MOJOK.CO – Kebijakan pemerintah menerapkan PPN terhadap sembako jangan diartikan mentah-mentah.
Beleid perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi bukti yang nyata betapa pemerintah tampaknya memang tengah menjalankan fungsinya sebagai sosok pemberi kejutan.
Melalui beleid tersebut, pemerintah bukan hanya mewacanakan kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen, lebih dari itu, pemerintah juga tengah mewacanakan untuk mengenakan PPN terhadap bahan-bahan pokok seperti gula, beras, daging, telur, susu, dan aneka produk sembako lainnya.
Dua kebijakan tersebut tentu saja mendapatkan protes yang amat vokal dari masyarakat. Maklum saja, di tengah kondisi ekonomi yang sedang sangat kacau sebab digebuk pandemi, kebijakan menaikkan tarif PPN dan memberlakukan PPN terhadap sembako yang notabene merupakan kebutuhan pokok masyarakat dianggap sebagai kebijakan yang bukan hanya tidak peka keadaan, namun juga kejam dan semena-mena.
Daya beli masyarakat yang memang sedang berada di level memprihatinkan tentu bakal semakin remuk jika kebijakan tadi resmi diketok dan mulai diberlakukan.
Lantas, apakah pemerintah kita memang setega itu? Bisa jadi iya. Namun kalau mau melihat dari sisi yang lain, langkah pemerintah untuk menaikkan tarif PPN dan memberlakukannya terhadap produk sembako bisa diartikan sebagai sebuah upaya untuk menempa masyarakat agar lebih kuat menghadapi arus ekonomi global yang semakin tak terkendali.
Ibarat film-film kungfu klasiknya Jackie Chan, pemerintah itu selayaknya pendekar tua yang selalu saja memberikan tugas dan tempaan fisik yang berat kepada muridnya, semata agar muridnya itu bisa menjadi lebih kuat dan bisa menghadapi musuh yang jahat dan kuat.
Pepatah mengatakan, pelaut yang hebat tidak lahir dari lautan yang tenang, pelaut yang hebat selalu lahir dari lautan yang penuh dengan ombak yang ganas dan tiada kenal ampun.
Begitu pula dalam konteks bernegara, masyarakat yang kuat hanya akan terlahir dari negara yang pemerintahnya ganas dan tiada kenal ampun. Nah itulah pemerintah kita.
Menaikkan tarif PPN jangan melulu diartikan sebagai upaya pemerintah untuk bikin konsumen membayar lebih, itu pemahaman yang kelewat sederhana. Menaikkan tarif PPN harusnya bisa diartikan sebagai usaha pemerintah untuk bisa meniru negara-negara Skandinavia yang maju, punya sistem pendidikan dan kesehatan yang baik, serta masyarakatnya bahagia itu.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa kehidupan masyarakat di negara-negara skandinavia seperti Denmark, Swedia, atau Islandia itu umumnya terjamin sebab mereka mendapatkan layanan dan fasilitas publik yang baik. Dan itu salah satunya terwujud karena pajak yang tinggi.
Sebagai ilustrasi, pajak penghasilan pribadi di Norwegia itu mencapai 38,52 persen. Sementara di Denmark dan Swedia malah lebih edan lagi, yakni 55,80 persen dan 61,85 persen.
Nah, itulah kiranya yang sedang ingin dicapai oleh pemerintah. Mereka ingin masyarakat kita seperti masyarakat Skandinavia yang mau membayar pajak dengan tinggi. Salah satunya tentu bisa dimulai dengan menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 12 persen. Perkara fasilitas dan layanan yang didapatkan ternyata tidak sebanding dengan pajak yang dibayarkan, itu perkara lain.
Sekali lagi, pelaut yang hebat tidak lahir dari lautan yang tenang.
Oleh karena itu, sudah selayaknya kita semua berterima kasih kepada pemerintah atas gemblengan dan tempaan yang sudah mereka berikan agar kita tumbuh menjadi masyarakat yang sehat dan kuat.
Kita harus bisa terus berpikir positif atas apa yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk dalam hal kenaikan tarif PPN dan penerapan PPN terhadap sembako ini. Percayalah, itu murni upaya pemerintah untuk meng-upgrade kita. Agar kita lebih baik, lebih kuat, lebih terampil, dan yang pasti, lebih terbiasa menghadapi kenyataan-kenyataan pahit dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terima kasih, pemerintah. Terima kasih.
Bismillah, komisaris.
BACA JUGA Bersiapkan, Wahai Masyarakat Miskin, Kuatkan Mental, Sembako Bakal Kena PPN dan artikel SOTARSATIR lainnya.