MOJOK.CO – Gencarnya ceramah soal vaksin corona haram, bikin tetangga desa Fanshuri merasa bersyukur jarang ke masjid. Jadi nggak kemakan hoaks.
Usai ngurus pembagian daging kurban, Marwoto yang lagi duduk-duduk di cakruk dekat lapangan mendekati Fanshuri untuk pinjam korek buat menyulut rokok.
“Wah, untung aku ini jarang ke masjid. Jadi nggak terpapar soal ceramah-ceramah vaksin corona haram,” kata Marwoto tiba-tiba.
Fanshuri agak terkejut Marwoto bilang begitu.
“Maksudnya, Mas? Emang Kiai Kholil sama Gus Mut pernah kasih fatwa kalau vaksin corona haram ya?” tanya Fanshuri sambil meminjamkan koreknya.
“Ya, nggak sih. Tapi lihat di medsos. Ada banyak banget ustaz-ustaz yang gencar ceramah soal vaksin haram, katanya ada kandungan zat babinya, ada konspirasinya, macam-macam lah. Serem-serem pokoknya,” kata Marwoto sambil menyulut rokoknya.
Fanshuri terkekeh.
“Lah terus hubungannya sama ‘untung jarang ke masjid’ itu apa, Mas?” kata Fanshuri.
“Ya kan dengan jarang ke masjid. Aku ini agak berjarak sama agama. Otomatis jadi berjarak sama ustaz-ustaz begitu. Itu bikin aku jadi nggak langsung percaya. Coba aku rajin kayak kamu, Fan. Bisa aja lho aku percaya sama ustaz yang bilang vaksin corona haram,” kata Marwoto.
Fanshuri makin ketawa mendengarnya.
“Itu dua hal yang nggak berkaitan. Kalau emang males ke masjid ya bilang aja males. Nggak usah cari alasan pembenaran karena sekarang banyak ustaz nggak bener, Mas, jadi ngerasa tepat jadi jarang ke masjid,” kata Fanshuri.
“Lah tapi kan kenyataannya, di masa sekarang-sekarang ini memang ada larangan kumpul-kumpul. Salah satunya di masjid. Jadi aku ini udah mengikuti protokol kesehatan, jauh sebelum istilah itu dikampanyekan sama Pak Lurah tho, Fan,” kata Marwoto.
Fanshuri tekekeh.
“Iya memang, sekarang masjid dinon-aktifkan dulu biar nggak jadi klaster penularan baru. Tapi kan nggak semua masjid isi takmirnya kayak gitu. Yang dikit-dikit teriak vaksin corona haram, dikit-dikit bilang ada konspirasi, masjidnya Kiai Kholil nggak begitu,” kata Fanshuri.
“Ya tapi kan rata-rata begitu. Orang kalau udah mabuk agama itu rata-rata jadi gampang kemakan hoaks,” kata Marwoto.
Fanshuri terkejut.
“Kok rata-rata? Emang Mas Marwoto udah survei?” tanya Fanshuri.
“Ya belum sih, tapi dilihat dari yang kelihatan aja,” kata Marwoto.
“Lah kok gitu kesimpulannya? Kok enak bener bilang masjid keliru hanya karena ada segelintir ustaz yang ceramah di masjid kalau vaksin corona haram?” kata Fanshuri.
“Namanya jaga-jaga kan bagus dong,” kata Marwoto.
“Itu bukan jaga-jaga, Mas. Itu menuduh namanya. Bahasa kerennya stigma. Hanya karena ada oknum ustaz teriak vaksin corona haram, terus bikin pandemi ini makin lama kelarnya, bukan berarti agama itu keliru dong, Mas,” kata Fanshuri kali ini udah mulai agak kesel.
“Ah, susah sih ngomong sama orang yang dikit-dikit pakai agama. Pasti nanti kamu larinya ke dalil. Males, ah,” kata Marwoto.
Fanshuri sempat agak tersinggung dibilang begitu oleh Marwoto, tapi dia sadar, tetangga desanya ini sangat awam soal agama, jadi kalau ngasih tahu lewat sana sudah pasti bakal dilepeh mentah-mentah.
“Oke, oke, Mas. Aku nggak ngomongin dalil. Gini aja deh, aku tanya sesuatu; Mas Marwoto percaya nggak kalau semua umat Islam itu teroris?” tanya Fanshuri.
Giliran Marwoto yang kaget.
“Ya nggak lah, gila apa kamu, Fan!” kata Marwoto sambil mendelik.
“Kenapa nggak percaya? Kan katanya, ini katanya lho ya, nggak semua orang Islam itu teroris, tapi kebetulan aja semua teroris itu agamanya Islam,” kata Fanshuri.
Marwoto gantian yang tersinggung, identitasnya sebagai orang Islam mulai disentil Fanshuri.
“Ya nggak. Itu kan cuma oknum aja,” kata Marwoto.
“Nah, kan sama,” kata Fanshuri.
“Sama? Sama apanya?” tanya Marwoto bingung.
“Ya sama. Mas Marwoto bilang kalau banyak masjid nyebarin ceramah soal vaksin corona haram, lalu bersyukur jarang ke masjid, lalu aku bilang itu ustaz yang ceramah hoaks begitu cuma oknum Mas Marwoto nggak percaya,” kata Fanshuri.
Marwoto kali ini garuk-garuk kepala. Diam sejenak, sambil menyedot rokoknya dalam-dalam.
“Etapi serius, kok bisa ya semua teroris itu agamanya Islam?” tanya Marwoto.
Fanshuri kali ini membenarkan posisi duduknya.
“Bukan semua teroris agamanya Islam, Mas. Itu cuma cara media kasih label ke orang Islam aja. Nyatanya, kasus penembakan di masjid oleh orang kulit putih di Selandia Baru beberapa tahun lalu, nggak banyak media yang nyebut itu aksi terorisme,” kata Fanshuri.
“Oalah begitu ya. Brengsek juga ya media-media itu, kalau pelaku teror kebetulan orang Islam disebut teroris, kalau bukan orang Islam bukan berarti ya?” kata Marwoto kesal.
“Iya, sama brengseknya dengan menuduh semua masjid menyebarkan hoaks vaksin corona haram ya, Mas, ya?” sindir Fanshuri.
Marwoto terkejut, “Heh? Oiya ya.”
“Hehe,” Marwoto pun cengegesan.
BACA JUGA Niatnya Mau Menghindari Fitnah Dajjal, tapi Sama Hoaks Langsung Percaya atau kisah-kisah Fanshuri lainnya.