MOJOK.CO – Outsourcing yang lahir dari UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu lahir di zaman Bu Megawati. Sementara Omnibus Law lahir dari rekomendasi petugas partainya Bu Mega.
Ibu Megawati Sukarnoputri, putri Presiden Sukarno, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, satu-satu orang di kolong langit yang boleh menyebut Presiden Joko Widodo sebagai petugas partai, sedang gundah. Melihat protes panjang Omnibus Law yang berbuntut pembakaran halte Transjakarta, dia merasa generasi muda hari ini sudah kebablasan.
Ia menganggap penangkapan demonstran yang dilakukan oleh aparat sudah benar. “Masya Allah susah-susah bikin halte Transjakarta enak saja di bakar, emangnya duit lo! Ditangkap nggak mau, gimana ya. Saya sih pikir lucu banget nih Republik Indonesia sekarang,” katanya.
Bu Megawati lantas menyebut bahwa generasi muda Indonesia, wabil khusus kelompok milenial ini cuma bisa protes tapi tak punya sumbangan nyata. “Anak muda kita, aduh saya bilang sama Presiden, jangan dimanja, dibilang generasi kita generasi milenial. Saya mau tanya, hari ini apa sumbangsihnya generasi milenial. Apa sumbangsih kalian kepada bangsa dan negara ini? Masa hanya demo saja,” katanya.
Mau mendebat ini kok ya susah bener. Misal nih, saya mau bilang, apa hak Bu Mega ngatain milenial?
“Emang bapakmu yang bangun ini negara?” Ha, kok ya memang. Kicep. Ngga bisa dibantah.
Untuk itu saya mengumpulkan keberanian, sungguh karena menulis soal Bu Mega ini ngeri-ngeri sedap. Salah sedikit bisa bernasib seperti Dandhy Laksono yang dilaporkan Dewan Pengurus Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (DPD Repdem). Ingat ya, bukan Bu Megawati yang minta dilaporkan, tapi sebagai kader yang mencintai pimpinan partai, mereka ya berhak sakit hati.
Untuk itu sebagai pemuda yang milenial bukan gen x bukan, kita perlu belajar untuk meneladani jasa Bu Mega bagi bangsa ini. Bukan apa-apa, ya memang milenial di Indonesia ini kan cuma bisa protes.
Mana ada milenial Indonesia yang berinisiatif untuk melakukan distribusi kemakmuran untuk membantu kelas pekerja terdampak Covid-19 seperti bagirata.id? Atau emang ada milenial di Indonesia yang mendorong kemandirian komunitas adat sembari membendung trafficking dan merawat tanaman lokal seperti Lakoat Kujawas? Kan ngga ada.
Milenial Indonesia ya harus belajar pada Bu Megawati soal perdamaian dan keberagaman. Jangan lupa, pada 30 Juli 1999, di hadapan para ulama dan rakyat Aceh di Serambi Mekah, Bu Mega berpidato dan untuk mendapatkan dukungan rakyat. “Untuk rakyat Aceh, percayalah, Cut Nyak tak akan membiarkan setetes pun darah tumpah di Tanah Rencong,” katanya. Dan ini dibuktikan beliau pada 19 Mei 2003 melalui Keppres No. 28 Tahun 2003, secara resmi, Darurat Militer diberlakukan di Aceh. Apa dampaknya? Aduh dicari sendiri ya, milenial jangan manja, demikian kata Bu Mega.
Hal lain yang bisa dipelajari milenial adalah kemampuan manajemen utang. Misalnya dalam hal privatisasi BUMN yang kontroversial. Saat Bu Mega berkuasa, Indosat, salah satu BUMN Indonesia, dijual dengan alasan untuk membayar utang negara.
Indosat dijual seharga Rp4,6 triliun kepada Temasek Holding Company, BUMN Singapura. Lima tahun kemudian, Temasek menjual saham Indosat kepada Qatar Telecom dengan harga mencapai tiga kali lipat. Coba betapa jeniusnya bu Mega, kita jual BUMN senilai 4,6 triliun, eh perusahaan Singapura jual tiga kali lipat. Bu Mega demikian visioner hingga bisa bantuin perusahaan asing untung!
Milenial juga bisa belajar kepada bu Mega soal membuka lapangan pekerjaan. Bu Mega dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam lahirnya outsourcing. Kebijakan ini lahir lewat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang itu sebenarnya sudah jelas mengatur keberadaan perusahaan penyedia tenaga kerja. Penyedia tenaga kerja yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja, meski pada praktiknya kerap disalahgunakan. Nah sekarang, jika kamu milenial, bekerja sebagai karyawan kontrak, hakmu berkurang karena berstatus outsource, kamu harus berterima kasih pada Bu Mega. Udah bagus dapat kerjaan, lha daripada nganggur?
Bagi saya pribadi, hal yang mengagumkan dari Bu Megawati adalah kemandirian dalam berpolitik. Dia bisa jadi politisi sukses dan berpengaruh jelas karena kerja kerasnya. Beliau adalah sosok yang berusaha dari bawah. Mana pernah Bu Mega membawa-bawa nama besar ayahnya Bung Karno dalam politik? Mana pernah Bu Mega mempromosikan diri dengan foto Bung Karno di belakangnya.
Bu Mega tak pernah menjual nama proklamator bangsa, semua yang dicapai hari ini karena visi dan kerja kerasnya. Ini mengapa sebagai milenial, kita jangan sampai dompleng nama besar orang tua, misalnya nanti kita hendak jadi caleg dan bercita-cita jadi ketua DPR atau Walikota, jangan jual nama orang tua, apalagi kakek sendiri. Malu sama Bu Mega.
Kedermawanan juga menjadi ciri agar seseorang bisa sukses. Ini dilakukan Bu Megawati melalui Surat Keterangan Lunas para peserta BLBI. Jadi saat krisis ekonomi zaman Pak Harto, bank di Indonesia pada babak belur, pemerintah memberikan pinjaman untuk pencairan uang senilai Rp144,53 triliun.
Sayangnya, niat baik Bu Mega ini malah disia-siakan, sudah dibantu skema pembayaran utang, eh kok ya malah kepercayaannya dikhianati. Jika kalian milenial ingin tahu apa itu skandal BLBI, Surat Keterangan Lunas, dan KPK, coba ikuti kasus Sjamsul Nursalim.
Sebagai penutup saya hanya ingin mengingatkan bahwa outsourcing yang lahir dari UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan itu lahir di zaman Bu Mega. Sementara Omnibus Law lahir dari rekomendasi petugas partai yang didirikan Bu Mega.
Jika ada hal yang bisa dipelajari dari beliau, mungkin sebagai pimpinan partai yang membela wong cilik, Bu Mega konsisten untuk membahagiakan kelas pekerja. Jadi saya mohon untuk tidak menghina beliau, apalagi mencaci maki. Bukan karena rasa hormat, tapi karena ITE. Jaga diri ya, sehat selalu.
BACA JUGA Megawati Diusulkan Jadi Pahlawan Demokrasi Merupakan Satire Paling Cadas Abad Ini dan tulisan-tulisan lainnya dari Arman Dhani.