Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Karena Nasib Suku Anak Dalam Tidak Lebih Penting dari Foto Jokowi

Dandhy Dwi Laksono oleh Dandhy Dwi Laksono
3 November 2015
A A
Karena Nasib Suku Anak Dalam Tidak Lebih Penting dari Foto Jokowi

Karena Nasib Suku Anak Dalam Tidak Lebih Penting dari Foto Jokowi

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Kritik di media sosial terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo yang hendak merumahkan suku Anak Dalam atau Orang Rimba—agar meninggalkan hidup nomaden—sampai beberapa hari masih enak diikuti. Tapi, sejak kemarin, diskusi virtual ini dirusak oleh gelombang netizen yang lebih ribut mempersoalkan foto Presiden dengan tuduhan melakukan rekayasa untuk pencitraan.

Perdebatan sontak bergeser: dari keprihatinan tentang minimnya pemahaman antropologis dalam konsep pembangunan Indonesia, menjadi urusan apakah (foto) dialog itu terjadi spontan atau merupakan hasil rekayasa. Perdebatan pertama membawa kita pada pertukaran ide, sementara urusan kedua hanya membawa pada perang urat syaraf antara “lovers vs haters“.

Padahal, seumpama benar dialog tersebut adalah hasil rekayasa untuk kepentingan fotografi agar Orang Rimba tampak eksotis dengan cawat dan presidennya “merakyat”, sama sekali tak mengurangi substansi persoalan bahwa Orang Rimba tak lagi memiliki ekosistem atau tempat hidup.

Dan bila ternyata foto itu bukan rekayasa sekalipun, tetap tak akan menghilangkan fakta bahwa pemerintahan Jokowi yang sangat investment minded—sebagaimana dilakukannya terhadap orang Malind di Papua dengan proyek sawah sejuta hektare—tak memilki pemahaman antropologis tentang relasi antara masyarakat dan sumber-sumber penghidupan atau fundamental ekonomi mereka.

Jauh lebih substansial mempersoalkan, bahwa mereka yang duduk bercawat bersama Presiden hanyalah perwakilan dari 19 kepala keluarga yang memang sudah hidup menetap di areal Hutan Tanaman Industri (sawit), di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Karena mereka sudah hidup menetap, maka masalah yang muncul dalam dialog pun seputar sumur dan akses listrik. Seolah inilah masalah fundamental yang mewakili suku Anak Dalam.

Presiden pun menjawabnya dengan Kartu Indonesia Sehat.

Padahal, 11 orang suku Anak Dalam yang dilaporkan meninggal dalam beberapa bulan terakhir (kasus terbesar terjadi Januari-Februari 2015), bukan akibat gangguan kesehatan, melainkan kelaparan karena hutan dan sungai tempat mereka mencari makan telah tergusur tanaman monokultur.

Foto dan berita yang mengikuti Presiden jongkok bersama orang bercawat (rekayasa atau bukan) jelas tidak mewakili substansi persoalan. Sebab masih ada sekitar 1.775 jiwa dari 13 kelompok lain yang kini hidup menyebar di kawasan seluas 58.500 hektare di Taman Nasional. Berita lain, yang menyebutkan bahwa “pemerintah akan membagikan 2.000 hektare lahan pada suku Anak Dalam”, jelas merupakan persoalan yang jauh lebih penting untuk dikritisi, daripada sibuk melingkar-lingkari foto dengan aneka warna.

Pemerintah yang mengambil hutan mereka, lalu membagi-bagikan begitu saja sebagai konsesi atau hak guna untuk perusahaan-perusahaan sawit. Kini, ketika satu per satu Orang Rimba kelaparan dan mati, pemerintah tampil bak sinterklas dengan “memberi” lahan cuma-cuma. Betapa luar biasanya.

Kemudian muncul kontra-kritik: pemerintah mana yang memberi konsesi, dan pemerintah mana yang berusaha memadamkan api. Apakah presiden yang sama?

Ini baru namanya diskusi virtual. Dan pertanyaan ini bisa dijawab dengan dua hal:

Pertama, dari sudut pandang suku Anak Dalam, tidak ada urusan apakah pemerintahannya berbeda atau tidak, sebab mereka tidak pernah menentukan sendiri pilihannya. Mereka “dikarantina” di Taman Nasional karena hutan di sekitarnya sudah tumpas, bukan atas pilihan mereka. Mereka kini hendak dimukimkan atau diajari berladang di areal “konsesi” 2.000 hektare, lagi-lagi bukan pilihan mereka. Semua ditentukan oleh pihak lain, yakni pemerintah—sebuah konsep yang juga asing karena mereka selama ini hanya mengenal “temenggung” sebagai satuan sosial.

Kedua, apakah presiden yang (berpotensi) merenggut hutan Orang Rimba sama dengan presiden yang hendak membagi-bagikan lahan sebagai “solusi”?

Ini juga pertanyaan penting. Meski jawabannya mudah:

Iklan

Iya, ini presiden yang sama, yang bulan September kemarin baru mengeluarkan deregulasi kebijakan ekonomi tahap II, yang memangkas izin kehutanan dari 2-4 tahun menjadi hanya 12-15 hari kerja. Ini masih presiden yang sama, yang meremas empat belas aneka izin kehutanan menjadi sekitar enam izin saja. Salah satunya adalah dengan mempermudah izin pinjam pakai hutan untuk kepentingan pertambangan, seperti emas dan bauksit yang sedang happening di sepanjang perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.

Bila ada Gubernur yang belum mengeluarkan rekomendasi dalam empat hari kerja, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah pusat yang akan “ambil posisi”.

Semua deregulasi sektor kehutanan ini jelas bukan demi suku Anak Dalam di Sarolangun, Jambi, atau orang-orang Malind Deq di Muting, Merauke. Juga bukan untuk orang-orang Dayak Jalai dan Sekayuq di Ketapang. Apalagi untuk menahan laju deforestasi, atau memulihkan fundamental ekonomi masyarakat sekitar hutan.

Bila deregulasi izin kehutanan ini saja bukan untuk kepentingan mereka, apalagi ribut-ribut soal foto yang dilingkari.

 

*sumber gambar: Setkab

Terakhir diperbarui pada 18 Februari 2021 oleh

Tags: HutanjokowiOrang Rimbasuku anak dalam
Dandhy Dwi Laksono

Dandhy Dwi Laksono

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG
Video

Afnan Malay: Membedah Hubungan Prabowo-Jokowi Setelah Pemilu dan Janji Program MBG

18 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.