Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Terawan Tidak Salah, Kita Lebih Suka Testimoni Ketimbang Metode dan Bukti Ilmiah

Jangan pojokkan Pak Terawan. Beliau justru panutan, memberi contoh cara memahami kebiasaan sebagian rakyat (dan pejabat) Indonesia.

Prima Ardiansah oleh Prima Ardiansah
30 Maret 2022
A A
Terawan Tidak Salah, Kita Lebih Suka Testimoni Ketimbang Metode dan Bukti Ilmiah

Ilustrasi Terawan. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Seharusnya, IDI ini malah memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pak Terawan karena kemampuan cerdiknya membaca situasi dan kondisi masyarakat.

Di negara yang tidak butuh bukti ilmiah seperti Indonesia, Pak Terawan adalah sosok yang cocok menjadi panutan. Kita tidak perlu penjelasan dari masyarakat ilmiah yang mengatakan bahwa metode DSA atau Vaksin Nusantara itu tidak sesuai dengan kaidah ilmiah. Ya, yang kita butuhkan itu cukup testimoni. Apalagi kalau yang bicara para tokoh yang punya pengaruh.

Coba kita sama-sama menelaah keputusan muktamar IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Salah satu keputusannya adalah memberhentikan Pak Terawan secara permanen dari keanggotaan IDI. Alasan pemberhentiannya adalah pelanggaran etik dari metode brainwash dan proses “pembuatan” Vaksin Nusantara.

Buat kamu yang belum paham konteksnya, pada 2018, beliau mengenalkan metode cuci otak atau brainwash untuk mengobati stroke. Terapinya memberi hasil bagus… katanya.

Padahal, waktu itu, pengurus IDI menyebut metode Digital Subtraction Angiogram (DSA) atau brainwash yang digunakan Pak Terawan untuk pengobatan stroke itu belum teruji secara klinis. Belum teruji secara klinis, tapi sudah dipakai.

Lengkap tentang DSA, bisa Anda baca sendiri di sini. Singkatnya, DSA ini adalah metode diagnostik untuk melihat pembuluh darah. Pak Terawan kemudian melakukan tindakan lanjutan yang katanya bisa memperbaiki kondisi pasien dengan penyakit stroke.

Perihal kebenaran kesembuhan, saya tidak mau komentar. Status saya sebagai warga negara Indonesia membuat saya berkata begini: “Sembuh tidak sembuh hanya milik Tuhan. Yang penting saya berusaha.” Toh sudah ada testimoni metode tersebut dari Pak Prabowo dan Pak Aburizal Bakrie.

Untuk Vaksin Nusantara, beliau pernah berkata bahwa efek vaksin ini, berdasar literatur yang dibacanya, bisa memberikan kekebalan selama puluhan tahun.

Prosedurnya, para penerima vaksin akan diambil darahnya. Sel darah putih khusus bernama sel dendritik akan dikenalkan dengan virus. Kemudian, sel dendritik yang sudah bisa mengenal sekaligus menghajar virus ini kelak akan dikembalikan lagi ke tubuh pasien.

Terlihat masuk akal, walaupun rumit. Lantas, apakah berhasil memberikan kekebalan? Belum ada rekomendasi ilmiah dari penggunaan vaksin jenis ini, sih.

Namun, sekali lagi, sebagai warga Indonesia, saya akan bilang: “Kesembuhan hanya milik Tuhan. Jangan Anda halangi ikhtiar manusia mencari kesembuhan!”

Tercatat, deretan tokoh nasional telah menjadi relawan. Misalnya Pak Aburizal Bakrie dan Pak Gatot Nurmantyo.

Dari dua ilustrasi tersebut satu kunci bisa kita ekstrak. Ya benar, testimoni. Tidak perlu metode ilmiah yang njelimet itu. Selama ada pihak yang “merasa” ada manfaatnya, ya lakukan saja. Perkara metode dan bukti ilmiah ya belakangan. Diberhentikan secara permanen karena melanggar etik? Ya pikir belakangan.

Toh, masyarakat umum juga tidak kaget dan heboh untuk mempertanyakan metode dan bukti ilmiah dari Pak Terawan terkait teknik brainwash dan Vaksin Nusantara. Mereka memang tidak butuh. Justru menjadi aneh banget ketika IDI mempertanyakannya.

Iklan

Mungkin, menurut IDI, cara yang mereka lakukan adalah cara paling tepat untuk mengatasi ketimpangan atas ketiadaan bukti dan metode ilmiah yang dilanggar Pak Terawan. Apalagi yang beliau lakukan ini sudah melanggar etik.

Saya sebenarnya juga heran. Ini IDI kok kurang paham tentang keadaan masyarakat kita, sih?

Bukannya budaya testimoni tanpa bukti dan metode ilmiah ini sudah mengakar kuat di masyarakat? Apalagi testimoni-testimoni ini telah diamini oleh tokoh-tokoh penting dari negara kita tercinta ini.

Mungkin masyarakat ilmiah yang digawangi IDI ini juga memiliki maksud tersirat. Misalnya, seperti pengharapan supaya masyarakat kita seharusnya sudah bisa segera beralih menjadi masyarakat yang memiliki dasar bukti ilmiah dalam menentukan keputusan.

Tapi IDI juga lupa, yang mereka hadapi bukan hanya masyarakat kelas menengah ke bawah, namun para tokoh penting negara yang masih berpikir demikian. Hal ini nyatanya juga mencederai iklan-iklan yang isinya melulu tentang testimoni. Testimoni jamu tradisional dan kosmetik misalnya.

Maksud IDI tentu baik. Mereka berharap, ke depannya, masyarakat bisa paham bahwa testimoni dan klaim sepihak belum cukup untuk menjadi sebuah landasan akan sebuah khasiat dari metode atau obat. Perlu metode ilmiah yang terstandar untuk membuktikannya.

Ya gimana ya, memang begitu tradisi kita. Di masyarakat pedesaan lebih terlihat lagi. berapa coba orang yang lebih percaya pengobatan tradisional Sangkal Putung daripada dokter spesialis ortopedi untuk menyembuhkan patah tulang?

Ya, lagi-lagi, gara-gara testimoni dari keluarga atau tetangganya, belum lagi tentang obat tradisional penghilang batu ginjal, penyembuh diabetes, pembesar penis, dan lainnya, yang nyatanya belum melewati uji terstandar secara ketat.

Seharusnya, IDI ini malah memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada Pak Terawan karena kemampuan cerdiknya membaca situasi dan kondisi masyarakat. Ini teknik spesial untuk bertahan diri di tengah iklim politik, lho.

Nggak heran kalau ada anggota partai tertentu yang ngotot kalau pemecatan yang dilakukan IDI itu nggak sah. Padahal, dia nggak punya dasar untuk bilang keputusan ini nggak sah. Pokoknya ngegas dulu. Urusan bukti ilmiah ya belakangan. Lho, kok sama, ya?

Kini saya paham. Keputusan Pak Jokowi mengangkat beliau menjadi Menteri Kesehatan di masanya memang memiliki dasar kuat. Bukankah satu ciri manusia unggul adalah manusia yang ahli menempatkan diri sesuai tempatnya atau disebut empan papan?

Pak Terawan adalah contoh konkretnya.

BACA JUGA Jadi Percaya Diri seperti Pak Terawan dan analisis ilmiah lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Prima Ardiansyah

Editor: Yamadipati Seno

Terakhir diperbarui pada 30 Maret 2022 oleh

Tags: cuci otak terawanidijokowiprabowoterawan dipecatvaksin nusantara
Prima Ardiansah

Prima Ardiansah

Dokter internship di RSU Aisyiah Ponorogo dan Puskesmas Jenangan Ponorogo.

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.