Solusi murahan dari PDAM Tirta Pakuan
Saya nggak bisa bicara soal wilayah lain karena ada total 6 kecamatan di Kota Bogor dan saya hanya tinggal di selatan. Nggak adil juga saya kalau bahas soal kecamatan lain karena mungkin kondisinya nggak sama. Namun, khusus untuk Bogor Selatan, pipa bocor yang berujung mati air sudah jadi makanan sehari-hari kami. Rancamaya, Cibeureum, hingga Cipaku dan Pamoyanan sudah jadi kelurahan yang kenyang hidup puluhan jam tanpa air.
Dan kalian tahu apa solusi PDAM Tirta Pakuan? Mengirim tangki air. HAHAHA!
Tanpa mengurangi rasa hormat, tangki air ini solusi yang tidak memenuhi pengamalan Pancasila, utamanya sila ke-5. Buat saya yang tinggal di perumahan, truk tangki air mudah saja masuk dan membagikan air. Tapi, bagaimana dengan warga di kampung-kampung yang kontur jalannya harus naik-turun tangga dari bawah buat ke atas atau ke depan gang?
Kalian tentu tahu kan menuhin bak atau kontainer dengan air itu bikin beratnya jadi berlipat-lipat? Dan mengirim truk tangki sudah dianggap sebagai solusi terbaik mengingat kondisi alam di Bogor Selatan yang penuh dataran tinggi?
Kita bisa berbeda pendapat tentang banyak hal. Tapi, khusus soal air, kita agaknya sulit untuk nggak sepakat kalau ini hal yang sangat vital. Dari urusan MCK (mandi, cuci, kakus) hingga ibadah (wudu) dan masak, semua membutuh air.
Orang mau berangkat kerja atau sekolah, butuh mandi atau minimal cuci muka dan sikat gigi. Masa iya ini dilakukan tanpa air? Mau cuci muka pakai apa? Pakai pasir? Mau mandi tanpa air, apa kami harus seperti kucing yang jilat-jilat sendiri badan kami sampai basah?
Kompensasi? Halah, mentok cuma minta maaf
Keluhan saya yang kedua adalah soal kompensasi. Berkali-kali mati air, saya mentok hanya dapat permintaan maaf. Kalau meminta tangki air, saya harus isi formulir yang minta diisi nomor ID pelanggan PDAM Tirta Pakuan, sampai alamat rumah. Birokratis banget dan ribet. Udah saya susah nggak ada air selama puluhan jam, masih disuruh isi formulir. Maunya apa, hah?!
Dan balik lagi soal kompensasi, kenapa setiap ada mati air, tidak ada upaya mengompensasi gangguan ini. Minimal memberikan diskon untuk tagihan bulan depannya mungkin sekitar 10% sampai 20%. Makin lama mati airnya, makin besar diskon tagihannya.
Pemerintah Kota Bogor sangat wajib melakukan evaluasi ke PDAM Tirta Pakuan karena ini sudah terjadi berkali-kali. Solusi yang mereka berikan selalu jangka pendek.
PDAM Tirta Pakuan hanya berupaya memperbaiki pipa bocor dan berharap insyaallah nggak akan bocor lagi. Kalau bocor pun, matikan air lagi, dan ulang lagi lingkaran setan ini.
Perlu ada metode baru sehingga perbaikan dapat berjalan tanpa harus mematikan aliran air. Dan jangan tanya saya solusinya gimana, karena itu bukan urusan saya. Sudah bayar tagihan bulanannya, nggak pernah telat, dan masih harus disuruh memikirkan solusinya?
Sangat kecewa kepada PDAM Tirta Pakuan
Saya baru 2,5 tahun tinggal di Kota Bogor dan PDAM Tirta Pakuan ini sudah bikin saya sangat amat kecewa sama kota ini. Untuk jadi kota yang modern dan layak, Bogor harus segera lepas dari masalah-masalah sepele seperti mati air ini.
Dengan rencana pembangunan trem hingga jalur LRT yang kelak akan hadir di Cimanggu, suram rasanya membayangkan di tengah impian besar itu, kota ini masih berkutat sama isu mati air. Evaluasi adalah keniscayaan. Sebab, PDAM Tirta Pakuan sudah jadi beban sangat berat bagi Pemkot Bogor. Kinerjanya sudah sangat buruk dan pola maintenance-nya pun dipertanyakan.
Jadi, mau sampai kapan kita menoleransi kinerja buruk PDAM Tirta Pakuan? Apa perlu menunggu waktu sampai semua warga Bogor Selatan jengah dan menggeruduk kantor PDAM di Siliwangi?
Hati-hati, orang-orang yang terlalu sering dikecewakan, suatu waktu akan sampai di titik mereka bisa meledak. ITU!
Penulis: Isidorus Rio Turangga Budi Satria
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Kamu Ingin Tinggal di Kota Bogor? Coba Pikir Lagi! dan surat protes lainnya di rubrik ESAI.