Seorang remaja putri diperkosa dan dibunuh 14 remaja putra di Bengkulu. Kita murka dan menuntut hukuman seberat-beratnya untuk 14 pelaku. Saya tidak akan membantah itu dan turut mengutuk kebiadaban tersebut. Tapi saya juga ingin mengajak Anda mundur sejenak dan melihat permasalahan ini secara lebih luas.
Mari kita mulai dengan melihat alur sumber birahi.
Masa puber adalah masa perubahan fisik anak-anak menjadi tubuh manusia dewasa yang memungkinkan mereka untuk bereproduksi seksual. Yang terjadi pada tubuh adalah, otak manusia memberi perintah pada kelenjar reproduksi untuk mengeluarkan hormon: kelenjar reproduksi indung telur pada perempuan dan testis pada laki-laki.
Kelenjar reproduksi tersebut merespon dengan menghasilkan libido dan perubahan pada bagian tubuh lain: tulang, otot, darah, kulit, rambut dan bulu, suara, payudara, organ reproduksi, serta bentuk tubuh dan distribusi lemak.
Secara biologis, rata-rata anak perempuan mulai puber pada usia 10-14 tahun. Laki-laki, usia 12-16 tahun. Tubuh perempuan menjadi matang dengan lengkap pada usia 15-17 tahun. Tubuh laki-laki, usia 16-17 tahun.
Tanda puber paling penting dalam tubuh perempuan adalah menstruasi, yang rata-rata terjadi pada usia 12-13 tahun. Tanda puber laki-laki, ejakulasi, rata-rata terjadi pada usia 13 tahun.
Faktor genetik dan nutrisi bisa membuat sebagian orang mulai puber lebih dini, usia 8-9 tahun. Penelitian terbaru menyebutkan, anak-anak perempuan abad ini sudah memulai pertumbuhan payudara pada usia 7 tahun!
Nutrisi apa yang bisa membuat puber dini? Para ilmuwan berspekulasi: obesitas, bahan kimia (contohnya, pestisida yang efeknya menyerupai hormon estrogen), juga tingkat stres, mempunyai andil dalam hal ini.
Jadi, secara biologis, anak SD/SMP yang sudah menstruasi atau ejakulasi — tak peduli suku bangsa, ras, atau agamanya apa — pasti akan merasakan dorongan seks. Dan suatu stimulus baru yang kuat memicu deras arus hormon dan adrenalin, akan mudah menjerat remaja.
Berdasarkan data yang ada, remaja yang lebih rentan melakukan seks dini adalah:
- Remaja yang tidak memiliki hubungan dekat dan komunikasi yang baik dengan orang tuanya.
- Remaja dengan orang tua tunggal dan harus sering pergi mencari nafkah.
- Remaja dengan orang tua yang terlalu tidak peduli atau malah terlalu otoriter.
- Remaja dengan kakak yang sudah aktif secara seksual.
- Remaja dengan kakak yang sudah melahirkan.
- Remaja dengan keluarga yang banyak KDRT.
- Remaja yang tinggal di lingkungan kumuh (penghasilan rendah), banyak pengangguran, dan angka kriminalitas tinggi.
Dari ketujuh faktor tersebut, muncul kemudian dorongan baru: alkohol.
Mari bertanya terlebih dahulu: Apakah (benarkah) alkohol merusak akhlak? Jawabannya antara iya dan tidak.
Pada intinya, andil alkohol hanya mengganggu koneksi otak: melipatgandakan hasrat terpendam dan menghilangkan filter sosial normal seperti rasa takut atau malu, juga kesadaran benar dan salah. Hasrat di sini tentu saja tidak melulu soal seks tentunya.
Yang umum terjadi: Hasrat banyak bercuap melantur yang mana dalam situasi normal tak akan diobrolkan (contoh: rahasia rumah tangga), lalu hasrat caper dan tertawa keras-keras tak karuan, atau hasrat berjoget ria tanpa rasa malu. Anda yang suka atau pernah ke bar mestinya tahu betul soal ini.
Tapi begini, masa puber remaja + masalah sosial + alkohol (oplosan pula) = Megalopetaka. Ini adalah rumusan awal untuk menjawab bagaimana mungkin 14 remaja di Bengkulu itu bisa dengan amat biadab memerkosa seorang bocah SMP.
Dalam hal ini, saya tidak sedang membahas kasus pemerkosaan oleh orang dewasa (mabuk atau tidak), karena akar permasalahannya lain. Pada orang dewasa–meski tak tertutup kemungkinan remaja juga menyadarinya–a rape is rarely about sex. It’s about power and violence.
Oleh karena itulah, permasalahan tidak terhenti pada pelaku pemerkosaan. Ada rentetan masalah sosial di belakang para pelaku remaja.
Kalau kita hanya fokus menghukum para pelaku seberat-beratnya, katakanlah penjara seumur hidup, hukuman kebiri, atau hukuman mati sekalipun, tetapi tanpa menyelesaikan masalah sosial yang terjadi, kebiadaban lain tetap akan berulang. Dan bukan tak mungkin lebih keji.
Selain menyelesaikan masalah sosial, penting juga kiranya untuk mengetahui bagaimana cara mengendalikan dorongan seks. Untuk hal ini, biasanya para pendekar-pendekar pengepul kesucian akan segera teriak lantang: tambah pendidikan agama!
Oh tentu saja. Dengan melipatgandakan dosis pendidikan agama, maka angka pemerkosaan TKW kita di Timur Tengah pasti juga akan turun. Dan hanya dengan pendidikan agama yang ketat pula, maka niscaya tak perlu lagi ada tim investigasi jurnalis seperti ‘Spotlight’ di Boston Globe yang mengungkap kasus pedofilia di kalangan para pastur.
Saya kira, solusi menambah kegiatan religius justru kurang efektif, karena aktifitas pasif berdurasi lama (dan kekangan libido secara ekstrim) malah rentan membuat bosan dan pikiran terbang ke mana-mana, membuat hormon dan impuls berkesempatan menguasai.
Lalu apa solusinya? Kawin muda? Apakah kawin muda — termasuk sesama jenis — memberikan solusi seks di luar nikah? Apakah pengantin perempuan remaja akan lebih mudah diatur menjadi istri penurut?
Saya kok sangat skeptis. Punya anak lebih awal supaya lebih punya tenaga ngurusnya? Atau biar nanti ketika jalan berdua dengan anak bisa disangka kakak adik? Itu lebih absurd lagi.
Fakta yang ada justru menunjukkan: Banyaknya kasus kematian istri remaja terjadi karena pendarahan dan infeksi vagina yang sobek, problem melahirkan, problem mental dan finansial pengantin remaja, dll.
Solusi pertama yang paling logis, ya masturbasi. Kedua, olahraga. Pada kenyataannya, angka seks remaja terkecil ada di dalam lingkungan… atlet.
Alasannya: Latihan keras setiap hari membuat semua energi terfokus di sana, tak ada waktu dan tenaga untuk memikirkan dorongan seks. Olahraga juga membuat remaja kuat serta percaya diri – sangat mengurangi risiko melakukan seks karena rayuan/peer pressure ingin dianggap “keren” dan diterima dalam satu kelompok.
Lebih jauh lagi, menjadi atlet membuat remaja dengan sadar menghindari seks/alkohol/narkoba karena tidak mau merusak performa dan karir atletnya, setelah setengah mati perjuangan latihan setiap hari.
Nah, Anda yang punya anak remaja, bisa mempertimbangkan kedua solusi tadi. Hubungan dekat yang sehat dengan anak Anda jelas nomor satu, karena komunikasi yang baik akan menghindarkan anak Anda dari banyak masalah. Kemudian mengikutsertakan anak Anda dalam kegiatan olahraga yang cocok. Olahraga apapun. Klub catur pun oke.
Jangan salah lho, para atlet catur profesional itu setiap hari olahraga selama 2 jam, lalu latihan catur selama 4 jam. Olahraga fisik sangat penting untuk stamina mental dan konsentrasi olahraga otak. Atau minimal olahraga joget gila-gilaan, teriak-teriak atau headbang sambil mendengarkan musik metal (tanpa bantuan alkohol) juga tak apa. Untuk yang masturbasi, itu sih terserah.
Masa pilihan solusinya cuma itu? Jika memang ada solusi konkrit yang sempurna tanpa cela, tentu kita tak pernah lagi menemukan kasus pemerkosaan yang sudah ada sejak sebelum Masehi. Itu artinya, selalu ada kemungkinan bagi manusia untuk bertindak biadab.
Sebelum mengakhiri artikel ini, mari kita berdoa untuk Y dan siapa saja yang menjadi korban pemerkosaan di manapun mereka berada.