Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Rindu Orba? Orang Flores Sih, Justru Rindu Penjajahan Belanda

Petrus Kanisius Siga Tage oleh Petrus Kanisius Siga Tage
30 November 2018
A A
Rindu Orba? Orang Flores Sih, Justru Rindu Penjajahan Belanda

Rindu Orba? Orang Flores Sih, Justru Rindu Penjajahan Belanda

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Bagi masyarakat Flores, mereka tidak mengenal yang namanya rindu orde baru. Justru, rindu penjajahan Belanda-lah yang mereka rasakan sejak Indonesia merdeka.

Akhir-Akhir ini kita mendengar tentang orang-orang yang memendam kerinduannya pada Orde Baru dan Soeharto. Tapi, tahukah Anda bahwa sejak negara ini merdeka, ada orang-orang yang justru rindu penjajahan Belanda dengan sungguh-sungguh? Kedengarannya memang absurd, namun seperti itulah faktanya.

George Santayana, filsuf asal Spanyol pernah berujar, “Mereka yang tidak bisa mengingat masa lalu akan dikutuk untuk mengulanginya (lagi).”

Pernyataan dari Santayana jelas bermaksud untuk mengingatkan bahwa penting bagi kita untuk memahami sejarah, agar peristiwa-peristiwa buruk di masa lalu tidak kembali terulang di masa kini atau nanti. Siapa pun yang tak bisa mempelajari makna di dalamnya akan menjadi orang orang-orang yang terkutuk.

Salah satu sejarah yang penting untuk diingat bangsa Indonesia adalah penjajahan dalam bentuk imperialisme dan kolonialisme bangsa Belanda. Kita selalu diberi tahu bahwa apa yang telah mereka lakukan adalah sesuatu yang berbahaya dan mesti dihapus agar kita tidak terjatuh lagi ke dalam masa kelam itu.

Mengingatkan sejarah penjajahan bisa dilakukan dengan beragam cara, salah satu dan yang paling umum adalah melalui pendidikan. Sejak sekolah dasar kita mengenal istilah yang mengerikan untuk menggambarkan kekejaman penjajah seperti:

Cultuurstelsel atau tanam paksa, yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila) yang hasilnya di jual murah kepada Belanda.

Selain itu, kita mengenal istilah Heerendiensten atau kerja rodi di bawah perintah gubernur Herman Williem Daendels, di mana ia memerintahkan untuk membangun jalan raya dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1100 km yang menyebabkan banyak pekerja meninggal.

Lalu saat sekolah menengah, kita mengenal istilah devide et impera, yaitu politik pecah belah atau politik adu domba penjajah. Hal ini sebagai sebuah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga lebih mudah ditaklukkan.

Untuk devide et impera, ternyata bukan hanya digunakan oleh penjajah, tetapi justru masih digunakan oleh para politisi kita hari ini untuk saling berebut kursi kuasa. Selain politisi, konon katanya juga digunakan oleh Pelakor dan Pebinor dalam menjajah sebuah rumah tangga untuk merebut suami atau bini orang.

Kembali ke soal penjajah. Dengan semua narasi soal kekejaman dan kelicikan yang ditunjukan penjajah ke bangsa Indonesia yang amat patriot dan nasionalisme—tetapi takut hantu komunis di setiap musim pemilu itu, mereka malah disukai di Flores. Orang Flores, Nusa Tenggara Timur ini, justru rindu penjajahan Belanda.

Benar, Flores di Nusa Tenggara Timur. Saya perlu memperjelas bahwa FLORES berada di NUSA TENGGARA TIMUR. Pasalnya saat merantau, kami sering mendapat pertanyaan, “Flores itu dimana ya?” yang karena keterusan menjadi menyebalkan.

Pertanyaan semacam ini, bahkan dilakukan di siaran televisi nasional oleh juri, kepada peserta dari Flores dalam sebuah ajang pencarian bakat. Ketika saya mendengar pertanyaan itu, saya sungguh-sungguh ingin sekali mengajari mereka membaca peta sambil melemparkan globe ke mukanya.

Nah, spirit gold, glory, dan gospel yang dibawa oleh penjajah—alih-alih dibaca sebagai upaya hegemoni atas tanah jajahannya seperti kebanyakan tempat di Indonesia—di Flores, kedatangan penjajah justru dianggap sebagai keberkahan dan nikmat yang perlu disyukuri. Bahwa sebelum negara ini hadir dan menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakat Flores, para penjajah itu telah lebih dahulu datang membawa perubahan.

Iklan

Pertanyaannya, mengapa masyarakat Flores justru rindu penjajahan, meski kurikulum pendidikan sejarah bangsa ini membuat narasi buruk tentang mereka? Atau bagaimana mungkin jejak penjajahan ratusan tahun yang penuh dengan siksaan seperti yang digambarkan dalam buku-buku justru membuat orang rindu?

Jawabannya ada di dalam beberapa hal berikut ini.

1. Pendidikan Berkualitas

Di Flores, kebanyakan anak-anak, dari pendidikan dasar hingga menengah, oleh orang tuanya disekolahkan di Sekolah Katolik. Pasalnya, kualitas sekolah ini sudah teruji dan ada keseimbangan antara pendidikan kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Hampir setiap tahun sekolah-sekolah ini merajai ranking kelulusan Ujian Nasional dan umumnya dinyatakan lulus dengan kelakuan baik di mata masyarakat. Sekolah-sekolah jenis ini biasanya sekolah tua peninggalan penjajah yang dikelola oleh para pastor, suster, dan bruder orang Belanda. Ketika sekolah-sekolah ini mengalami sedikit penurunan, orang-orang akan cepat mengatakan: Lebih baik zaman pastor Belanda, sekolah itu sangat bagus, tidak seperti sekarang. Hancur!

2. Pelayanan Kesehatan yang Baik

Sebelum mengenal KIS atau BPJS seperti sekarang, orang-orang Flores zaman dahulu telah mendapat pelayanan murah dan berkualitas melalui tangan dingin dan terampil para pastor, suster, dan bruder orang Belanda. Apa yang mereka lakukan telah membuat orang-orang Flores sukar move on. Ketika biaya rumah sakit makin mahal dan kualitas pelayananan tidak maksimal di rumah sakit pemerintah, orang-orang akan membandingkannya dengan pelayanan kesehatan di klinik biara zaman Belanda. Sungguh sangat berbeda.

3. Iuran Gereja Semakin Mahal

Ini serius, akhir-akhir ini iuran gereja di Flores hampir mirip pajak yang harus dibayar umat ke negara. Iuran yang beragam dengan angka-angka yang besar semacam iuran pembangunan, iuran wajib, juga administrasi berkas penerimaan sakramen telah mendatangkan kritik yang luas. Umat gereja katolik, akan membandingkan zaman pastor barat, di mana tak ada iuran dan semua pemberian gereja diterima dengan cuma-cuma.

4. Kursus Rumah Tangga

Pada Zaman Belanda, di biara susteran, disediakan kursus rumah tangga bagi wanita yang hendak menikah dengan tujuan mengajarkan mereka untuk lebih siap jika menikah. Kesannya memang amat patriarki, seolah-olah perempuan yang harus mengurus rumah tangga, tetapi ini penting dan manfaatnya luar biasa, setidaknya saat berumah tangga seorang wanita mampu mengurus keluarganya dengan baik.

Mereka di ajarkan memasak, menjahit, menyuci, merawat anak, hingga bercocok tanam, dan memelihara ternak. Keterampilan ini yang sering hilang dari banyak perempuan yang berumah tangga saat ini Jika sudah demikian orang-orang akan berkata, “Coba saja masih ada suster dari Belanda, para perempuan kita bisa belajar agar bisa mengurus rumah tangga”.

Membandingkan apa yang kami dapatkan dulu dengan sekarang, salahkah kalau kami—orang Flores—rindu penjajahan Belanda?

Terakhir diperbarui pada 30 November 2018 oleh

Tags: Masyarakat FloresRindu OrbaRindu Penjajah
Petrus Kanisius Siga Tage

Petrus Kanisius Siga Tage

Artikel Terkait

No Content Available
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.