Mudik adalah peristiwa kultural yang bisa jadi lebih mengerikan daripada pergi berjihad ke Palestina. Jika pergi ke Palestina, Anda akan berhadapan dengan zionis Israel, sementara ketika mudik, Anda harus menyabung nyawa. Sesuatu yang Anda tidak tahu pasti, dan bisa jadi itu adalah perjalanan terakhir yang Anda lakukan dalam hidup.
Mengapa demikian? Dari tahun ke tahun angka kematian akibat kecelakaan di jalanan menunjukkan statistik yang mengerikan. Pada 2013, lebih dari 700 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di masa mudik, 70 persen di antaranya melibatkan pengemudi sepeda motor.
Data Operasi Ketupat Polri tahun ini mencatat, ada 4.424.483 unit sepeda motor yang melakukan perjalanan jarak jauh. Tahun sebelumnya, malah lebih gila, tercatat ada lebih dari lima juta unit. Markas Besar Kepolisian RI menyatakan, selama Operasi Ketupat 2015, dari H-7 hingga H-3 lebaran, jumlah korban tewas sudah mencapai 205 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, pada H-3 tercatat 265 kecelakaan dengan jumlah korban tewas mencapai 53 orang. 99 orang mengalami luka berat dan 318 luka ringan.
Angka itu memang mengerikan, kematian seolah dibiarkan dan tidak ada yang peduli.
Eh sebentar, bukankah ada lembaga perlindungan konsumen? Itu lembaga yang demikian haibat menyerang para perokok, yang pernah mengatakan bahwa jika rokok diawasi ketat maka sebanyak 164.000 kematian prematur dapat dicegah. Lembaga serupa juga dengan heroik baru-baru ini membuat para perempuan menjadi was-was karena merilis data tentang pembalut yang berbahaya.
Yak, benar, lembaga itu adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Kiranya YLKI akan ambil bagian dalam usaha menekan angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas pada masa lebaran baik arus mudik maupun arus balik.
Bagaimana tidak, angka kematian kecelakaan tahunan di Indonesia ini lebih mengerikan daripada kematian akibat narkoba. Masak YLKI diam saja? Atau mereka hanya peduli pada isu rokok?
Pak Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, pernah ngamuk-ngamuk karena Rokok Ilegal Banyak Dikonsumsi Golongan Menengah ke Bawah. Sekarang, dengan momen mudik dan banyaknya kecelakaan bermotor, mungkin beliau bisa caper ambil bagian untuk peduli.
Bukankah merokok dan menggunakan motor sama-sama perlu dewasa? Tapi kenapa YLKI seperti cuek saja? Bayangkan berapa ribu motor yang digunakan oleh anak di bawah umur? Berapa anak muda yang mati akibat kecelakaan bermotor? Dan kira-kira, berapa kematian prematur yang bisa dicegah dengan pengawasan ketat terhadap penggunaan motor?
Oh tidak, rupanya YLKI mendorong pemerintah untuk menekan angka kematian akibat kecelakaan bermotor. Sejauh ini larangan untuk mudik menggunakan sepeda motor hanya sebatas imbauan. Artinya, belum ada regulasi ketat yang memungkinan untuk menekan angka kematian akibat kecelakaan di jalan.
Adakah harapan bahwa kelak YLKI akan merilis motor-motor manakah yang kurang aman untuk dikendarai di jalan? Atau merk motor manakah yang banyak membunuh di jalan?
Lho, ini penting. Sebagai konsumen, saya berhak tahu dong produsen kendaraan apa saja yang aman. Masak pembalut diurusin, motor gak diurusin. Adakah orang yang mati karena pembalut? Kan tidak ada, tapi banyak orang yang mati di jalan karena pake motor dengan tidak aman.
Jadi mungkin ada baiknya YLKI ambil bagian dalam kampanye menekan kematian karena kecelakaan. Daripada meluku ngurusin rokok, susu bayi atau pembalut.
Demikian galak Pak Tulus terhadap perokok sampai-sampai beliyo bersama lembaganya pernah hendak menggugat Menteri Sosial. Mengapa? Pak Tulus menganggap Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa bersalah dalam bekerja. Perbuatanmemberikan rokok terhadap suku Anak Dalam adalah salah. Alasannya? Tidak jelas, pokoknya, seperti yang dikutip,”Rokok merupakan produk membahayakan kesehatan masyarakat yang menyebabkan kematian. Karena itu, pejabat negara harus melindungi masyarakatnya, tetapi bukan dengan membagikan rokok.”
Lantas kenapa pak Tulus dan YLKI hanya menghimbau saja kepada pemerintah untuk mengawasi kecelakaan? Kenapa tidak segalak sikap mereka terhadap industri rokok? Ataukah nyawa yang hilang karena kecelakaan di jalan tidak setara dengan kematian akibat rokok? Mungkinkah nyawa punya strata sehingga ada pembeda?
Tahun ini diperkirakan jutaan penduduk Indonesia akan mudik Lebaran. Pada 2014 Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan memaparkan jumlah pemudik Lebaran 2014 mencapai 28 juta orang. Angka itu menunjukkan peningkatan jumlah pemudik 6,99 persen dibandingkan mudik 2013, yaitu 25,6 juta orang.
Mungkinkah melarang mudik dengan sepeda motor? Sementara ongkos transportasi publik seperti kereta, bus, kapal laut, dan pesawat terbang sangat mahal. Apalagi setelah pemerintah mencabut subsidi untuk kereta kelas ekonomi yang membuat tarif tiket kereta semakin mahal.
Pilihan mudik menggunakan sepeda motor memang menjadi alternatif paling murah dibandingkan dengan moda transportasi lain.
Atau begini saja, tidak usah mudik, diam saja di kosan. Mengenang mantan. Mungkin itu lebih aman.