Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kurs Dollar Sudah Tembus 14 Ribu, Tidak Ada Alasan untuk Tenang-Tenang Lagi

Haryo Setyo Wibowo oleh Haryo Setyo Wibowo
9 Mei 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kurs dollar terhadap rupiah berada di titik terendah dalam dua tahun terakhir. Belum ditambah tren harga naik jelang Lebaran. Surem, Bang.

Angka-angka indikator ekonomi satu negara, kalau tidak kita perhatikan sama sekali, akibatnya apa sih? Bagi masyarakat awam sebenarnya tidak masalah. Buktinya, sebagian dari kita tidak merasa perlu membaca Dilan karya Pidi Baiq sebelum menonton “Dilan” versi layar lebar. Juga tidak perlu membaca buku “Danur” untuk merinding saat menonton film tersebut karena memang tidak ada bukunya.

Biasanya, orang yang membaca akan memberikan catatan-catatan yang membuat film tersebut terlihat banyak cacatnya. Data indikator ekonomi bagi seorang ekonom serupa itu. Kalau tidak berisi pujian untuk pemerintah biar diangkat jadi pejabat atau penasihat, ya jatuhnya kritik terkait kebijakan pemerintah karena kecewa tidak masuk dalam tim ekonominya. Hehehe.

Perbedaannya, cerita di bioskop yang didasarkan pada buku itu sudah pasti jalan ceritanya. Kalaupun ada perubahan, sifatnya minor. Misal, Milea di buku disebut ada tahi lalatnya. Di filmnya, si make-up artist kelupaan naruh tahi lalat. Jadi tidak mungkin di versi layar lebarnya tiba-tiba Milea hamil di luar nikah dan putus sekolah. Ada unsur kepastian.

Sedangkan kalau kita membahas ekonomi esok hari, walaupun disokong banyak data, isinya adalah asumsi-asumsi belaka. Ilmu ekonomi memang membahas soal ketidakpastian. Iya kalau ekonomi meroket sesuai prediksi. Bagaimana kalau ternyata mlotrok seperti celana kehilangan elastisitas kolornya?

Bagi pemerintah, tidak hanya di Indonesia, angka-angka yang tampil di dashboard tidak bisa diabaikan atau disembunyikan begitu saja. Indikator ekonomi merupakan potret bagi pemerintah untuk membuat klaim atas serangkaian keberhasilan program pembangunan. Jika indikator buruk, artinya sama saja siap menjadi sansak oposisi. Sama saja siap untuk tidak dipilih lagi.

Sepanjang tahun 2017, kurs rupiah terhadap dolar relatif stabil. Stabil tinggi. Loh, ini tolong dipahami benar, jangan dianggap sebagai kenyinyiran. Stabil tetap lebih baik daripada naik turun tidak terkendali. Di tahun itu pula tidak sedikit ekonom di luar pagar yang mencoba mengingatkan kemungkinan krisis di tahun 2018. Tentu itu prediksi.

Beberapa pekan lalu, sebelum rupiah babak belur menembus batas psikologis pertama senilai Rp14.000 per dolar AS, ada pendapat lumayan nyaring yang mencoba optimis mengambil hikmah dari melemahnya rupiah. Katanya, ekspor kita akan menjadi lebih kompetitif dengan terjadinya pelemahan rupiah.

Pendapat ngehe berikutnya yaitu betapa seringnya kita mengomparasikan diri dengan Tiongkok. Anda tentu sering mendengarkan atau bahkan turut mengucapkan pernyataan yang serupa mantra ini.

“Eh, sekelas China pun pernah melemahkan mata uangnya loh. Itu mereka lakukan untuk meningkatkan ekspornya.”

Tidak keliru sih. Tapi, apa yang mau disamakan antara negara yang sengaja melemahkan nilai mata uangnya vs negara yang mata uangnya tersungkur? Kemudian, jangan lupa juga, neraca perdagangan mereka itu surplus, ekspor lebih besar dari impor. Dan yang terpenting, ekspornya bukan komoditas mentah, tapi barang yang setiap hari kita tongkrongin di market place hingga alat perang.

Membangun optimisme itu memang baik dan perlu, tetapi juga jangan lupa menyandarkan pada realitas yang ada. Memang benar, menguat atau melemahnya satu mata uang itu tidak selalu mencerminkan baik atau buruk ekonomi sebuah negara berjalan. Rupiah menguat memang belum tentu baik, seperti halnya rupiah melemah belum tentu buruk.

Kalau ekspor kita lebih banyak komoditas mentah, pengaruhnya tidak akan terlalu signifikan terhadap kesejahteraan. Satu contoh, komoditas karet. Secara teori, nilai ekspor (dalam rupiah) memang akan menjadi naik seiring dengan melemahnya kurs kita. Tentu dengan asumsi harga karet dunia stabil atau justru meningkat.

Perlu diingat juga, harga komoditas ekstraktif cenderung sangat fluktuatif, lain halnya dengan produk jadi. Ke depan, bisa jadi nilai ekspor karet kita memang naik, tapi ya tidak meroket atau menjadi bonanza Indonesa seperti halnya harga minyak puluhan tahun silam. Apalagi harga komoditas mentah belum membaik lagi. Itu belum bicara produktivitasnya yang bisa jadi belum pulih karena tekanan harga.

Iklan

Ilustrasi saja, dengan menggunakan nilai rupiah yang kecil agar tidak kaget. Apa bisa kita bangga dengan naiknya nilai ekspor karet 500 rupiah, tetapi nilai impor produk jadi (ban kendaraan) menjadikan kita buntung 5 ribu rupiah? Itu baru ban ukuran Suzuki Ignisnya Iqbal Aji Daryono. Belum ban-ban ukuran setinggi rumah untuk kebutuhan industri.

Memupuk optimisme boleh-boleh saja, tapi mbok ya implikasinya jangan mendorong ekspor komoditas mentah. Ilmu ekonomi menawarkan banyak opsi, mendorong ekspor hanyalah salah satu pilihan paling mudah. Meningkatkan nilai tambah jelas pilihan kebijakan yang lebih baik. Misal, khusus ban Suzuki Ignis, pabriknya ada di Bantul. Baik lokasi maupun nama perusahaannya bisa didiskusikan dengan brand ambassadornya.

“Iqqy Ban” sepertinya nama yang sangat menjual. Paling konsumennya yang bingung, “ini perusahaan ban mobil atau usaha tambal ban.”

Kalau solusinya hanya mendorong ekspor karena rupiah yang melemah dapat mendongkrak daya saing kita, ya itu pemikiran anak SMA yang baru saja dapat ilmu ekonomi. Belum dapat melihat kompleksitas masalah. Kalau meminjam istilah Sri Mulyani, lulus ekonomi makro dulu baru layak bicara seluk-beluk ekonomi.

Saya merasa perlu menuliskan babak belurnya nilai rupiah ini agar pembaca Mojok tidak cuma numpang cekikikan. Anda semua harus mulai prihatin. Apalagi puasa dan Lebaran sudah dekat, belum inflasi musiman yang tercermin dari naiknya kebutuhan pokok sudah menyapa lebih awal. Hufff… gaji tidak naik dan THR masih jauh di ufuk.

Dan mulai bersiaplah kalau besok pulang ke rumah mendapat pertanyaan klasik.

“Jadi kapan kamu kawin? Menunggu rupiah tembus Rp 20.000?”

Terakhir diperbarui pada 9 Mei 2018 oleh

Tags: Ekonomi Indonesiaekspor imporjokowikurs dolarkurs dollarnilai tukar rupiahsri mulyani
Haryo Setyo Wibowo

Haryo Setyo Wibowo

Artikel Terkait

Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Purbaya Hendak Selamatkan Petani, tapi Malah Dijegal (Rokok Indonesia:Ekosaint)
Pojokan

Niat Mulia Purbaya Mencegah Kematian Industri Tembakau Malah Dihalangi, Sementara Aksi Premanisme Sri Mulyani Memeras Keringat Petani Dibela

1 Oktober 2025
Sebaiknya Kita Berhenti Menganggap Guru Itu Profesi Mulia, agar Mereka Bisa Digaji Jauh Lebih Layak
Pojokan

Sebaiknya Kita Berhenti Menganggap Guru Itu Profesi Mulia, agar Mereka Bisa Digaji Jauh Lebih Layak

4 September 2025
sri mulyani, guru beban negara.MOJOK.CO
Ragam

Video Sri Mulyani soal “Guru Beban Negara” Memang Hoaks, tapi Isinya adalah Fakta

21 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Bakpia Mojok.co

Sentra Bakpia di Ngampilan Siap Jadi Malioboro Kedua

1 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
UGM MBG Mojok.co

Gadjah Mada Intellectual Club Kritisi Program MBG yang Menyedot Anggaran Pendidikan

28 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.