Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Sinetron Putri yang Dimahkotai dan Geger Berita Sabdaraja

Amanatia Junda oleh Amanatia Junda
12 Mei 2015
A A
Sinetron Putri yang Dimahkotai dan Geger Berita Sabdaraja

Sinetron Putri yang Dimahkotai dan Geger Berita Sabdaraja

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Orang-orang masih geger dengan berita seputar Sabdaraja yang memantik intrik ngeri-ngeri sedap. Seorang teman SMP yang sekarang merantau di Kalimantan pun sampai bertanya ke saya, ada apa gerangan di Jogja? Saya jawab, “Biasa, Bro.. drama. Kalau nggak gitu, nggak seru e…”

Saya jadi ingat, beberapa tahun silam, saat saya masih abege, pada hari libur di jam beranjak siang, Indosiar pernah menayangkan drama korea berjudul Princess Hours. Ceritanya tentang seorang gadis biasa-biasa saja yang dijodohkan dengan putra mahkota, dibumbui intrik khas keluarga besar kerajaan. Drama ini benar-benar ngehits dan menjadi salah satu drama korea legendaris selain Endless Love, Full House dan Dae Jang Geum.

Andai saja wahyu yang diterima Ngarso Dalem tidak hanya ganti nama dan pasang nama (yang sejujurnya adalah isu elit keraton, bukan kawula alit), namun juga mbok yo ada isu yang lebih mantap, semisal nguri-nguri budaya.

Akibat wahyu tersebut, seorang mega-seleb facebook yang rumahnya sering dihampiri dhemit-dhemit Jogja sampai-sampai ikut bersuara, seorang filsuf kejawen jadi gelisah “Gusti, sesungguhnya ada apa gerangan?”, hingga budayawan tukang arsip, yang melihat fenomena ontran-ontran ini dari perspektif generasinya, menawarkan pemberontakan alias makar sebagai solusi.

Maka saya, mewakili generasi dedek-dedek kekinian dan ibu-ibu mutakhir, tak mau ketinggalan. Saya merasa perlu untuk turut bersuara dan menyampaikan pendapat terkait silang sengkarut di bumi mataram.  Terkait babakan drama keraton, pertanyaan saya: “Mengapa tidak bikinkan saja GKR Hours? Biar gaduh seantero jagad mayapada.”

Namun,  tak elok rasanya jika menduplikasi langsung judul Princess Hours. Sebut saja drama keraton ini sebagai Puteri yang Dimahkotai. Terdengar sangat familiar bukan? Nikita Willy yang menjadi Amira di sinetron Putri yang Ditukar saja pasti akan takjub, “Wow! Kewl!”

Dengan diproduksinya Putri yang Dimahkotai, keraton akan semakin melegitimasi fungsinya dalam sistem sosial sebagai lembaga penyokong budaya. Selama ini, keraton Jogja adalah sebuah tujuan wajib wisata bagi turis-turis mancanegara, dengan adanya serial drama keraton, otomatis turis-turis ini tidak hanya pulang membawa kartu pos dan foto dong, tapi juga mengakses internet untuk mengunduh Putri yang Dimahkotai—seperti halnya embaq-embaq ngangkut harddisk ekstrenal ke warnet untuk kopi-kopi drama korea.

Poin saya, ada potensi untuk meng-global-kan budaya lokal dengan opera sabun. Selama ini, sudah adakah sinetron kontemporer Indonesia yang berhasil menjadi pembicaraan masyarakat dunia? Ujung-ujungnya, Indonesia terkenal dengan sinetron-sinetronnya yang full copy-paste dari drama Taiwan, Jepang dan Korea Selatan. (Catatan: drama Princess Hours sempat dikloning, menjadi sinetron yang dibintangi Marshanda dan Baim Wong. Gagal total mengkloning, ketiadasanggupan Sinemart menampilkan setting kerajaan, sinetron itu kandas di tengah jalan).

Sudah saatnya keraton menjadi garda depan menarasikan sekaligus memvisualisasikan drama Jawa yang otentik dan sarat kearifan lokal.

Jika nantinya para sarjana mengeluh mengenai hal-hal semacam komodifikasi atau degradasi budaya adiluhung mataraman atas tayangan Puteri yang Dimahkotai, toh saya tetap optimis, akan lebih banyak yang mendukung daripada yang protes.

Menurut analisis ala riset Mojok.co, berikut daftar pendukungnya:

1. Garda depan K-pop.

Sungguh, mereka adalah fans paling loyal di era kekinian ini. Saya mendengar langsung dari teman-teman sebaya yang menggandrungi K-Pop, bahwasanya mereka tidak hanya mengonsumsi K-drama, reality show, dan lagu-lagu korea. Mereka bahkan belajar budaya asli Korea Selatan, rela belajar otodidak bahasa Korea dengan abjad Hangeul, dan menyisihkan uang jajannya untuk foto mengenakan baju adat Hanbok di festival Korea, plus nyicipin Kimchi dan Bulgogi di restoran mahal.

Dengan loyalitas dan dahaga budaya yang mereka miliki, tembang macapatan bisa ngepop lagi, les hanacaraka dibuka kembali, nonton wayang bisa ngetrend lagi dan Jogja bisa punya jawatan boyband dan girlband (personil dapat diaudisi melalui akun instagram @ugmganteng dan @ugmcantik).

Iklan

2. Kaum Ibu nuswantara.

Mereka adalah basis penonton yang tangguh, sabar dan kreatif. Meski kiblat sinteron masa kini adalah Ganteng-Ganteng Srigala, kaum Ibu masih sukarela menonton Tukang Bubur Naik Haji hingga ke Surga.

Kalau ditelusuri rekam jejak dunia persinetronan, siapa yang sanggup istiqomah menonton Tersanjung seri ke-embuh kecuali Kaum Ibu? Dan imajinasi Anda jangan terbatas hanya pada hobi rerasan Ibu-Ibu yang biasa mendiskusikan artis A, B dan C, mereka adalah kaum yang peka melihat celah pasar lalu memproduksi jilbab Manohara, jilbab Dewi Sandra, kaftan Syahrini.

Bayangkan jika Puteri yang Dimahkotai jadi tayang, pasti fashion semacam kutubaru GKR dan jarik GKR akan booming di berbagai kota. Perlu diketahui, salah satu pujian internasional untuk Princess Hours yakni drama tersebut mampu menyajikan wadrobe elegan perpaduan barat dan timur.

3. Para pecinta serial drama kerajaan di Indonesia yang nyaris tidak pernah menjadi tuan di rumahnya sendiri.

Mungkin Anda masih ingat, betapa nikmatnya menonton Putri Huan-Zhu, lalu bergeser ke Dae Jang Geum, sekarang ke Jodha Akbar. meski kita sempat punya tayangan bertemakan kerajaan seperti Angling Dharma, Tutur Tinular, Misteri Gunung Merapi, tapi ketahuilah, zaman telah berubah. Zeitgeist mengarah ke alat-alat semacam tongsis. Maka di halaman keraton yang teduh dan ayem, muda-mudi akan sibuk berfoto narsis ketimbang mencoba berkenalan dengan abdi ndalem.

Oleh karena itu, butuh tekad bulat, dana istimewa, dan Sabda Raja (yang terakhir yang paling penting) untuk membuat sinetron bertemakan nguri-nguri budaya. Agar  wajah Jogja di layar kaca tidak berhenti pada FTV-FTV yang medhoknya-segitu–amat.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: JogjaSinetronSultan Hamengku Buwana IXYogyakarta
Amanatia Junda

Amanatia Junda

Amanatia Junda redaktur tamu Kanal Pemilu 2024 Suara Politik Perempuan.

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO
Ekonomi

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO
Ragam

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO
Liputan

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.