ADVERTISEMENT
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Politik
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-uneg
  • Movi
  • Terminal
  • Kanal Pemilu
Beranda Esai

Melepas Kematian Orang Tercinta dengan Sukacita

Muhammad Zaid Sudi oleh Muhammad Zaid Sudi
14 Februari 2021
0
A A
Melepas Kematian Orang Tercinta dengan Sukacita mojok.co

Melepas Kematian Orang Tercinta dengan Sukacita mojok.co

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Kita jarang melihat kematian dari sudut pandang mereka yang mengalami. Boleh jadi mereka sangat berbahagia dengan kepergian itu.

Cerita tentang ungkapan kebahagiaan ketika melepas kematian seseorang sudah lama saya dengar, terutama dari kisah para sufi. Banyak dari mereka yang merindukan saat-saat ketika ajal mereka dijemput oleh Malaikat Izrail. Kiai saya di pondok dulu sambil bercanda mengatakan, sesekali mungkin perlu dicoba pada saat menyampaikan kabar kematian di spiker masjid tidak didahului dengan bacaan istirja tetapi dengan hamdalah.

“Alhamdulillah, telah meninggal dunia dengan tenang Bapak Fulan bin Fulan pada hari ini di rumah sakit….”

Kalau saja usulan itu benar-benar dilakukan mungkin akan menimbulkan kehebohan karena dianggap tidak senonoh. Tetapi sejauh ini saya belum pernah mendengar ucapan itu dipraktikkan dalam kehidupan nyata, kecuali pada upacara melepas keberangkatan Kiai Najib Abdul Qodir, pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta beberapa saat yang lalu. Ungkapan selamat itu disampaikan oleh Gus Yahya Cholil Staquf.

“… Kami semua mengucapkan manghayubagya, nderek sugeng tindak dan turut berbahagia atas tindaknya Syaikhina al-Murabbi al-ruh K.H.R. Najib Abdul Qadir. Kami yakin… ini adalah waktu yang sudah berpuluh tahun beliau tunggu. Sejak berpuluh tahun yang lalu ketika beliau memutuskan berkhidmad kepada Al-Qur’an….”

Andai bukan beliau yang mengucapkan kalimat-kalimat tersebut, mungkin akan muncul banyak kritik atau cemooh sebagai orang yang tak tahu adab atau tata krama. Lha wong di momen berduka dan banjir air mata kok malah mengucapkan selamat berbahagia.

Baca Juga:

Penjual Peti Mati Cerita Tanda-tanda di Luar Nalar Sebelum Dagangannya Laku MOJOK.CO

Penjual Peti Mati Cerita Tanda-tanda di Luar Nalar Sebelum Dagangannya Laku

31 Agustus 2023
bahagia mojok.co

Benarkah Bahagia Itu Pilihan?

11 Desember 2022

Terhadap kematian, kita selalu menanggapinya dengan ungkapan belasungkawa. Barangkali karena kita melihatnya dari sudut pandang orang yang ditinggalkan. Kita bersedih karena berpisah dengan orang yang kita cintai, orang yang kita hormati, kita jadikan sandaran hidup dan pegangan. Kita berharap orang-orang itu senantiasa ada di sekitar kita, menemani dan menjadi sumber kebahagiaan bagi kita. Maka ketika orang-orang itu wafat, kita merasa ada bagian dalam diri kita yang terluka. Kita bersedih.

Kita jarang melihat kematian dari sudut pandang mereka yang mengalami. Boleh jadi mereka sangat berbahagia dengan kepergian itu, seperti disampaikan oleh Gus Yahya di atas. Bahwa orang yang meninggal itu sudah lama menantikan saat-saat itu, di saat mereka bertemu dengan sang Kekasih sejati.

Jalaluddin Rumi, misalnya, mengibaratkan kematian sebagai perkawinan. Orang Jawa pun sebenarnya juga sering mengaitkan perkawinan dengan kematian, tapi dalam jenis hubungan yang berbeda. Misalnya, jika seseorang mimpi atau diimpikan menikah biasanya akan ditafsirkan akan meninggal dan itu artinya kabar duka.

Sebaliknya bagi Rumi, kematian disimbolkan dengan perkawinan karena di sana ada pesta bahagia. Dalam perkawinan ada persatuan antara kekasih dengan yang dikasihinya. Perkawinan melahirkan kebahagiaan tiada tara. Karenanya, ia bukanlah tragedi atau peristiwa yang layak ditangisi. Rumi banyak membuat puisi-puisi indah yang merefleksikan kematian.

Ketika engkau mengunjungi kuburku, batu nisanku akan terlihat menari-nari

Jangan datang ke kuburku tanpa tambur, saudaraku!

Sebab orang yang berduka tidak pantas datang ke hidangan Allah.

Atau dengarkan bait-bait Rumi lainnya:

Setelah meninggalkan manusia, tak diragukan lagi engkau akan menjadi malaikat

Lalu engkau akan meninggalkan bumi dan menuju surga

Melampaui malaikat, menjadi lautan yang setiap tetesnya akan lebih besar daripada lautan Oman!

Kematian, bagi Rumi, menjadi peristiwa yang begitu memesona dan membahagiakan, sehingga ia meminta orang yang berziarah ke makamnya tidak lupa membawa tambur.

Di Gresik, seingat saya, pengumuman kematian, meski diawali dengan kata innalillah, selalu diikuti dengan pernyataan yang juga indah dan menenangkan yang berbunyi “intiqal ila rahmatillah”. Kematian disebut sebagai intiqal (‘berpindah’) ke rahmat Allah. Jika orang yang meninggal sejatinya sedang berpindah ke rahmat Allah, bukankah kita seharusnya berbahagia?

Dalam intiqal juga kita disadarkan bahwa sesungguhnya tidak ada perpisahan yang benar-benar terjadi. Seseorang hanya sedang berpindah dari satu dimensi ke dimensi lain dan kemudian bertemu kembali. Seperti saat kita berpindah dari alam sebelumnya ke alam yang sekarang ini lalu kelak kembali meneruskan perjalanan ke alam lain.

Maka ketika Gus Yahya memberikan sambutannya, pernyataannya di hadapan para ribuan pelayat saat itu bagi saya kemudian terdengar sebagai pertanyaan, “Sudahkah kematianmu layak kau rayakan?”

Janganlah berbahagia, membayangkan saja saya masih takut. Rasanya, saya bahkan lebih sering menghindari pikiran mengenai kematian ketimbang mulai berkemas untuk menyiapkan perjalanan. Bahkan di saat kabar kematian sering datang bergelombang seperti sekarang ini, saya masih kerap memperdaya diri dengan menganggap bahwa kematian adalah masalah orang lain.

Saya ingat Hasan al-Basri yang sering menyindir sikap kita terhadap kematian. Kita sering kali berlaku seperti sapi di tempat jagal. Meski tahu pedang sudah dihunus dan tempat jagal sudah disiapkan, sapi tak pernah sekalipun berhenti mengunyah makanan.

Etapi, sapi kan binatang.

BACA JUGA Perihal Kematian yang Menyenangkan dan Mengecewakan dan esai-esai Muhammad Zaid Su’di lainnya.

Terakhir diperbarui pada 14 Februari 2021 oleh

Tags: Bahagiaistirjakematianmeninggal duniasufisufisme
Muhammad Zaid Sudi

Muhammad Zaid Sudi

Kadang penulis, kadang penerjemah, kadang guru ngaji. Tinggal di Jogja.

Artikel Terkait

Penjual Peti Mati Cerita Tanda-tanda di Luar Nalar Sebelum Dagangannya Laku MOJOK.CO
Bertamu Seru

Penjual Peti Mati Cerita Tanda-tanda di Luar Nalar Sebelum Dagangannya Laku

31 Agustus 2023
bahagia mojok.co
Uneg-uneg

Benarkah Bahagia Itu Pilihan?

11 Desember 2022
cita-cita mojok.co
Uneg-uneg

Perlukah Mewujudkan Cita-Cita agar Dapat Bahagia?

13 November 2022
Habib Luthfi yang Saya Kenal: Habib yang Menangis ketika Membicarakan Waliyullah dan Rasulullah MOJOK.CO
Esai

Habib Luthfi yang Saya Kenal: Habib yang Menangis ketika Membicarakan Waliyullah dan Rasulullah

4 Oktober 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Valentine Gundogan Hingga Drama Inter di Serie A: Sebuah Narasi Kebangkitan MOJOK.CO

Valentine Gundogan Hingga Drama Inter di Serie A: Sebuah Narasi Kebangkitan

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Stasiun Lempuyangan Jogja Bukan Lagi Stasiun Orang Miskin MOJOK.CO

Kasta Miskin Stasiun Lempuyangan Jogja yang Sudah Lebur dan Nggak Lagi Kalah dari Stasiun Tugu Jogja

6 Desember 2023
Politikus Senior Boyolali Seno Gedhe Ungkap Popularitas Jokowi Dulu dan Sekarang

Politikus Senior Boyolali Seno Gedhe Ungkap Popularitas Jokowi Dulu dan Sekarang

5 Desember 2023
Mobil Honda Jazz Simbol Awal Kesuksesan Manusia MOJOK.CO

Mobil Honda Jazz: Simbol Awal Kesuksesan Manusia dan Sudah Saatnya Honda Membangkitkan Sang Legenda

4 Desember 2023
Suzuki XL7 Nyaman seperti Innova Reborn, Murah kayak Rush MOJOK.CO

Suzuki XL7 Nyaman seperti Innova Reborn, Murah kayak Mobil Rakyat Toyota Rush

7 Desember 2023
Warung Sate Kang Jilan, Kuliner Imogiri yang Dulunya Tak Semua Orang Bisa Membeli MOJOK.CO

Warung Sate Kang Jilan, Kuliner Mewah Imogiri yang Dulunya Tak Semua Orang Bisa Membeli

6 Desember 2023
Lagi Laris-larisnya, Malaysia Malah Larang Kopi Joss ala Jogja, Penjual Diancam Denda Rp33 Juta MOJOK.CO

Lagi Laris-larisnya, Malaysia Malah Larang Kopi Joss ala Jogja, Penjual Diancam Denda Rp33 Juta

9 Desember 2023
ganjar pranowo cari suara di masterchef indonesia

Netizen Sindir Ganjar Pranowo Saat Tampil di Masterchef Indonesia

5 Desember 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Persona
    • Seni
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Memori
    • Olah Raga
    • Pendidikan
    • Sosial
    • Tekno
    • Transportasi
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In