron lainnya. Saking bedanya sampai kadang mbatin, “Kok tumben?”
Kedua orang tua saya berumur hampir kepala tujuh dan telah memiliki enam cucu. Boleh dibilang keduanya sudah tidak lagi memiliki ketertarikan tertentu terhadap suatu hal—misalnya menduduki Mars seperti Elon Musk atau menjadi penjual martabak yang sanggup menguasai sebuah kota.
Saya masih meyakini hal itu sampai sebuah sinetron muncul pada 17 Oktober 2020. Tiba-tiba ibu saya senantiasa stand by di depan televisi selepas isya, menanti kelanjutan kisah Andin dan Aldebaran. Kemudian bapak saya yang biasanya cuma mau nonton siaran tinju dan berita jadi ikut-ikutan nonton sinetron itu.
Saya, yang menyetel televisi hanya untuk menyaksikan pertandingan sepak bola, tak bisa menghindar dari pengaruh mayoritas. Saya ikut-ikutan menonton sinetron itu dan kami pun diikat oleh tali bernama—ya, kita tahu apa—Ikatan Cinta.
Padahal ibu saya termasuk orang yang sinis terhadap sinetron-sinetron. Sering kali ibu mencela pemeran yang aktingnya norak atau cerita yang nggak masuk akal. Ibu saya juga tak ragu-ragu mematikan televisi kalau ada siaran televisi yang menurutnya sangat janggal.
Ibu saya tidak gampang menyukai sesuatu dan ia pun terheran-heran sendiri ketika menyadari bahwa dirinya menjadi salah satu dari jutaan orang yang telah menjadi jamaah sekte Ikatan Cinta.
“Kayaknya nggak ada sinetron yang sepopuler ini ya, Win?” kata Ibu suatu kali dengan takjub.
Ketika mengatakan itu Ibu saya tidak membaca data yang dirilis Nielsen atau menelaah data pencarian Google. Ibu menyatakan itu semata-mata berdasarkan feeling-nya. Dan feeling seorang ibu kerap kali begitu presisi—sekalipun dalam rangka membahas sinetron.
Apa yang Ibu katakan benar adanya. Ikatan Cinta disebut-sebut sebagai sinetron dengan rekor rating tertinggi dalam 15 tahun terakhir! Hebatnya, sinetron bersoundtrack “Tanpa Batas Waktu” tersebut meraih rekor itu dalam waktu kurang dari setengah tahun.
Tentu ini mengundang pertanyaan: Kok bisa?
Saya mengubek-ubek internet untuk mencari tahu alasan di balik popularitas Ikatan Cinta. Ada yang menyebut sinetron itu laku karena pemerannya muda-muda dan rupawan, kisahnya menyentuh, soundtrack-nya enak, alur ceritanya mirip drakor, dan semacamnya. Saya tidak puas dengan jawaban-jawaban itu.
Banyak sinetron dengan ciri sejenis. Sinetron Putri untuk Pangeran itu para pemerannya muda dan rupawan, Tukang Ojek Pengkolan soundtrack-nya juga enak, dan tak terhitung banyaknya sinetron yang kisahnya menyentuh—menyentuh titik nadir kemuakan kita.
Karena tidak puas dengan jawaban-jawaban yang banyak orang sebut dalam artikel-artikel yang tersebar di internet, saya pun mengadakan penelitian kecil-kecilan terhadap Ikatan Cinta yang sebenarnya tak pernah saya tonton dengan penuh kesungguhan.
Tapi, saya tidak perlu bersungguh-sungguh untuk mendapati garis besar cerita sinetron itu dan beberapa kekhasan yang tak ada pada sinetron-sinetron lain.
Setidaknya ada empat hal yang menjadikan Ikatan Cinta berbeda dan sepertinya itulah alasan yang secara tak langsung membuat Ikatan Cinta menghebohkan bumi manusia—eh, Indonesia, maksud saya. Alasan-alasan berikut ini memang asumtif belaka, tapi saya rasa nggak banyak orang yang menyadarinya.
Pertama: Tidak ada tokoh yang baik banget atau jahat banget
Dalam salah satu fragmen Ikatan Cinta, saya melihat Andin—tokoh utama yang dikenal baik, cantik, ya seperti umumnya tokoh utama perempuan, lah—berani memarahi Elsa. Elsa yang tak lain adalah adik dari Andin boleh dibilang sebagai satu-satunya tokoh antagonis.
Dalam fragmen itu Andin tidak menangis atau ngumpet di pojok ruangan seperti umumnya tokoh baik yang dizalimi. Ia berani melawan. Dan ini adalah momen langka dalam sinetron Indonesia.
Menariknya, Elsa selaku tokoh antagonis tidak digambarkan sepenuhnya jahat dan bengis seperti nenek sihir. Posisi Elsa justru bagaikan orang yang ada di tepi jurang. Ia tidak dominan atau diuntungkan oleh relasi kuasa.
Malahan Elsa sering kali terlihat khawatir dan penuh rasa bersalah. Elsa beda banget dengan tokoh antagonis lain, misalnya Mischa dalam Cinta Fitri. Mischa yang diperankan oleh Dinda Kanyadewi betul-betul jahat dan ngeselin sejak dari muka (orangnya judes banget dan gampang marah). Saya yang dulu nonton Cinta Fitri sampai menyangka bahwa Dinda Kanyadewi memang benar-benar orang jahat.
Kedua: Tidak ada tokoh yang kelewat bodoh atau keterlaluan noraknya
Sebelum Ikatan Cinta populer, kita mengenal sinetron Dunia Terbalik yang juga cukup populer. Tapi ada beda yang jelas antara Ikatan Cinta dan Dunia Terbalik. Saya sempat mengikuti Dunia Terbalik dan menemukan banyak hal ganjil dan norak dalam sinetron itu.
Misalnya tokoh Idoy Melehoy yang digambarkan kelewat bodoh dan sering telat mikir. Tentu saya paham belaka bahwa sutradara menghadirkan tokoh Idoy untuk memberikan kesan lucu. Beberapa kali kelakuan Idoy memang kocak, tapi tidak jarang keluguan dan kebodohannya melewati batas yang bisa dimaklumi akal sehat.
Dalam sinetron yang jam tayangnya sebelum Ikatan Cinta, Putri untuk Pangeran juga ada kenorakan yang kehadirannya sangat tidak perlu. Kenorakan itu adalah sebutan “usus goreng” dari Pangeran untuk Putri dan sebutan “batu bata” dari Putri untuk Pangeran. Duh, duh, itu cringe banget.
Nggak ada relevansinya sama sekali. Saya kesulitan menemukan kesamaan Ranty Maria dengan jeroan ayam yang digoreng dan kesamaan Verrel Bramasta dengan bahan baku tembok. Apa imajinasi saya aja yang kelewat sempit, ya?
Nah, sekarang bandingkan dengan Ikatan Cinta. Satu-satunya tokoh konyol yang memang dihadirkan untuk memberi kesan lucu adalah Miss Kiki (diperankan oleh Ayya Renita). Ia adalah asisten rumah tangga dalam keluarga Aldebaran.
Ia digambarkan ceria, banyak omong, dan punya impian memiliki pasangan tampan. Gerak-geriknya, meskipun kadang konyol dan kelewat heboh, tak pernah berlebihan noraknya—misalnya gampang banget lupa hal sepele atau nggak tahu hal yang kelewat mendasar. Kewajaran ini membuat Ikatan Cinta lebih bersahabat dengan akal sehat.
Ketiga: Ceritanya fokus
Banyak sinetron yang mulanya menarik mendadak jadi melebar ke mana-mana karena ratingnya tinggi. Tukang Bubur Naik Haji dan Dunia Terbalik, umpamanya. Sinetron pertama sangat aneh. Walaupun tokoh utamanya—si tukang bubur—sudah wafat, sinetronnya masih terus berlanjut sampai ribuan episode. Bisa bayangkan film Joker tanpa kehadiran Joker?
Alhasil ceritanya pun awut-awutan kayak pakaian nggak pernah disetrika. Dunia Terbalik semakin lama juga semakin kehilangan fokus. Premis utamanya adalah kisah kehidupan sebuah kampung di mana yang menjadi tulang punggung keluarga adalah sosok ibu (menjadi TKI). Tetapi lama-lama tokoh TKI itu malah nggak pernah muncul. Lalu, apanya yang terbalik?
Untunglah Ikatan Cinta nggak kehilangan fokus (atau belum?). Ia tetap menyuguhkan kisah romansa tarik-ulur antara Aldebaran dan Andin, juga upaya Elsa yang selalu ingin mengusik kehidupan Andin. Dan alur ceritanya nggak mengkhianati judul.
Dalam banyak hal tokoh Aldebaran maupun Andin banyak terikat kembali—setelah sebelumnya terlibat konflik—karena cinta. Entah karena cinta kepada Reyna—anak perempuan mereka—maupun cinta terhadap satu sama lain. Konfliknya memang berganti-ganti.
Soal identitas Aldebaran yang ternyata saudara kandung Roy, pengakuan Aldebaran soal sidang pembunuhan Roy, dan seterusnya. Tetapi konflik itu masih dalam satu kandungan yang sama.
Kalau suatu saat nanti alur cerita Ikatan Cinta mendadak gaje, saya sih yakin pelan-pelan para penonton bakal meninggalkannya. Lagi pula, siapa juga yang bernafsu ngikutin cerita yang nggak ada habisnya? Penggemar One Piece?
Keempat: Tidak ada unsur agama yang berlebihan
Tentu sah belaka seorang penulis skenario menempelkan nilai-nilai tertentu pada cerita yang ditulisnya. Nggak bakal ada siaran yang bebas nilai. Salah satu nilai yang kerap ada dalam sinetron Indonesia adalah nilai agama.
Ada banyak sinetron yang berusaha keras menampilkan nilai-nilai agama (dalam hal ini Islam) untuk mengeruk pemirsa. Ya, walaupun kadang jatuhnya jadi norak. Saya pernah mendapati sinetron yang tokohnya adalah seorang yang dikenal alim, tapi bacaan alqurannya ngawur betul!
Dunia Terbalik—sinetron terpopuler pra-Ikatan Cinta—tokoh sentralnya adalah Ustaz Kemet (ya, seorang ustaz, tapi sangat jauh dari sosok ustaz yang ideal). Tukang Bubur Naik Haji? Tokoh sentralnya juga seorang yang dikenal dekat dengan agama, yaitu Haji Muhidin. Mundur lagi ada sinetron Islam KTP. Hmmm, dari judulnya aja kita udah tahu ini sinetron mau ngangkat cerita macam apa.
Nah, menariknya, Ikatan Cinta cukup berani dengan tidak mengekor sinetron-sinetron dengan nilai agama yang kental. Bahkan, tokoh perempuannya tidak ada yang berjilbab! Memang ada fragmen tokohnya salat, mengucapkan “assalamualaikum”, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tetapi nilai-nilai agama yang ada dalam Ikatan Cinta sangat minor—untuk tidak dikatakan nihil.
Meski begitu, sinetron ini tetap laris manis. Dan sepertinya justru itulah sisi positifnya. Dengan unsur agama yang tipis sinetron ini jadi dapat menjangkau lebih banyak kalangan. Lagi pula, aktor sinetron bukanlah dai yang harus berkhotbah dan berdakwah.
Kalau memang ingin cari pelajaran agama, ya jangan nonton sinetron Ikatan Cinta, nonton pengajian di YouTube aja sana. Eh.
BACA JUGA Kualitas Tersembunyi Sinetron Indosiar dan tulisan Erwin Setia lainnya.