MOJOK.CO – Saat ini, bisnis Pertashop sudah berada di ambang kematian. Kami hanya bisa tegar dan berharap Pertamina dan stakeholder untuk segera bertindak.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Kala laba kotor tak menutup biaya operasional dan angsuran bulanan, ancaman penutupan paksa karena sulitnya perizinan mengancam Pertashop.
Senin (10/07) kemarin, puluhan pengusaha Pertashop bertandang ke gedung DPR RI untuk berkeluh kesah kepada Komisi 7 terkait masalah yang mereka hadapi ketika mengelola usaha anakan Pertamina itu. Dalam sidang yang dipimpin oleh Dony Maryadi Oekon, ketua Paguyuban Pertashop Jateng-DIY memaparkan beberapa hal yang menjadi keluh kesah mereka selama mengelola bisnis SPBU mini legal itu.
Beberapa hal yang menjadi konsen dari perwakilan pengusaha Pertashop yakni adanya persaingan bisnis antara Pertashop yang legal dengan penjualan bensin eceran yang sudah jelas melanggar hukum. Disparitas harga BBM non-subsidi yang dijual Pertashop dengan BBM yang dijual Pertamini membuat bisnis legal ini kian menyepi. Gimana, nih, Pertamina?
Di penghujung pemaparan, ada delapan aspek yang menjadi tuntutan para pengusaha Pertashop agar bisa dibantu dicarikan dan diluruskan benang kusutnya. Mengingat, DPR RI, khususnya Komisi VII, yang juga memberi restu kepada Pertamina untuk mengadakan program Pertashop ini.
Izinkan saya menjelaskan delapan tuntutan tersebut. Pertama, permohonan pengaturan terkait disparitas harga BBM subsidi dan non-subsidi. Kedua, penertiban atas peredaran BBM bersubsidi oleh pengecer. Ketiga, percepatan revisi Perpres No. 191 Tahun 2014 yang menjadi dasar aturan penetapan penyaluran BBM bersubsidi.
Keempat, permohonan untuk ditunjuk sebagai pangkalan elpiji bersubsidi. Kelima, mempermudah proses memperoleh PBG dan SLF. Keenam, percepatan tanda tangan kontrak permanen. Ketujuh, pembenahan regulasi jarak antara SPBU reguler dengan Pertashop. Kedelapan, permohonan dibentuknya Forum Group Discussion (FGD) antara pengelola Pertashop dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Baca halaman selanjutnya….