Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Kisah Indomie Satu Setengah yang Brengsek dan Menyedihkan

Sarah Amany oleh Sarah Amany
15 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Semenyedihkan kedengarannya, kesadaran mendadak bahwa saya pernah terlibat dalam hubungan Indomie satu setengah ini terasa menyakitkan.

Suatu hari, saya pernah secara tidak sengaja membaca pernyataan yang bunyinya kira-kira seperti ini: “Pacar itu kayak Indomie—satu kurang, dua kebanyakan.” Saya sempat takjub dulu sebentar—maklum, pengalaman saya mengenai dunia perpacaran memang tidak banyak—dan kemudian memutuskan membawanya ke tengah obrolan teman-teman perempuan saya agar mendapat opini yang, barangkali, akan bersifat lebih empiris.

Seperti yang sudah saya duga, beberapa teman langsung tertawa mendengar pernyataan barusan—entah karena memang benar, atau mereka juga sama tidak tahunya seperti saya. Namun, tiba-tiba seorang teman (sebut saja Maemunah) menceletuk seperti ini: “Indomie satu setengah aja dong kalau begitu.”

Saya tercengang, lalu bertanya, “Setengah itu maksudnya bagaimana?”

Maemunah menjawab lagi, “Ya, yang satu lagi nggak usah dipacarin.”

Obrolan itu langsung ditutup dalam tawa panjang karena, ehem, Maemunah memang pernah mempraktikkan perilaku demikian (sudah punya pacar, namun tetap dekat juga dengan cowok lain). Saya tertawa, dan tertawa, dan tertawa, lalu tiba-tiba merasa tertonjok sendiri ketika tiba-tiba menyadari suatu fakta—anjir, kalau begitu aku juga pernah dong jadi Indomie setengah!

Semenyedihkan kedengarannya, kesadaran mendadak bahwa saya pernah menjadi ‘Indomie setengah’ ini memang terasa cukup menyakitkan. Orang ini, yang mari kita sebut sebagai Bambang, hanya menginginkan ‘setengah’ dari diri saya belaka: percakapan-percakapan jam tiga pagi yang kami punya, kekaguman yang saya sediakan untuk ego rapuhnya, dan kesenangan-kesenangan lain yang saya berikan cuma-cuma. Bambang tidak ingin—atau bahkan tidak menyadari—bagian setengahnya lagi: bahwa saya sangat menyayanginya sampai ke tulang-tulang.

Saya sangat menyayanginya dan lama-lama lelah juga menahan-nahan perasaan sedih melihatnya bersama ‘Indomie satu’-nya.

Kisah ‘Indomie satu setengah’ ini masih suka teringat walaupun sudah usai sejak kemarin-kemarin, utamanya kalau teman-teman saya sedang datang bercerita dan meminta saran mengenai permasalahan serupa—entah dalam posisi ‘Indomie setengah’, atau bahkan si pemakan Indomie itu sendiri (ngomong-ngomong, iya, setelah percakapan dengan Maemunah itu, saya kemudian menyebarkan istilah ‘Indomie satu setengah’ sampai menjadi semacam pop reference di lingkaran pertemanan saya).

Seingin-inginnya saya mengguyurkan air dingin kenyataan ke kepala mereka bahwa cerita-cerita semacam ini tentu akan menyakiti hati seseorang bagaimanapun berakhirnya, saya tidak bisa tega karena saya mengerti betul rasanya. Ujung-ujungnya, saya hanya akan memeluk mereka sambil berkata, “Ya sudah, dinikmati saja dulu selagi sempat.”

Lalu, saya akan merasa menjadi orang jahat karena telah memberikan mereka validasi atas fenomena yang menyebalkan ini.

Yang lebih membuat saya merasa jadi orang jahat adalah fakta bahwa kenaifan adalah komposisi mutlak dalam resep ‘Indomie setengah’ ini. Ah, mungkin ini sementara. Mungkin kalau aku bertahan lagi sedikit, lama-lama dia akan melihatku sebagai ‘Indomie satu’-nya.

Hehehe, sebentar saya mau ketawa dulu karena—ya ampun, sedih juga ya??? Pemikiran-pemikiran demikian terasa begitu familiar sampai saya agak ngeri sendiri menuliskannya.

Salah satu momen yang membuat saya “tertampar” agar lekas-lekas menyudahi ibadah sedih (menangis jam tiga pagi di kamar kost sambil mendengarkan lagu-lagu Sisir Tanah) yang tidak jelas juntrungannya itu adalah ketika saya sedang menonton konser Stars and Rabbit dengan seorang teman. Dengan gayanya yang rancak dan suara yang mengawang-awang, Mbak Elda menutup konsernya yang indah dengan salah satu lagunya yang paling terkenal itu: “Man Upon the Hill”. Malam itu, mungkin juga karena sedang sedih-sedihnya soal Bambang, saya menangis begitu Mbak Elda mencapai bagian ini: “You found a new home, and I should be happy.”

Iklan

Brengsek brengsek brengsek, kata saya dalam hati. Aku nggak mau nangis-nangis begini lagi!!!

Tentu saja, sepulang dari konser itu, saya menangis lama di kamar kost sampai hampir pagi, tapi saya mulai merasakan sebuah keberanian janggal untuk mengikhlaskan Bambang dan hubungan aneh yang dulu kami punya. Tidak mudah, sungguh, karena saya masih terus-terusan berpikir bahwa mungkin, mungkin suatu hari nanti Bambang akan tiba-tiba tersadar bahwa saya begitu menyayanginya dan dia akan menjadikan saya ‘Indomie satu’.

Namun—ini pil pahit yang tiap hari saya telan tiga kali—sekali porsi kamu di piring dia adalah setengah, bukan hal yang mustahil juga kalau selamanya kamu akan dianggap setengah.

Menjadi ‘Indomie setengah’ memang sesuatu yang problematis. Saya tidak benar-benar punya tips dan trik jitu untuk menghindarkan diri dari fenomena ‘Indomie satu setengah’ karena semua orang juga sebenarnya mafhum kalau perasaan bukan sesuatu yang bisa diatur secara rigid dan saklek. Namun, terlepas dari momen pencerahan yang saya dapatkan di konser Stars and Rabbit malam itu, saran saya mengenai permasalahan ini tentu saja tidak jauh berbeda dari saran-saran yang akan diberikan kepada orang-orang patah hati lainnya:

…bahwa kamu tidak bisa menyelamatkan semua orang, namun kamu selalu bisa menyelamatkan dirimu sendiri.

Menyelamatkan diri sendiri tentu bisa termanifestasikan menjadi begitu banyak pilihan hal untuk dilakukan: fokus belajar dan kuliah, misalnya. Atau, bisa juga kamu menuangkan kesedihan itu menjadi karya (Taylor Swift sudah dapat sekian banyak Grammy untuk lagu-lagu patah hatinya, loh!), tapi yang terpenting adalah, ya itu tadi, mengikhlaskan para Bambang ini dan hubungan aneh di antara kalian agar kamu tetap bisa melanjutkan hidup.

Dengan kata lain, tidak usahlah khawatir dulu soal jodoh dan perkara-perkara semacam itu. Yang terpenting, sekarang, yakini dulu bahwa kamu adalah Indomie jumbo, alih-alih berkubang lama-lama dalam hubungan yang memosisikan dirimu jadi Indomie setengah.

“Kenapa Indomie jumbo, Ned?” tanya saya kepada Juned, seorang teman, yang waktu itu sepertinya sudah capek mendengar cerita-cerita sedih saya.

“Karena Indomie jumbo itu satu, tapi mengenyangkan. Kita semua itu Indomie jumbo, tahu! Jangan mau diperlakukan kayak Indomie setengah-setengah lagi!” Juned menutup pembicaraan dengan berapi-api sampai saya terharu.

Oleh karena itu, my friends, mari kita amini kata-kata Juned kala itu: bahwa kita semua adalah Indomie jumbo dan kita pantas diperlakukan seperti layaknya Indomie jumbo yang satu, utuh, dan mengenyangkan.

Terakhir diperbarui pada 13 Juli 2020 oleh

Tags: brengsekhubungan kekasihIndomie satu setengahjumbopacaranselingkuhan
Sarah Amany

Sarah Amany

Sarah Amany Wisista lahir di Cirebon, besar di Purwokerto, sekarang berkuliah di Antropologi Budaya UGM Yogyakarta, dan kalau liburan pulang ke Jakarta.

Artikel Terkait

Cover film animasi Merah Putih: One for All dihujat animator. Lebih "bagus" dari Demon Slayer. MOJOK.CO
Aktual

Film Animasi Merah Putih: One for All bikin Miris Animator Indonesia yang Susah Payah Berkarya Sampai Luar Negeri

12 Agustus 2025
Pesan berlapis dalam film animasi Jumbo MOJOK.CO
Ragam

Film Jumbo Bukan Animasi Biasa, Tapi Realitas Sosial Anak-anak Indonesia yang Tumbuh Tanpa Kasih Sayang Orangtua

22 April 2025
Mereka yang Disuruh Putus Orang Tua Pacar karena Bukan Mahasiswa: Sakit, tapi Tak Perlu Repot-repot Kasih Pembuktian MOJOK.CO lebaran
Liputan

Cerita Pilu 2 Pria yang Hubungannya Kandas Menjelang Lebaran, Ada yang Bawa-bawa Agama dan Dianggap Tak Punya Masa Depan!

9 April 2024
Casual Date: Sebuah Kenikmatan Tanpa Batas yang Berbahaya MOJOK.CO
Esai

Casual Date: Kenikmatan Tanpa Batas dan Berbahaya yang Tidak untuk Dirasakan Semua Orang

28 Februari 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Dari Jogja ke Solo naik KRL pakai layanan Gotransit dari Gojek yang terintegrasi dengan GoCar. MOJOK.CO

Sulitnya Tugas Seorang Influencer di Jogja Jika Harus “Ngonten” ke Solo, Terselamatkan karena Layanan Ojol

1 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.