Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Mending Jangan Ke Jogja: Ada Klitih, Macet, Sekarang Antraks

Arman Dhani oleh Arman Dhani
6 Juli 2023
A A
Ada antraks di Jogja MOJOK.CO

Ilustrasi Ada antraks di Jogja. (Mojok.co/Ega Fansuri)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Setelah ada klitih, kemacetan, penebangan pohon untuk pelebaran jalan, dan harga hunian yang makin nggak masuk akal, sekarang ada alasan baru untuk tidak ke Jogja. Ya, benar: Antraks. 

Kasus antraks kembali muncul di Kabupaten Gunungkidul. Kali ini menyebabkan seorang warga di Dusun Jati, Candirejo, Kecamatan Semanu, meninggal dunia. Sementara itu, 87 lainnya juga terpapar.

Penularan antraks ini ditengarai karena warga menyembelih dan mengkonsumsi sapi yang telah mati. Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul Wibawa Wulandari mengatakan ada beberapa sapi mati yang disembelih dan dikonsumsi. Bahkan, ada sapi yang telah dikubur, kemudian digali dan dikonsumsi warga. Tradisi Menyembelih hewan yang sakit atau bahkan mati ini disebut sebagai mbrandu. Sialnya, ini bukan yang pertama di Jogja.

Sebelumnya pada 2020, tradisi serupa dilakukan di wilayah Gombang, Kecamatan Ponjong, Gunungkidul. Mbrandu yang dilakukan oleh warga sebenarnya bertujuan untuk meringankan beban warga yang ternaknya mati. Namun begitu, saat ini, tradisi mbrandu justru berakibat pada tertularnya antraks ke warga yang mengonsumsi daging tersebut. 

Bukan yang pertama di Jogja

Kejadian antraks di Jogja bukan sekali ini saja terjadi. Akhir 2016 sampai awal Januari 2017 saja sudah ada. Saat itu, ada 16 kasus antraks kulit di Kulon Progo dan satu suspect di Sleman, provinsi DI Yogyakarta. Antraks merupakan penyakit bersumber binatang (zoonosis), yang disebabkan oleh Bacillus anthracis bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. Terutama menyerang hewan pemamah biak, dan dapat menyerang hewan mamalia lainnya, termasuk manusia. 

Bakteri Bacillus anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, yang hidup dan berkembang biak di dalam tubuh hewan/manusia yang terinfeksi. Bakteri ini dapat membentuk spora apabila terkena oksigen dan dapat hidup di tanah sampai puluhan tahun. Berdasarkan gambaran klinisnya, antraks pada manusia ada empat bentuk, yaitu antraks kulit, saluran pencernaan, paru-paru, dan meningitis. 

Antraks kulit yang paling sering terjadi. Kamu bisa berobat jalan saja, kecuali ada infeksi lain. Sementara itu, antraks pencernaan umumnya terjadi karena memakan daging hewan yang terinfeksi tanpa dimasak sempurna. Antraks paru-paru dan meningitis sangat jarang terjadi. Sayangnya, di Jogja, untuk kasus kali ini ada satu orang meninggal dunia.

Pemerintah harus bekerja lebih keras 

Kalau boleh, dan jika berkenan, karena Gunungkidul (yang juga bagian dari Jogja) sering banget dimampiri, setidaknya pemerintah setempat dan provinsi bekerja lebih keras. Bukan apa-apa, dari catatan pemberitaan yang ada, dua kali kasus antraks terjadi, mbrandu masih jadi penyebab utama. Jangan membiarkan niat baik membantu pemilik sapi, malah jadi sumber bencana.

Kalau dipikir-pikir, kita kerap menganggap Jogja itu indah, jujugan wisata, santun, dan santai. Tapi, melihat kasus antraks yang sering terjadi, citra Jogja malah jadi makin remuk. 

Sudahlah dulu sering terjadi klitih, tempat tawuran pendekar sampai suporter bola, terus sekarang ketambahan virus yang bikin ngeri. Tentu nggak semua ini terjadi di seluruh kabupaten, perlu ada sikap bijak dan nggak menganggap seluruh provinsi jadi sarang antraks.

Inilah mengapa komentar orang-orang untuk tidak datang ke Jogja sebenarnya bukan hal yang mengada-ngada. Ingat, yang seperti itu tidak lantas berniat menghancurkan citra pariwisata kota ini. 

Jogja membutuhkan jeda

Jika sebelumnya kita bisa berseru bahwa suporter, pendekar, sampai pendatang membuat rusuh, kini kita nggak bisa. Iya, mana mempan seruan akan mempan membunuh virus. Bahkan ia tak akan peduli.

Barangkali ini bisa jadi hal yang baik. Dengan segala hormat, baik pada korban maupun pelaku industri pariwisata, saat ini Jogja membutuhkan jeda. Deru pembangunan yang kelewat kencang, mengubah tanah-tanah kosong jadi ruko, kos-kosan, kafe, tanpa ada perencanaan dan tata ruang wilayah yang jelas. Para warga digusur, dan kita semakin tercekik dengan kemacetan serta pembangunan yang tanpa rem.

Tentu saya nggak pengin jadi juru selamat kesiangan. Saya nggak mengajak orang tinggal di Jogja kayak Jenny Jusuf. Setidaknya, bagi saya, Jogja lebih mirip tempat mampir. Untuk benar-benar tinggal selamanya, kamu membutuhkan nyali besar, entah karena lingkungan atau ingatan di dalamnya.

Iklan

Kalau dipikir-pikir, sejak lama, kita cuma dibuat kagum dan nostalgia membayangkan Jogja sebagai kota wisata. Padahal seperti juga kota lainnya, di sini punya problem. Mulai dari kemiskinan, pertumbuhan, hingga kriminalitas. Tapi ya itu, dengan slogan “terbuat dari rindu dan angkringan” lebih gampang diingat daripada terbuat dari klitih dan antraks. Apakah ini bakal menghentikan orang untuk datang? Saya yakin sih tidak.

Berbeda dengan manusia, antraks nggak punya KTP. Ia bisa menyerang siapa saja. Nggak peduli kamu warga asli, pendatang, sampai wisatawan. Virus ini jelas akan tetap ada hingga 50 tahun mendatang jika tidak dikontaminasi dan dijaga secara serius. 

Seberapa keras komentar kita di media sosial, berapa banyak ormas digerakkan untuk mengancam antraks keluar dari Jogja, mereka akan tetap ada. Dan sayangnya, ia terus berlipat ganda kalau kita nggak hati-hati.

Penulis: Arman Dhani

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Tradisi Brandu dalam Pusaran Wabah Antraks di Gunungkidul dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Terakhir diperbarui pada 6 Juli 2023 oleh

Tags: antraksgunungkidulJogjakemacetan jogjaKulonprogoumr jogja
Arman Dhani

Arman Dhani

Arman Dhani masih berusaha jadi penulis. Saat ini bisa ditemui di IG @armndhani dan Twitter @arman_dhani. Sesekali, racauan, juga kegelisahannya, bisa ditemukan di https://medium.com/@arman-dhani

Artikel Terkait

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja yang Tak Banyak Orang Tahu MOJOK.CO
Esai

Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

24 Desember 2025
Jogja Macet Dosa Pemerintah, tapi Mari Salahkan Wisatawan Saja MOJOK.CO
Esai

Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah

23 Desember 2025
Pasar Kolaboraya tak sekadar kenduri sehari-dua hari. Tapi pandora, lentera, dan pesan krusial tanpa ndakik-ndakik MOJOK.CO
Liputan

Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik

23 Desember 2025
Benarkah Keturunan Keraton Jogja Sakti dan Bisa Terbang? MOJOK.CO
Esai

Benarkah Keturunan Keraton Jogja Sakti dan Bisa Terbang?

18 Desember 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Olahraga panahan di MLARC Kudus. MOJOK.CO

Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan

23 Desember 2025
Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan MOJOK

Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

21 Desember 2025
Event seni budaya jadi daya tarik lain wisata ke Kota Semarang selama libur Nataru MOJOK.CO

Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya

26 Desember 2025
Nonton Olahraga Panahan. MOJOK.CO

Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

25 Desember 2025
Atlet pencak silat asal Kota Semarang, Tito Hendra Septa Kurnia Wijaya, raih medali emas di SEA Games 2025 Thailand MOJOK.CO

Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional

22 Desember 2025
Praja bertanding panahan di Kudus. MOJOK.CO

Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan

20 Desember 2025

Video Terbaru

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

23 Desember 2025
Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

Sepak Bola Putri SD Negeri 3 Imogiri dan Upaya Membangun Karakter Anak

20 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.