MOJOK.CO – KPAI sudah benar. Lagian apa sih istimewanya jadi atlet bulu tangkis kelas dunia? Mending jadi youtuber. Badan tak keringetan tapi hasil bisa sampai jutaan.
Berbeda dengan para seniornya yang sedang mempersiapkan diri ke Kejuaraan Dunia BWF di Bassel, calon atlet-atlet bulu tangkis muda yang sedang unjuk kebolehan demi mendapat beasiswa dari PB Djarum justru sedang dipermasalahkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Dengan alasan eksploitasi anak, KPAI meminta pihak penyandang dana untuk menghentikan acara pencarian bibit atlet bulu tangkis tersebut. Mungkin karena dianggap anak-anak itu beda dengan anak Indonesia pada umumnya yang lebih betah tinggal di rumah sambil main gadget dan konsol gamenya.
Ngapain sih harus berkeringat di lapangan? Kan bulu tangkis sekarang bisa dilakukan dengan cara online sambil tiduran di rumah? Tinggal download saja aplikasinya. Beres.
Lagian dengan di rumah kan orang tua jadi lebih tenang tanpa repot mengawasi. Orang tua tidak perlu cemas anaknya cedera dan pulang ke rumah dengan tubuh bau keringat karena habis olahraga. Memangnya tidak ada kegiatan lain selain bulu tangkis?
Bukankah akan lebih efektif jika anak-anak dididik untuk menjadi Youtuber seperti Atta Halilintar atau Ria Ricis? Dengan modal kamera dan sedikit kemampuan bermain drama secara singkat bisa menghasilkan uang ratusan juta. Kan orangtua jadi bisa numpang hidup dari hasil adsense yang dihasilkan. Ngapain juga harus berlelah-lelah di lapangan bulu tangkis?
Lagian, bakal tidak ada sedikit pun kebanggaan bagi orang tua ketika bertemu dengan orang tua murid lain saat rapat komite sekolah jika anaknya adalah seorang calon atlet.
“Halah, baru calon atlet bulu tangkis, belum tentu jadi atlet juga.”
“Iya, Jeng, apalagi itu disponsori oleh perusahaan rokok. Padahal rokok kan haram.”
“Betul jeng, mending anak saya, tiap sore selalu rajin ikut bimbingan belajar biar selalu dapat rangking.”
“Anak saya dong subscriber-nya sudah 50 ribu, followers IG-nya sudah 70 ribu.”
“Anak saya juga cita-citanya kepingin jadi instastory legend seperti Gempi loh, Jeng.”
(((instastory legend)))
Tak kurang seorang Hariyanto Arbi, mantan pebulu tangkis jebolan PB Djarum juga ikut bicara mengomentari keputusan KPAI. Tapi apalah daya seorang mantan atlet, walaupun sudah pernah mengharumkan nama Indonesia dia kan bukan lagi siapa-siapa sekarang, kecuali seorang politisi dari partai baru yang gagal tembus parliamentary treshold.
Mungkin Hariyanto Arbi tidak memperhatikan kalau di Indonesia lembaga negara yang diawali dengan kata “Komisi” sangat tabu untuk dikritik. Apalagi sampai dianggap melakukan kesalahan. Silakan hitung sendiri ada berapa lembaga dengan nama depan Komisi. Ya mungkin juga karena takut tidak dapat komisi.
Kasihan anak-anak itu, masih kecil sudah dieksploitasi oleh orang tuanya. Dididik dengan disiplin tinggi hanya untuk bisa menjadi seorang atlet bulu tangkis. Orang tua macam apa yang tega memperlakukan anak kecil dengan disiplin tinggi kayak gitu?
Anak kan seharusnya dimanja dengan kekayaan orang tua. Diberi fasilitas biar jadi orang terkenal tanpa harus melewati kerja keras dan disiplin. Masih anak kok sudah dikenalkan dengan disiplin. Memangnya ABRI?
Lagian ya, apa sih istimewanya jadi atlet? Mending juga kalau berhasil, kalau tidak? Paling banter cuma dapat fasilitas masuk sekolah lewat jalur prestasi. Mentok-mentoknya jadi pegawai negeri di Kemenpora atau Pemda.
Bandingkan jika anak-anak itu ikut audisi dai cilik atau penyanyi cilik. Kalaupun gagal harapannya ada rumah produksi yang siap menampung untuk dijadikan artis. Siapa lagi yang akan bangga kalau bukan kita sebagai orang tua?
Salut buat KPAI yang berani menyuarakan aspirasi kami sebagai orangtua. Selama ini tidak ada satu pun lembaga yang selantang ini meneriakkan eksplotasi anak. Kalaupun ada yang berani mereka justru lembaga yang tidak berkepentingan.
Menyasar acara audisi yang bertema relijiyus sebagai eksploitasi anak adalah kesalahan fatal. Tidakkah mereka sadar bahwa dari audisi semacam itu kita bisa tahu siapa yang taat kepada orang tua dan yang tidak? Siapa yang bakal masuk ke surga dan siapa yang tidak?
Sebagai orang tua yang relijiyes dan antirokok semestinya kita dukung langkah KPAI. Apalagi kita tahu sejauh ini belum pernah kita melihat ada atlet bulu tangkis putri yang pakai jilbab. Astagfirullah. Apakah kita tidak takut terkena azab jika membiarkan putri-putri kita memamerkan auratnya di depan banyak orang?
Apalagi di zaman serba canggih ini sudah tidak tepat lagi mencari uang dengan mengandalkan otot, ya kan? Berapa lama sih karier sebagai atlet bisa bertahan? Maksimal 20 tahun. Itu pun kemampuan fisiknya sudah mulai menurun seiring dengan popularitasnya.
Bagi yang sering main di level internasional oke lah, mungkin popularitas akan bisa bertahan lebih lama. Tapi bagi atlet lokal yang mentok jadi juara se-Kabupaten atau PON? Ada orang yang tahu saja sudah untung.
Silakan bandingkan sendiri dengan para selebriti. Tidak perlu takut jika popularitas mulai menurun, pakai hijab saja, niscaya akan dipuji-puji. Popularitas naik lagi, dapat slot acara lagi di tipi. Tawaran iklan produk syariah banyak, mulai dari kerudung syar’i sampai pasta gigi. Dan yang penting ada @lambe_turah yang siap memberitakan kegiatan sehari-hari.
Jika melihat nasib mantan atlet bulu tangkis kita akan lebih miris lagi. Siapa tidak kenal Hendrawan? Juara dunia, pahlawan Piala Thomas. Toh akhirnya dibully habis-habisan karena melatih timnas Malaysia. Apalah artinya saat berjaya dibilang pahlawan jika akhirnya dianggap sebagai pengkhianat bangsa.
Terakhir, saran saya kepada KPAI. Supaya pembelaan kepada anak terlihat lebih kaffah jangan hanya bulu tangkis saja yang dihentikan proses pembibitannya. Kalau perlu semua cabang olahraga saja diperlakukan sama. Yang namanya proses pembibitan kan selalu melibatkan anak-anak. Apalagi jika mengingat prestasi olahraga kita yang begitu-begitu saja.
Juara umum Sea Games hanya ketika jadi tuan rumah, sepak bola ribut mulu, induk olahraga hanya dijadikan alat politik penguasa. Jika lewat KPAI semua keruwetan ini bisa dibenahi kenapa tidak kita dukung?
Mungkin akan lebih baik jika kita hilangkan saja generasi dan regenerasi atlet olahraga di Indonesia dan kita lahirkan bersama youtuber-youtuber baru dengan belasan juta subscriber. Toh mengharumkan nama bangsa itu sudah tidak zaman lagi. Sekarang itu zaman viral. Berhasil membuat lagu Indonesia Raya berkumandang di ajang sekelas Olimpiade kalau nggak viral juga buat apa ya kan?
Nah, kalau KPAI bisa memperjuangkan ini semua untuk anak-anak di seluruh Indonesia, saatnya kita semua bilang, “Sempurna.”