Elvira Devinamira, Putri Indonesia 2014 yang foto-fotonya menghebohkan itu akhirnya menjawab email saya. Dia sedang di Amerika Serikat dan karena itu hanya bisa dihubungi lewat email.
“Maaf, Mas, saya hanya bisa menjawab lewat email. Atau Mas Rusdi mau nyusul ke Los Angeles?”
Kalimat pembuka dari email yang dikirimnya 4 hari lalu, sungguh menggoda apalagi disertai emoticon dengan ekspresi melet.
Vira, begitu dia biasa disapa, lantas bercerita kesibukannya mengikuti kontes ratu kecantikan sejagat. Difoto, diwawancara, mengunjungi beberapa panti sosial, olahraga, dan lain-lain. Kegiatan itu harus diikutinya hampir setiap hari sampai nanti 25 Januari, saat acara puncak Miss Universe digelar.
Saya membalas emailnya, mengucapkan terima kasih dan selamat—memberinya semangat. Sehari kemudian, Vira membalas lagi, dan balasannya mengejutkan.
“Besok kita skype-an saja, Mas. Mas Rusdi punya skype kan?”
Ah, Vira. Putri Indonesia itu. Tentu saja, saya punya skype dan jelas mau berbicara dan bertatapan dengannya lewat video internet. Wartawan bodoh saja yang mau melewatkan ajakannya berbicara ketika namanya kini menjadi sorotan menyusul ketegangan politik antara KPK dengan presiden, DPR dan polisi. Saya membagi akun skype saya, dan semalam (waktu Jakarta), Vira memenuhi janjinya.
“Ayo, Mas Rusdi mau tanya apa? Foto-foto itu kan?”
“Iya, tapi nanti saja.”
“Lagi rame ya, Mas?”
“Rame banget.”
“Saya sudah klarifikasi kok, Mas. Mas Rusdi sudah baca?”
Masya Allah, ketika suara Vira terus mengalun lewat pengeras suara di laptop, gerimis yang jatuh di sekitar rumah saya terdengar seolah Rain fall down-nya Rolling Stones . Vira yang tampaknya baru selesai mandi terlihat tak berbedak dan bergincu. Tubuhnya hanya dibalut kaus warna abu-abu, bertuliskan “I Love Indonesia.” Bagian bawahnya hanya dibalut short pant warna dongker.
“Mas? Halloow…? Kok bengong sih?”
“Ah, ndak. Ini lagi dengerin kamu ngomong.”
“Di Los Angeles aku susah cari makanan Indonesia.”
“Ndak ada sama sekali?”
“Ada, tapi aku kangen kupang lontong.”
Vira asli Surabaya dan kupang lontong adalah salah satu makanan khas Surabaya dan Jawa Timur pesisir. Aslinya dari Sidoarjo, kota di selatan Surabaya. Bahannya dari hewan laut kecil berwarna cokelat pucat yang menempel di karang atau tiang-tiang dermaga. Direbus dan dibumbui, lalu diberi kuah lengkap dengan petis.
Ketika Vira menyebut “kangen kupang lontong” suaranya terdengar manja. Seolah-olah dia berharap, saya segera membelikan untuknya dan mengirimkan ke hotel tempatnya menginap.
“Ya nantilah, kalau balik ke Indonesia aku ajak makan kupang lontong.”
“Di Jakarta ada, Mas?”
“Ada. Di depan RS Fatmawati.”
“Aseek… Janji loh ya, Mas?”
Tentu saya berjanji untuk Vira. Saya berusaha sok tenang sebelum melanjutkan pembicaraan, bertanya tentang foto-fotonya dengan ketua KPK, Abraham Samad yang disebarkan serampangan oleh media. Vira menjawab, dirinya sempat kaget tapi dia segera tenang, karena tahu foto-foto itu palsu.
Dia bercerita, foto-foto dirinya yang dijadikan bahan rekayasa digital itu sebetulnya foto-foto lama. Foto-foto selfie di kamar sebuah hotel dengan beberapa pose memonyong-monyongkan mulut, duck face. Foto-foto itu tersimpan rapi di gajetnya, dia heran dan bingung, bagaimana foto-foto itu bisa diakses orang lain.
“Kamu yakin fotomu hanya tersimpan di gajetmu?”
“Mas Rusdi tak percaya?”
“Cuma aneh saja.”
“Saya juga merasa aneh kok, Mas.”
“Lah terus?”
“Ah biarin aja. Mama dan Papa saya tak percaya, itu sudah cukup.”
“Betul kamu. Itu yang paling penting.”
“Satu lagi ding, Mas.”
“Apaan?”
“Mas Rusdi juga tak percaya, juga sudah cukup bagi saya.”
Subhanallah, Vira… Gerimis di luar jendela kamar saya semakin tak terdengar. Hanya angin malam yang terasa mencubit pinggang. Saya terus terperangah mendengar suara Vira dan melihat wajahnya yang polos meski saya berusaha untuk tidak tampak melongo.
“Mas Rusdi sebentar ya, ada telepon…”
Saya melihat Vira mengangkat ponselnya dan berbicara. Dalam bahasa Inggris mulanya, lalu bahasa Jawa Timuran. Kedengarannya dia sedang berbicara dengan orang yang akrab dengannya.
“Sori ya, Mas…”
“Pacarmu, Vir?”
“Iih… mau tahu aja apa mau tahu banget?”
“Terus foto-foto palsu dengan Samad itu bagaimana?”
“Lah kok nanya lagi? Yok opo seh?”
“Maksudku, apa Samad tipe cowok idolamu?”
“What? Idola? Come on, Mas…”
“Loh ya barangkali, kan aku juga ndak tahu.”
“Mas, denger ya, aku sudah punya cowok.”
“Hubungannya apa?”
“Cowokku itu… ah sudahlah. Iiih mas Rusdi ah….”
“Kok?”
“Tanya yang lain aja, ya?”
“Hari ini gak ada acara, Vir?”
“Lah kan, Mas Rusdi gak fokus?”
Pembicaraan kami berlanjut ke soal bikini dan pakaian-pakaian yang harus dia kenakan saat kontes nanti. Saya bertanya, merek bikini yang (akan) dikenakannya. Vira menyebut nama brand terkenal dan saya tak paham.
“Pake linjeri juga ndak, Vir?”
“Eh, Mas Rusdi kok tahu linjeri?”
“Dulu aku pernah menulis soal linjeri.”
“Make, Mas.”
“Setiap hari?”
“Dih, Mas Rusdi. Memang kenapa, Mas?”
“Beda ya sama laki?”
“Apanya yang beda?”
“Daleman laki, dari dulu, modelnya ya itu-itu saja.”
“Oohh tak kirain apa. Kayaknya enggak juga deh, Mas.”
“Enggak gimana? Dalemenku dari dulu ya cuma itu-itu saja.”
“Mas Rusdi pake merek apa?”
“Hings.”
“Hahaha… jadul banget sih. Sekarang banyak kok modelnya. Boxer, stone, magic….”
“Aku enak pake modelnya Hings. Anti selip.”
“Diiihh…”
Hampir setengah jam kami berbicara dan bertatap muka lewat skype, sebelum saya mendengar suara dari laptop yang tampaknya bunyi notifikasi dari Facebook.
“Ada bedanya enggak, Cak, yang mahal dengan yang kurang mahal?”
Ya Allah, rupanya saya hanya sedang tek-tok di Facebook dengan Asih Kirana Wardani, wartawan Kontan. Bukan dengan Vira, Puteri Indonesia 2014. Sebelumnya saya memang mengomentari status Asih tentang artikel linjeri yang dipasang di wall-nya. Butuh lima jam baginya untuk membalas komentar saya, dan selama menunggu jawaban Asih, saya mengelana di Google, membuka-buka gambar linjeri dan daleman g-string.
Pikiran terbang ke mana-mana, mengkhayalkan percakapan yang hangat dengan Elvira Devinamira via skype, termasuk membayangkan ketua KPK Abraham Samad mengenakan daleman linjeri dengan corak polkadot. Bukan daleman boxer.
Aduh!