MOJOK.CO – Lalu kalian, Sobat Muslim, menyalahkan keadaan. Membenci dunia yang makin sekuler. Makin kapitalis katanya. Teriak boikot sana boikot sini.
My dear sobat muslim yang sedang rindu-rindunya hidup dalam peradaban Islami seperti lagu Nasida Ria….
Suasana di kota santri
Asyik tenangkan hati
Muda mudi berbusana rapi
Menyandang kitab suci
Hilir mudik silih berganti
Pulang pergi mengaji
Tapi kenyataan berkata lain…
Saya masih terngiang-ngiang kata-kata Dahlan Iskan di tulisan terbarunya tentang Freeport yang dimuat di Disway dot id beberapa hari yang lalu.
“Sudah sejak kapan pun. Kita ingin Freeport dikuasai bangsa. Tapi selalu tersandung batu: perjanjian yang tidak bisa dilanggar begitu saja. Kalau pun selama ini salah: itu karena tidak ada yang bermata sejeli Ignatius Jonan. Dalam melihat celah tersembunyi itu.”
Tenang, saya nggak akan latah muji-muji Jokowi kayak para pecintanya. Itu biar jatah mereka saja, hehe. Saya juga nggak akan ikut campur urusan pembelian Freeport itu untung apa rugi. Karena saya nggak mudheng.
Saya fokus pada sosok Jonan seperti yang dikatakan Dahlan Iskan di tulisannya. Saya ulangi. Sudah sejak kapan pun kita ingin Freeport dikuasai bangsa.
Dan keinginan itu baru bisa tercapai, setelah Jonan masuk.
Bayangkan. Dari sekian gitu banyak orang-orang yang terlibat dalam urusan Freeport, akhirnya hanya Jonan seorang yang bisa menemukan celah itu. Hanya Jonan seorang. Setelah sekian tahun lamanya kita hanya bisa misuh-misuh menyalahkan keadaan, menyalahkan rezim terdahulu.
Sobat muslim yang selalu merasa teraniaya…
Saya jadi membayangkan ketika sebagian dari kita ngedumel menyalahkan keadaan dunia yang makin sekuler, tentangan internal yang begitu besar yang membuat peradaban Islam makin jauh panggang dari api untuk dihidupkan kembali.
Benar-benar persis kayak rakyat Indonesia yang selama ini cuma bisa ngomel-ngomel, menyalahkan keadaan, menyalahkan rezim-rezim silih berganti yang tidak becus mengambil alih Freeport. Padahal masalah utamanya memang karena nggak ada yang tahu cara untuk membalikkan keadaan.
Sejak kekuatan kapital modern mulai mencengkeram umat manusia di dunia, pengaruhnya sudah merasuk ke dalam setiap embusan nafas dengan atau tanpa kita sadari. Juragan kapitalis tidak peduli agamamu apa. Bagi mereka kita semua hanya sekelompok konsumen.
Kalau pun dikelompokkan, paling berdasarkan kemampuan untuk melarisi dagangannya. Ukuran kesuksesan mereka adalah peningkatan laba. Kalau menghasilkan laba lebih banyak, maka katanya, akan meningkatkan multiplier effect, sehingga nyipratnya ke masyarakat luas makin banyak juga, maka itu makin baik.
Dalam keadaan seperti itulah suasana kota santri makin dirindukan. Karena muda-mudi berbusana rapi menyandang kitab suci sudah makin susah ditemui. Sebaliknya, muda-mudi berpakaian mini njengkang njengking poto selpi dengan hape terkini mblader di seluruh permukaan bumi.
Begitu kan yang ada di kepala kalian wahai sobat muslimku yang selalu rindu pada kejayaan Islam?
Lalu kalian mulai menyalahkan keadaan. Membenci dunia yang makin sekuler. Makin kapitalis. Karena sekeras apapun teriakan kalian akhirnya hanya terdengar kemresek seperti radio yang gelombangnya nggak pas. Teriak boikot sana boikot sini. Tapi tanpa sadar jadi konsumen loyal produk lain milik juragan yang produknya diboikot.
Sementara juragan-juragan kapitalis itu menyebarkan pengaruhnya dengan sangat halus, sampai kalian sendiri ngga sadar, kalian masih pake cara-cara primitip yang lucu tur nganu…
Ibarat perang, satunya pake rudal anti radar, satunya pake bambu runcing. Terus pas kalah, maki-maki musuhnya karena musuhnya pakai senjata yang lebih canggih. Lalu bilang ada ketidakadilan.
Terus kalian membela diri: YA NGGAK APA-APA, YANG PENTING KAN KAMI SEMUT YANG MENYIRAMI SETITIK AIR DI API YANG MEMBAKAR IBRAHIM DARIPADA KALIAN ANJINGNYA FIR’AUN.
Coba gini lho ya sobat muslim yang energi jihadnya turah-turah…
Akui saja dulu kalau umat Islam memang sudah lama kalah dalam pentas adu pengaruh di dunia.
Jangan udah kalah pengaruh pun masih nggak mau introspeksi diri. Tetap menyalah-nyalahkan keadaan.
Tetep ngeyel kalo cah kae, kae, kae yang nggak mau mendukung gagasan bahwa dunia (atau negara, atau daerah atau masyarakat) akan lebih baik jika diatur pake cara-cara Islami, adalah bukan muslim yang baik.
Tetep ngeyel bahwa cah kuwi, kuwi, dan kuwi yang nggak mau dukung boikot Sari Roti ato boikot Blekping adalah muslim munafiqun.
Iya akui saja dulu.
Lalu baru pelajari strategi-strategi juragan kapitalis menyebarkan virus kapitalismenya ke seluruh penjuru bumi. Mungkin dengan begitu nanti kamu bisa menemukan celah seperti Jonan.
Barangkali dengan begitu kalian jadi menemukan celah cara untuk memasarkan ekonomi syariah dengan lebih baik hingga masyarakat tanpa perlu dipaksa-paksa akan nginthil dengan sendirinya karena merasa lebih diuntungkan.
Alih-alih mengambil jalan pintas mempopulerkan ustaz yang menganjurkan untuk mangkir bayar bunga kalo teranjur utang di bank konvensional. Begitu juga terhadap banyak sekali permasalahan umat manusia di dunia ini yang menunggu dibenahi.
Mbok kalian kasih contoh bagaimana berebut pengaruh melalui solusi-solusi jitu kalian. Kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa membuat kapabilitas umat diakui, sehingga kalian bisa merasa bangga dan berhenti merasa teraniaya.
Barangkali begitu, sobatqu…
Atau mungkin kita bisa mundur kembali ke titik awal. Duduk bersama dan menafsirkan kembali tentang apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan (melalui Islam) untuk kita lakukan di dunia ini. Barangkali ada yang terlewat kita pahami selama ini.
Soalnya bakalan repot kalau ketika kalian merasa teraniaya, tapi kalian malah demen melakukan tindak aniaya ke orang lain. Nggak ngerasa bersalah sama sekali, karena kalian sebut itu aksi membela diri agama. Sambil menyebut, musuh itu memang sudah sewajarnya kalian perlakukan seperti itu.
Lalu kalian sebut mereka musuh agama dan mereka semakin takut sama kalian, sambil terus ngomongin kalian dari belakang. Dan semakin lama semakin nggak tertarik menjadi bagian dari kalian.