MOJOK.CO – Nasihat bijak dan ilustrasi di sampul cokelat untuk buku sekolah zaman dulu itu ngaco banget. Nggak relate sama school’s life zaman dahulu.
Ketika saya masih SD, buku tulis dengan banyak nasihat bijak bersampul warna cokelat pernah menjadi primadona. Kayaknya kalau buku-buku tulis udah bersampul kertas cokelat itu kamu minimal kelihatan kayak anak rajin. Yah, minimal rajin. Soal pintar ya entar dulu.
Nah, sekarang ini, kalau saya ingat lagi, banyak nasihat bijak di buku tulis itu yang ngaco, nggak mendeskripsikan gambar karakter yang dimunculkan. Bahkan, nggak relate sama school’s life pada zaman itu. Yah, kira-kira 22 tahun yang lalu.
Tunggu, kalian tahu, kan, sama sampul kertas cokelat yang saya maksud? Versinya ada banyak. Ada yang polos, artinya ya cuma kertas merang tipis berwarna cokelat. Sampul cokelat polos biasanya digunakan oleh para guru SD.
Kebetulan ibu saya adalah guru SD. Saya sering ngerusuhin ibu saya kalau lagi nyampulin buku. Duh, bikin kangen masa-masa itu.
Versi kedua adalah sampul cokelat dengan kolom identitas tanpa hiasan. Biasanya ada kolom nama, kelas, dan keterangan mata pelajaran. Kalau lagi iseng, kolom nama saya isi Satria Baja Hitam.
Versi ketiga adalah sampul cokelat dengan tambahan kata mutiara dan nasihat bijak yang meh banget. Nah, versi keempat ini yang sering bikin saya cekikikan.
Versi keempat ini lengkap, ada kolom identitas, kutipan yang nggak keren-keren amat, dan gambar karakter sepasang anak sekolahan yang nggak ngaco banget dan nggak relate sama school’s life pada zaman itu.
Gambar dan ilustrasi standar yang masih wajar, misalnya, lambang Garuda Pancasila, bunga-bunga, dan kolom kotak besar besar berisi catatan harian, dan kotak jadwal dari Senin sampai Jumat. Biasanya kolom ini diletakkan di sampul belakang agar siswa bisa menulis jadwal mata pelajaran
Oya, kadang ada juga yang sampul belakang berisi hasil perkalian satu hingga 100. Yang bikin sampul ini sungguh pengertian sama siswa SD yang malas ngitung perkalian dasar. Termasuk saya. Tinggal lirik sampul belakang aja kalau ada pelajaran perkalian dasar. Kadang bahkan bantu siswa untuk mencontek. Saya doakan yang ngide perkalian di sampul belakang ini masuk surga.
Nah, selanjutnya, sampul dengan gambar dan kalimat yang ngaco. Misalnya ada nasihat bijak yang bunyinya, “Rajin pangkal pandai.” Masalahnya, nasihat bijak itu nggak cocok sama ilustrasi yang niatnya mendukung kalimat itu.
Jadi, ilustrasi yang dipilih adalah ilustrasi anak sekolahan cewek sama cowok. Yang cowok pakai celana panjang. Jadi, kita bisa sepakat bahwa dia ini anak SMA. Sementara itu, yang cewek ini kok bermasalah. Jadi dia pakai rok pendek, topi, dan menggandeng lengan si cowok.
Sekarang kita tahu dari mana Dilan dan Milea terinspirasi untuk berpacaran waktu sekolah. Ya sampul cokelat ini tersangkanya.
Maksud saya begini. Di titik mana ada kaitan antara tempelan badan dan gandengan lengan siswa cowok sama cewek, dengan nasihat bijak rajin itu pangkal pandai, sih?
Okelah, kadang ada juga gambar alat tulis di samping ilustrasi yang ngaco itu. Tapi ya tapi tetap saja, kedua siswa lawan jenis itu nggak digambarkan sedang menggunakan alat tulis. Kalau mau relate sama nasihat bijak, kenapa ilustrasinya nggak Si Budi lagi ngerjain PR gitu?
Beda lagi urusannya kalau nasihat bijak dituliskan gini: “Rajin berangkat sekolah.” Nah, kalau ini masih lumayan masuk akal, dong. Artinya, ilustrasi cewek sama cowok gandengan dengan gaya linked arm itu bisa menjadi representasi logika semangat berangkat ke sekolah.
Asal berangkatnya sama doi, asal ke mana-mana gandengan. Atau yang bikin nasihat bijak itu nulisnya gini: “Nih, contoh anak bucin. Jangan ditiru!” Latar belakang ilustrasi itu bisa berupa gedung terbakar atau Perang Dunia. Ingat, bucin itu bikin repot.
Lagian, pada masa itu, kalaupun benar siswa cowok sama cewek ini pacaran, kayaknya nggak ada gandengan segitunya deh pas mau berangkat sekolah lagi. Kalau beneran semesra itu di lingkungan sekolahan, yang ada bukannya pacaran, malah jadi bahan cie-cie bernada ledekan. Orang pacaran zaman dulu intinya jangan sampai ketahuan yang lain terus komunikasinya cuma pakai surat.
Saya curiga, produsen sampul cokelat ini antek Barat yang sedang mempromosikan budaya pergaulan bebas. Nggak relate banget sama school’s life zaman itu.
Seiring waktu, ilustrasi dengan warna dominan hitam di sampul cokelat mengalami perkembangan menjadi lebih berwarna. Tapi ya tetap aja ngaco.
Ambil contoh salah satu sampul cokelat dengan gambar Winnie the Pooh dan Piglet. Nasihat bijak yang ditulis bunyinya gini: “Ikuti nasihat guru agar tercapai cita-cita.”
Ini apa hubungannya cita-cita, nurut sama nasihat guru, dan gambar Winnie the Pooh dan Piglet? Apa gurunya itu Winnie the Pooh sama Piglet?
Winnie the Pooh jadi guru Matematika yang kalau cowok biasanya agak tambun? Piglet jadi guru Bahasa Indonesia yang gampang ngambek lalu keluar kelas kalau muridnya ribut? Hubungannya apa? Ngaco banget.
Bukannya menginspirasi, justru memunculkan banyak kejanggalan. Pertama, Winnie the Pooh terlihat sedang berusaha mengumpulkan madu. Tentu saja untuk dimakan sendiri dong. Nggak mungkin mau didonasikan ke Piglet, babi kurus yang terlihat kurang gizi.
Padahal dari ilustrasi tersebut, kita bisa lihat Pooh sudah kepalang gempal. Kalau diukur indeks massa tubuhnya, saya yakin Pooh tergolong dalam kategori obesitas.
Nah, sekarang pertanyaannya, guru mana yang memberi nasihat untuk makan berlebihan agar obesitas? Dan siapa pula yang punya cita-cita obesitas? Lagipula, kata “nasehat” yang dituliskan pada sampul juga nggak sesuai dengan KBBI dan PUEBI, harusnya kan ditulis “nasihat”. Sangat tidak mencerahkan.
Sudah nasihat bijak nggak relate sama gambarnya, salah ejaan lagi. Beda urusan kalau nasihat bijak di sampul itu ditulis: “Nih, contoh orang yang kerjanya makan manis-manis kayak Pooh, nggak pernah olahraga, bisa obesitas dan diabetes. Jangan ditiru!” Nah, itu baru relate.
Sampai sekarang, saya masih nggak habis pikir sama ilustrasi dan nasihat bijak yang ditulis. Ngaco dan nggak relate sama kehidupan siswa zaman nggak enak itu.
Jangan-jangan, ngawurnya ilustrasi dan nasihat bijak di sampul itu menjadi awal masalah dalam pendidikan kita sampai sekarang.
BACA JUGA Jika Milea Bertemu Dilan Tahun 2017: Sebuah Telaah Semiotika Kritis dan tulisan lainnya di rubrik ESAI.