MOJOK.CO – Ada yang bilang dangdut itu miskin tema. Sebuah omong kosong karena mereka belum pernah mendengar masterpiece dangdut ngapak.
“Musik dangdut adalah musik paling gak kreatif. Karena temanya cuma tentang selingkuh, jatuh cinta, di tinggal mati. Kek enggak ada pembaruan. Masa iya sepanjang hidup si musisi ini galau terus.”
Kalimat di atas adalah sebuah twit dari akun @Badrebellions yang coba memberikan unpopular opinion terkait skena musik Indonesia secara umum. Kita tahu, beberapa hari terakhir ini, tren opini tidak populer memang sedang membanjiri linimasa media sosial. Sebuah tren yang menimbulkan banyak perdebatan, perselisihan, tak peduli meskipun kita sedang merayakan Lebaran.
Dan opini di atas jadi salah satunya. Opini di atas mendapat ratusan respons dari warganet. Sebagian besar tentunya tidak setuju, sebab yang dikatakan oleh akun Twitter tersebut sangat jauh dari kata tepat secara substansi.
Tema dangdut itu justru sangat variatif
Opini di atas memang unpopular opinion, dan pasti akan mendapat “todongan pisau” seperti meme yang juga ikut diunggah. Jika memang itu tujuannya, untuk mendapat “todongan pisau”, ya opini tersebut sudah berhasil.
Tapi mari kembali ke substansinya. Bukan tentang tren unpopular opinion, tapi tentang anggapan bahwa musik dangdut tidak kreatif, terlebih soal tema. Tak perlu belajar antropologi atau etnomusikologi, dan tak perlu pula membaca banyak buku atau jurnal untuk mengetahui bahwa musik dangdut punya tema-tema yang sangat variatif. Bahkan musik dangdut mampu mengakomodir semua tema terkait kehidupan manusia.
Butuh bukti? Kita lihat saja diskografi raja dangdut, Haji Rhoma Irama. Sepanjang kariernya di industri musik dangdut, Bang Haji Rhoma sering menciptakan lagu dengan tema-tema yang variatif. Lagu dengan tema ketuhanan, ada lagu “Azza”. Tema bahaya judi, ada “Judi”. Soal kondisi anak muda, ada “Darah Muda. Tentang ironi sebagai tunawisma tergambar dengan jelas di “Gelandangan”. Yang berbicara soal percintaan dan kerinduan, ada banyak. “Gala-Gala”, “Bahtera Cinta” dan “Pertemuan” adalah beberapa contohnya.
Kekayaan koplo dan perkembangan yang masif
Musik dangdut berkembang, tema-temanya pun ikut berkembang. Terutama ketika dangdut koplo muncul pada tahun 2000-an, yang semakin memperdalam tema-tema yang ada. Jika tema di lagu-lagu ciptaan Bang Haji Rhoma masih terlalu umum, dangdut koplo menyajikan tema-tema yang lebih dalam, lebih konkret, dan lebih spesifik.
Lagu “Putri Panggung” yang dinyanyikan Uut Permatasari adalah salah satu contohnya. Lagu ini menceritakan rasanya menjadi seorang biduan yang menyanyi dari panggung ke panggung, dengan bumbu kasmaran dengan “Mas Joko” yang menjadi penyemangat si biduan. Contoh lain ada lagu “Goyang Inul” dari Inul Daratista. Lagu ini bahkan spesifik menceritakan goyangan khas Inul. Lagu ini juga mengajak kita untuk melupakan semua masalah dengan bergoyang.
Namun, harus diakui bahwa tema-tema yang diangkat dalam dangdut di lima tahun terakhir, masih berkutat di urusan cinta, patah hati, selingkuh, dan semacamnya. Kita bisa melihatnya dari lagu-lagu milik Denny Caknan, Via Vallen, Guyon Waton, hingga Ndarboy Genk. sebagian besar lagu-lagu mereka, khususnya lagu-lagu yang menjadi hits, adalah lagu-lagu yang temanya sama. Tidak jauh-jauh dari urusan cinta-cintaan dan patah hati.
Lalu apakah ini bisa dibilang sebuah hal yang tidak kreatif? Rasanya tidak. Terlalu naif untuk menyebut bahwa musik dangdut, khususnya dangdut kiwari, dengan sebutan tidak kreatif secara tema. Padahal dari aspek lain, dangdut sudah berkembang pesat secara kreativitas. Ini bisa dilihat dari bagaimana mereka mengemas dangdut dengan sangat indah, yang menjadikannya sebagai produk yang lebih berkualitas dan berkelas, hingga diterima oleh banyak orang.
Lihat saja bagaimana musik dangdut saat ini menjadi primadona masyarakat. Bukan hanya di kalangan masyarakat Jawa, tapi seluruh masyarakat. Kalau kita lihat lagu-lagu dangdut yang ada di YouTube misalnya, jumlah penontonnya sudah menyentuh angka rata-rata satu juta penonton. Tiap festival musik besar di Ibu kota kini juga sudah memberikan tempat untuk musisi dangdut, dan selalu ramai oleh penonton.
Mengapa hanya dangdut yang menjadi sasaran?
Ini jelas berbeda dengan 10 tahun lalu, di mana dangdut masih dianggap sebagai musik kelas bawah, norak, atau kampungan. Perkembangan inilah yang merupakan wujud dari kreativitas para pelaku. Maka, mengatakan musik dangdut itu tidak kreatif hanya berdasarkan tema adalah sebuah sikap yang sangat naif. Mengapa naif, sebab nyaris semua genre musik juga melakukan hal serupa.
Musik pop misalnya, baik pop Indonesia maupun pop barat, dari dulu hingga sekarang mengangkat tema-tema serupa. Tak peduli apakah itu Tulus, Mahalini, Raisa, Olivia Rodrigo, hingga Taylor Swift. Temanya berkutat soal cinta dan tetek-bengeknya. Paling hanya ada dua atau tiga yang mengangkat soal self-empowerment. Musik rock secara umum juga sama. Mulai dari Bon Jovi, Paramore, Slank, hingga Collapse, juga masih mengangkat tema-tema yang tak jauh berbeda. Masih soal cinta-cintaan, hanya kemasan dan sudut pandangnya saja yang berbeda.
Dengan dasar ini, mengapa hanya dangdut yang menjadi sasaran? Mengapa musik pop dan rock tidak dibilang tidak kreatif juga karena mengangkat tema-tema yang serupa?
Mungkin kita akan melakukan pembelaan dengan mengatakan bahwa ada banyak musisi pop atau rock yang mengangkat tema-tema lain selain cinta-cintaan. Iya memang betul, dan itu juga berlaku untuk musik dangdut. Ada banyak juga musisi dangdut yang mengangkat tema-tema lain selain cinta-cintaan. Salah satunya adalah dangdut ngapak.
Dangdut ngapak menawarkan perspektif tema yang berbeda
Popularitas dangdut ngapak ini memang tidak setenar dangdut Jawa Timuran, Jawa Tengahan, atau Banyuwangian. Kita mungkin masih asing dengan istilah ini. Telinga kita mungkin juga masih asing dengan musik dangdut yang memakai bahasa ngapak (Purbalingga, Banyumas, Tegal, dan sekitarnya). Tapi, kita mesti menengok bagaimana dangdut ngapak ini memberikan perspektif berbeda soal tema.
Coba saja tengok ke akun YouTube DP Studio Production. Di sana kalian akan menjumpai beragam lagu dangdut dengan bahasa ngapak, yang mengangkat tema-tema yang berbeda dari dangdut kebanyakan. Tidak hanya berbeda, tapi mereka berhasil mengangkat tema-tema yang tidak pernah diangkat oleh musisi dangdut lainnya. Salah satu contohnya adalah lagu berjudul “Sumanto”.
Seperti judulnya, lagu yang dinyanyikan oleh Fajar Perwira ini mengangkat soal Sumanto, orang asal Purbalingga yang sempat terkenal karena kasus kanibalisme. Lagu ini bukan sekadar bercerita soal bagaimana orang Purbalinggga menanggapi Sumanto dengan kanibalismenya. Lagu ini juga menjadi kritik atas peran pemimpin daerah atas ketidakmampuan mengatasi kemiskinan yang ada di Purbalingga.
Coba perhatikan lirik ini. “Sumanto sing mangani wong mati, aja diwadeih aja disengiti. Mbok menawane petunjuk Ilahi, rumah keluarga miskin programe Bupati.” (Sumanto yang memakan orang mati, jangan dibenci jangan disakiti. Misal ada petunjuk ilahi, rumah keluarga miskin jadi program Bupati).
Berani menggali masalah sosial
Lirik ini seperti menjadi gambaran bahwa ada masalah yang lebih besar dari apa yang terjadi kepada Sumanto. Sumanto memang salah, tapi jangan sampai dipersekusi atau diperlakukan dengan tidak adil. Selain itu, kemiskinan struktural mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa Sumanto bisa jadi seperti itu. Dan itu semua harus menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin daerah.
Coba perhatikan lirik selanjutnya. “Sumanto bocah Pelumutan, gelem kerja asal ana kesempatan. Mbuh kepriwe asal mula bukane, duwe lakon nganti kaya kuwe. Bupatine dadi tanggap sasmita, Sumanto aja nganti disiksa. Ngelingena maring aparate, kon nggatekna maring masyarakate.” (Sumanto orang Pelumutan, mau bekerja jika ada kesempatan. Entah bagaimana asal mulanya, punya kelakuan seperti itu. Bupatinya semoga jadi peka dengan kondisi sekitar, Sumanto jangan disiksa. Tolong ingatkan jajarannya, untuk selalu memperhatikan masyarakatnya).
Dari lirik ini kita bisa menarik banyak permasalahan terkait kasus Sumanto. Mulai dari minimnya lapangan kerja, perlakuan yang semena-mena kepada orang meskipun orang tersebut adalah kriminal, hingga bagaimana bupati yang abai dan tidak peka terhadap masyarakat.
Lagu “Sumanto” bukan satu-satunya. Ada lagu “Duit Keramat” yang menceritakan tema soal pesugihan. Ada juga lagu berjudul “Jendral Sudirman” yang menceritakan heroisme Jendral Sudirman yang berasal dari Purbalingga. Dan tema-tema ini sepertinya akan jarang kita jumpai di musik-musik dangdut populer. Di sinilah dangdut ngapak mengambil peran yang mungkin selama ini tak pernah dijamah oleh musisi dangdut lain.
Sebuah omong kosong
Maka dari itu, anggapan bahwa dangdut itu tidak kreatif karena tema yang diangkat itu-itu saja, anggapan tersebut tidak benar. Dangdut telah menjamah segala sisi kehidupan manusia dan berhasil dimanifestasikan dalam bentuk lagu. Nyaris semua tema, baik yang receh maupun yang serius, sudah diangkat menjadi sebuah lagu. Dan dangdut ngapak berperan sangat penting di dalamnya.
Kreatif atau tidaknya sebuah produk musik dan pelakunya, bukan diukur dari keberagaman tema yang diangkat. Kreativitas itu diukur dari bagaimana para musisi, apa saja genrenya, menciptakan sebuah karya dari tema apa saja, dan mengemasnya menjadi sebuah karya yang menarik. Tak peduli apakah temanya itu serupa atau beragam. Percuma juga kalau temanya beragam, tapi produk musiknya biasa-biasa saja. Itu lebih tidak kreatif.
Namun yang namanya opini ya bebas-bebas saja, pun jika itu unpopular opinion. Siapa saja bisa bersuara. Tapi, memberikan opini, apalagi yang unpopular tanpa data atau dasar yang kuat, tanpa pengetahuan yang mendalam, apa bedanya dengan omong kosong?
Penulis: Iqbal AR
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Dangdut Koplo dan Senggakan Abah Lala yang (Semoga) Tak Sekadar Menginterupsi Zaman dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.