Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Ujian Politik Presiden Jokowi

Puthut EA oleh Puthut EA
12 Desember 2016
A A
Ujian Politik Presiden Jokowi

Ujian Politik Presiden Jokowi

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Tidak ada satu pun pengamat politik di Indonesia maupun luar negeri yang bisa memprediksi kecepatan karier politik Jokowi. Kurang dari 10 tahun masuk jagat politik di Indonesia, dia melesat menjauhi perkiraan semua orang: dari menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI, dilanjutkan menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketujuh.

Bandingkanlah dengan potensi, perjuangan, dan proses panjang para elite politik kebanyakan di Indonesia. Semua berusaha meniti jalan menuju kursi nomor satu di Republik ini. Mereka meniti karier berpuluh tahun, melewati jenjang dan pertarungan politik yang panjang. Tapi zaman punya kehendaknya sendiri. Zaman memilih Jokowi.

Tapi, jalan lempang yang dilalui Jokowi kini berada di etape yang tidak mudah. Bukan hanya penuh tanjakan, tapi juga licin dan rumpil. Di sinilah kepemimpinan Presiden Jokowi benar-benar diuji.

Secara internasional, bandul politik sedang menuju ke arah kanan. Semua yang berbau sentimen konservatif sedang mendapatkan tempat. Ada banyak penjelasan soal itu, salah satunya adalah faktor ketidakadilan global. Faktor lain yang juga dekat dengan itu adalah krisis ekonomi dunia yang tidak lekas pulih. Dan tampaknya, akan butuh waktu panjang. Indonesia tentu tidak bisa lepas dari faktor tersebut. Suka atau tidak.

Tren ke arah kanan itu juga terjadi di Indonesia. Tidak butuh banyak penjelasan untuk membuktikan hal itu. Peristiwa-peristiwa politik akhir-akhir ini kasat mata memperlihatkan hal tersebut.

Kedua tren itulah yang akan menguji keterampilan politik Presiden Jokowi sebagai nakhoda sebuah bahtera bernama Indonesia. Sekaligus menguji agenda politik Presiden Jokowi dengan “Nawacita”-nya. Bisa jadi, antara “keterampilan” dan “agenda” saling bertubrukan. Mungkin Presiden Jokowi akan berhasil melalui badai itu dengan mengorbankan Nawacita-nya. Atau dia akan bersikukuh mendaki jalan Nawacita dengan risiko bahteranya kandas. Tentu bagi saya dan juga sebagian besar dari Anda berharap, tidak ada satu pun yang dikorbankan. Semoga.

Tapi, mari kita lihat dengan lebih rinci dalam melihat potensi-potensi dan fenomena-fenomena politik yang terjadi. Salah satu gerak maju agenda politik Indonesia di bawah kendali Presiden Jokowi adalah “Janji Suci Nawacita”: kehadiran negara, kemandirian, pembangunan karakter, kebhinekaan, pemenuhan rasa keadilan adalah beberapa kata kunci penting dalam Nawacita. Mungkin itulah yang menjadi pembeda era Jokowi dengan era-era sebelumnya, yakni era Presiden SBY dan utamanya era Presiden Soeharto (Orde Baru).

Nah, mari kita cermati. Di era Orde Baru, ketimpangan ekonomi sangat tinggi. Di era Presiden Jokowi, jurang antara orang kaya dan kebanyakan orang juga sangat tinggi. Di zaman Orde Baru, kebebasan berpolitik dikekang. Di era Presiden Jokowi, kebebasan berpendapat sudah mulai diredam, diskusi-diskusi makin sering dibubarkan, kegiatan-kegiatan politik warga negara makin sering diintervensi. Bahkan ada yang makin mengerikan: orang beribadah makin ketakutan. Kalau mau menghadap Tuhan saja diteror, apalagi yang bisa dijanjikan dari sesuatu bernama “demokrasi”?

Pada saat Presiden Soeharto berkuasa, hukum dikalahkan oleh kepentingan penguasa. Kemanusiaan dijadikan nomor buntut. Sekarang, kondisinya hampir sama: penggusuran terjadi di mana-mana dengan dalih pembangunan. Dialog ditutup. Kemanusiaan diturunkan kastanya, dan diletakkan di rak kebijakan paling bawah. Bahkan di Jawa Tengah, rakyat yang memenangi sengketa hukum dipermainkan oleh gubernurnya. Hukum diotak-atik sesuka dan sesuai selera penguasa. Persis seperti di era Orde Baru. Pemerintah mengajari rakyatnya melanggar hukum. Jika itu diteruskan, Rakyat akan membalas pemerintah dengan pembangkangan.

Kalau kita tidak hati-hati, slogan “Kerja! Kerja! Kerja!” itu serupa dengan paradigma “pembangunanisme” ala Soeharto. Hanya “Janji Nawacita”-lah yang membedakan keduanya. Namun, praktik politiknya, Nawacita yang dijanjikan itu makin lamat, makin menjauh, makin redup. Jika Nawacita lenyap, secara konseptual dan praktik politik: tidak ada perbedaan antara Soeharto dengan Jokowi. Semua sama-sama mengejar pertumbuhan dan pembangunan. Tidak ada keadilan, kehadiran negara, dan pembangunan mental.

Waktu kekuasaan Presiden Jokowi masih panjang. Dia baru melampaui separuh usia kekuasaannya. Ujian politik ini harus dilaluinya. Setidaknya, dia punya empat modal yang kuat untuk melampaui itu. Pertama, dia tidak punya kepentingan bisnis pribadi. Kedua, dia sudah mulai selesai “belajar berkuasa” sebab bagaimanapun, menjadi presiden berbeda dengan menjadi wali kota dan gubernur. Presiden Jokowi tetap butuh waktu untuk mempelajari anatomi, instrumen, dan power jabatan politik Presiden. Hal ini mulai terlihat dari manuver-manuver politiknya yang mulai bisa lepas dari intervensi politik di sekelilingnya. Ketiga, dukungan rakyat kepada Presiden Jokowi masih kuat. Keempat, ada beberapa menteri yang kapasitas mereka menjadi daya dukung utama kepemimpinan Presiden Jokowi, seperti misalnya Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Rini Soemarno, dan Retno Marsudi. Empat Srikandi Indonesia yang sangat menjanjikan.

Dengan modal itu, ada harapan Presiden Jokowi menakhodai bahtera Indonesia melewati masa-masa sulit tanpa harus kehilangan janji sucinya atas Nawacita. Utamanya menghadapi menyatunya tren “krisis” dan “kanan”, yang jika itu terjadi akan berbahaya bagi masa depan Republik ini. Seorang pemimpin diuji dan dimatangkan oleh masalah dan ujian. Jika Presiden Jokowi berhasil menghindari krisis, lalu mengubah bandul dari kanan ke tengah lagi (kebhinekaan), dia lulus dari ujian besar. Maka, bolehlah tahun 2019 rakyat menghargai jerih payah Jokowi dengan memilihnya lagi.

Presiden Jokowi, Anda masih punya cukup waktu. Rakyat masih percaya kepadamu. Pergunakanlah kedua hal itu dengan baik. Sebelum sempit waktumu, sebelum lenyap kepercayaan rakyatmu.

Pak Jokowi, Anda pasti paham: pendukung jahat akan menjilat, pendukung baik akan mengkritik.

Iklan

Ini penting lho, Pak Jokowi. Kalau tidak penting, tidak mungkin Mojok mengunggah tulisan seserius ini di Senin pagi. Kalau Anda masih butuh semacam jimat, kami akan sumbang Agus Mulyadi. Taruh dia di pojok ruangan, di mana pun Anda berada. Niscaya aura ketenteraman berpendar di ruangan itu. Kabari kami jika Anda membutuhkannya.

Kurang baik apa kami ini, Pak Jokowi?

Terakhir diperbarui pada 18 Februari 2021 oleh

Tags: 2019featuredjokowinawacitapembangunanpemiluSoehartosri mulyaniSusi Pudjiastuti
Puthut EA

Puthut EA

Kepala Suku Mojok. Anak kesayangan Tuhan.

Artikel Terkait

Nasib buruh usai Marsinah jadi pahlawan nasional. MOJOK.CO
Ragam

Suara Hati Buruh: Semoga Gelar Pahlawan kepada Marsinah Bukan Simbol Semata, tapi Kemenangan bagi Kami agar Bebas Bersuara Tanpa Disiksa

12 November 2025
Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional MOJOK.CO
Ragam

Kami Berdoa Setiap Hari agar Soeharto Jadi Pahlawan Nasional. Sejarawan: Pragmatis dan Keliru

11 November 2025
Suara Marsinah dari Dalam Kubur: 'Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku'.MOJOK.CO
Ragam

Suara Marsinah dari Dalam Kubur: ‘Lucu! Aku Disandingkan dengan Pemimpin Rezim yang Membunuhku’

10 November 2025
Alasan Soeharto tak layak dapat gelar pahlawan, referensi dari buku Mereka Hilang Tak Kembali. MOJOK.CO
Aktual

Buku “Mereka Hilang Tak Kembali”, Menyegarkan Ingatan bahwa Soeharto Tak Pantas Dapat Gelar Pahlawan, tapi Harus Diadili Mantan Menantunya

1 November 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Lagu Sendu yang Mengiringi Banjir Bandang Sumatera Barat MOJOK.CO

Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat

6 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.