Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Stephen Hawking, 76 Tahun Menerjemahkan Semesta

Kardono Setyorakhmadi oleh Kardono Setyorakhmadi
14 Maret 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Stephen Hawking, fisikawan terbesar sesudah Albert Einstein, meninggal dunia hari ini di kediamannya di Cambridge, Inggris, di usia 76 tahun.

Selain atas sumbangsihnya pada ilmu pengetahuan, fisikawan terbesar setelah Albert Einstein, Stephen Hawking, juga populer karena kejenakaannya. Salah satu contohnya ketika Hawking menerima penghargaan dari Paus Yohanes Paulus II atas sumbangsihnya ke dunia keilmuan.

Kepada temannya Hawking berkata, “Sepertinya beliau (Sri Paus) tidak memahami teori saya.”

Waktu itu Hawking baru saja mengembangkan No Boundaries Theory, teori yang mengatakan bahwa model kosmologi dunia tak mempunyai awal dan akhir. Konsekuensi teori ini adalah, Hawking meniadakan Tuhan dalam pembentukan dunia. “Jika beliau tahu, saya bisa diamuk-amuk,” ucapnya.

Di kesempatan lain di Sydney pada 2015, ia bahkan melawak. Saat itu Hawking hadir secara virtual dalam bentuk hologram ketika berceramah di Opera House, ia membuka pidatonya dengan berkata,

“Walau saya senang jika bisa berada di sana langsung, tapi gagasan untuk menjadi orang pertama yang hadir dalam bentuk hologram di panggung Opera House terlalu bagus untuk ditolak. Sebab, ketika saya berceramah di kesempatan lain, saya tidak bisa melakukan ini.”

Ia lalu memutar hologram dirinya sendiri seperti baling-baling.

“Saya harus tekankan bahwa ini bukan kali pertama saya muncul dalam bentuk hologram,” lanjut Hawking, “Saya pernah melakukannya di episode awal ‘Star Trek: The Next Generation’. Di episode itu, saya main poker dengan Isaac Newton, Albert Einstein, dan Commander Data.”

Ia diam sebentar karena hadirin bertepuk tangan.

“Dan saya menang,” lanjutnya.

Kali ini hadirin tertawa keras.

***

Tanpa perlu menjadi fisikawan, Anda bisa membayangkan betapa sulitnya menjelaskan fisika, teoretis pula, kepada masyarakat awam. Bagaimana, misalnya, menjelaskan sebuah bintang mati yang kehabisan daya nuklirnya kemudian runtuh, lalu gravitasi mengisap semuanya sehingga cahaya sekalipun tak mampu keluar darinya, tanpa rumus fisika sama sekali?

Memopulerkan fisika adalah satu dari banyak sumbangan Hawking pada ilmu ini. Pada 1988, dia menerbitkan buku yang resepnya mesti menjadi teladan bagi semua penerbit, yakni sebisa mungkin jangan pernah menggunakan istilah rumit. Tak ada satu rumus pun yang muncul di buku Hawking, A Brief History of Time (di Indonesia berjudul Riwayat Sang Kala).

Iklan

“Saya sudah disemprit penerbit saya. Katanya, jika ada satu saja rumus yang muncul, buku itu penjualannya menurun separuhnya,” tulis Hawking. Rumus ini berhasil dan sampai sekarang, buku itu disebut sebagai buku fisika teoretis paling laris.

Buku ini membuat saya menyukai kosmologi, ilmu tentang alam semesta. Di saat yang sama, nilai Fisika kelas 1 dan 2 SMA saya ada di angka 4.

Dengan angka itu di rapor, saya bisa menjelaskan kepada Anda bagaimana sebenarnya materi itu terdistribusi dalam paket-paket yang disebut kuanta. Anda juga bisa mengajak saya mendiskusikan prinsip ketidakpastian Heisenberg dan paradoks kucing Schroedinger, atau tentang teori kuantum yang membawa konsekuensi yang membingungkan karena “akibat” bisa terjadi lebih dulu dari “sebab”.

Semua itu, my lov, berkat membaca karya Stephen Hawking.

Jika buku Hawking sudah cukup bikin pembacanya petantang-petenteng dengan konsep-konsep fisika, Hawking sendiri jauh lebih menarik. Sewaktu mahasiswa pascasarjana, ia terlibat debat terbuka di sebuah seminar dengan fisikawan teoretis terkenal saat itu, Fred Hoyle. Ketika semua audiens terdiam setelah Hoyle menyelesaikan penjabaran teorinya, Hawking mengacungkan tangan dan berkomentar singkat, “Perhitungan Bapak divergen!”

Hoyle kontan terenyak, sebab pernyataan itu sama saja mengambil kartu terbawah dari bangunan kartu teorinya. Artinya, teorinya yang panjang itu runtuh semua. Hoyle menjawab “konvergen”, Hawking bergeming dengan “divergen”. Sejarah membuktikan, Hawking yang benar.

Dengan segala kekikukannya, Hawking menyerupai Dilan dalam versi lebih intelek. Beberapa kali, saat menempuh S-1, ia keluar ujian dalam waktu 15 menit tanpa menjawab satu soal yang diujikan. Dia keluar ruangan dengan catatan sejumlah kesalahan yang ada dalam soal tersebut. Dosennya ngeh, Hawking lebih paham persoalan itu ketimbang dirinya.

Hawking memang telah memperoleh penghargaan tertinggi di dunia fisika teoretis, yakni kursi Lucasian Professor of Mathematics di Universitas Cambridge: posisi yang pernah ditempati oleh Sir Isaac Newton, penemu hukum gravitasi.

Namun, sepanjang hayatnya, Hawking belum pernah mendapat Nobel karena terbentur syarat bahwa teori penerima Nobel harus terbukti secara eksperimental. Para fisikawan teoretis tak pernah punya kesempatan melakukan eksperimen itu. Sebab, bagaimana pergi ke Lubang Hitam dan menguji teori Hawking? Bahkan Einstein mendapatkan Nobel Fisika bukan karena teori Relativitas Umum, melainkan karena teori foton.

Tapi, tanpa Nobel Hawking tetap akan menjadi legenda. Pencarian sepanjang hidupnya adalah pekerjaan yang terus dilakukan manusia sejak ribuan tahun lalu: mencari Theory of Everything, teori tentang segalanya yang menjelaskan alam semesta secara lengkap.

Sejauh ini, ada dua teori yang bertolak belakang, yakni teori Relativitas Umum Einstein untuk menjelaskan jagat makro dan Mekanika Kuantum untuk jagat mikro. Dua teori ini tak pernah bisa disatukan dan bertolak belakang. Menyatukan dua teori itu menjadi kesatuan yang bisa menjelaskan semuanya adalah obsesi manusia yang tidak bisa diselesaikan Hawking. Seperti yang ia tulis di paragraf terakhir Riwayat Sang Kala, mengetahui segala sesuatunya (everything) sama seperti mengetahui pikiran Tuhan.

“Saya lahir pada 8 Januari 1942,” masih dalam ceramahnya di Opera House, “di hari tepat 300 tahun kematian Galileo walaupun saya perkirakan, ada sekitar 200 ribu bayi lain yang juga lahir di hari itu.”  Dan hari ini, tepat di hari ulang tahun Albert Einstein ke-139, Stephen Hawking mangkat bersamaan dengan, menurut perkiraan, meninggalnya 115 ribu orang lainnya.

Terakhir diperbarui pada 15 Maret 2018 oleh

Tags: brief history of timemeninggal duniaStephen Hawkingtheory of everything
Kardono Setyorakhmadi

Kardono Setyorakhmadi

Jurnalis spesialis aksi terorisme. Tinggal di Surabaya.

Artikel Terkait

Melepas Kematian Orang Tercinta dengan Sukacita mojok.co
Esai

Melepas Kematian Orang Tercinta dengan Sukacita

14 Februari 2021
Sains, Tuhan, dan Nakalnya Stephen Hawking
Esai

Sains, Tuhan, dan Nakalnya Stephen Hawking

23 Januari 2020
Pojokan

Menulis Surat untuk Agung Hercules yang Sudah Pulang

2 Agustus 2019
Berbalas Fiksi

Dirimu Berharga, Mereka Hanya Tak Mau Bilang Saja

29 Juli 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.