Di jalan yang sama dengan proyek pembangunan dua masjid ini, jangan ditanya masalah jalanan berlubang. Ini adalah perihal ketangkasan. Uji SIM bagi warga Banguntapan harusnya jangan di samsat Kota Jogja atau kantor polisi. Sudah, di jalanan ini saja. Yang bisa lolos menghindari lubang, dianggap cakap berkendara dan dapat SIM.
Sayangnya, lolos dari lubang adalah mustahil karena kendaraan besar lalu-lalang tiada henti, truk besar dan kendaraan lainnya. Ribuan kali jalanan diperbaiki, ribuan kali (plus satu) pula akan rusak kembali. Dalam hitungan, hanya satu atau dua bulan saja ketika aspal yang ditambal ndilalah sudah kembali rempal.
Seharusnya, memang harus. Pembenahan dari segi tata kota memang harus dilakukan secepatnya. Agar tidak terjadi konflik horizontal antar-warga yang rasanya lucu sekali jika dibayangkan terjadi di pinggiran Kota Jogja. Seorang penulis lepas, setengah menganggur, memprotes tetangganya yang seorang jutawan karena mesinnya yang berisik. Atau si penulis sekaligus penganggur itu, memprotes pembangunan masjid dan perumahan di desanya. Aneh sekali jika hal ini terjadi.
Kenyamanan hanya sekadar angan-angan belaka
Saya sempat menawarkan rumah saya kepada orang lain untuk ngontrak, syukur-syukur jika ada yang sudi membeli. Bodo amat rumah ini peninggalan almarhum Bapak saya, yang ada di pikiran saya, saya ingin sehat pikiran dan mental.
Namun seperti yang bisa ditebak, orang gila mana yang mau ngontrak sebuah rumah di pinggiran Kota Jogja yang tetangganya bising, lingkungannya berdebu mulu, dan berpotensi besar untuk mendapatkan penyakit darah tinggi tanpa harus makan sate klathak terlebih dahulu.
Beberapa tahun yang lalu sempat digaungkan bahwa Banguntapan akan dijadikan “kota satelit” bagi Kota Jogja. Ibarat Kota Jogja adalah bumi, Banguntapan adalah bulan.
Benar saja, seperti halnya bulan, Banguntapan kini penuh dengan lubang, kesepian dan terbang jauh dari angan-angan sebagai tempat membangun hunian yang permai. Dengan harga yang makin melambung dan mahal, kenyamanan hanya sekadar angan-angan belaka.
BACA JUGA Jogja Adalah Kota Paling Sakit di Dunia dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Gusti Aditya
Editor: Yamadipati Seno